SEPARUH ATMAKU
Kuucapkan
selamat salam bagi kalian semua. Aku tulis kisah ini ketika mataku baru saja
melihat taburan bintang di langit malam 6 Agustus 2016. Entah kenapa inspirasi
datang begitu saja dalam benakku. Seolah-olah bintang sendirilah yang membisikannya
di telingaku.
Well,
dalam cerita ini aku hanya ingin menyampaikan bahwasanya cinta itu tidak tentu
kapan datangnya. Cinta bisa saja datang bersamaan dengan orang yang sering kita
temui setiap hari tanpa disadari. Bisa saja orang yang sekarang kalian anggap
sahabat suatu saat nanti bisa menjadi orang yang kalian genggam tangannya
ketika berkencan. Cinta itu buta, ingatlah itu..
*****
Lagi-lagi
suara hentakan pintu dan isak tangis kasar terdengar oleh telingaku. Langkah
kaki dengan suara dentuman keras yang mengganggu telinga juga menggema di rumah
kontrakan kami yang sederhana.
Putu duduk di hadapanku, dengan
wajah semerawut yang sama seperti hatinya. Bisa kutebak, pasti ini gara-gara
kekasihnya yang bernama Qira. Dia menatapku, hatiku tersentak ketika melihat
mata dan hidungnya yang memerah.
“ Saya gak percaya Dev. Saya gak percaya
kalau Qira ternyata.. “ dia menghentikan kalimatnya dan kembali menyembunyikan
wajahnya di balik lengan besar miliknya.
Dengan
refleks aku menyimpan buku yang sedang kubaca. Duduk di sampingnya, lalu
merangkulnya. Aku bahagia, kenapa? Karena aku bisa merangkul seseorang yang aku
cintai selama ini. Tetapi di sisi lain, hatiku sedih karena melihatnya terpuruk.
“ Put, Saya tahu bagaimana rasanya ada di
posisi kamu. Tapi jika saya boleh menyarankan, sebaiknya kamu lupakan Qira
mulai sekarang. Toh kamu sudah tahu kan bagaimana busuknya dia. Mulailah membuka
hati untuk orang lain. Buka matamu Put, di sekitarmu masih banyak orang yang
mencintai kamu “
Putu
memandangiku, tatapannya sedikit tidak bersahabat.
“ Jika kamu berkata seperti itu, maka kamu
tidak tahu bagaimana perasaan saya. Saya tidak akan mungkin bisa melepaskannya
Radeva. Saya akan hancur jika itu terjadi “
Aku
menghela nafas, Meredam amarah agar tidak mencuat keluar.
“ Kamu akan hancur jika meninggalkannya? Saya
lihat kamu sudah hancur berantakan malam ini Putu. Sebagai sahabatmu, saya
sudah jengah dengan semua ceritamu tentang wanita itu. Tinggalkanlah dia jika
dia terus menyakiti kamu seperti ini “
“ Ah sudahlah Dev, kamu tidak akan mengerti
dengan apa yang saya rasakan “
Ia
berlalu menuju kamarnya, meninggalkanku sendirian yang masih duduk termenung.
Aku sudah mengenal Putu sejak kecil.
Kedua ayah kami adalah sahabat karib sejak masa SMA mereka. Kami tumbuh bersama
di lingkungan yang sama. Sejak kecil, aku tidak pernah berpisah dengannya.
Bahkan ketika kami sudah sama-sama sibuk dengan pekerjaan kami saat ini, kami
masih tetap bersama.
Kami
menyewa sebuah rumah dengan dua kamar. Masing-masing satu untukku dan satu
untuk Putu. Ide ini tercetus dari benak Putu ketika ia tahu tempatku bekerja
dekat dengan tempat ia bekerja. Akhirnya aku iyakan saja. Lagi pula, senang kan
rasanya apabila orang yang kalian cintai meminta kalian untuk tinggal bersama.
Aku memang sudah menaruh hati
kepadanya sejak lama. Entah kapan tepatnya, aku tak ingat. Mungkin karena
kebersamaan kami yang intensif inilah yang membuat tunas-tunas asmara itu
tumbuh dalam hatiku. Namun kubiarkan saja tunas-tunas itu tumbuh liar tanpa
diketahui oleh Putu.
Putu
adalah seorang lelaki normal yang mencintai kekasihnya dengan seluruh jiwa
raga. Qira, gadis manis teman SMA kami dulu memang sudah memikat Putu dengan
kadar yang berlebih. Aku melihat, hanya ada Qira seorang di mata Putu. Tak ada
yang lain.
Sangat disayangkan sekali, cinta tulus
seorang Putu Wijaya harus disia-siakan begitu saja oleh Qira. Qira selingkuh
dengan seorang politikus muda beranak dua. Aku melihatnya dengan mata kepalaku
sendiri ketika mereka berdua menginap di sebuah hotel bersamaan.
Bukan
hanya aku saja yang melihatnya, semua teman bahkan para kerabatnya pun sudah
tahu. Tetapi ia sudah dibutakan oleh cinta. Perkataan dan nasihat kami ia tolak
mentah-mentah dengan alasan ‘saya tidak
percaya jika belum melihatnya dengan mata kepala saya sendiri’.
Dan
itulah yang terjadi hari ini. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri.
Bagaimana kejadiannya aku tidak tahu, karena tadi sore ia bilang kepadaku akan
pergi ke suatu tempat sendirian. Saat aku mengajukan diri untuk mengikutinya
dia menolakku dengan keras.
Entah apa yang harus aku lakukan
sekarang. Aku terlalu bingung untuk beraksi. Akhirnya ku pasrahkan saja
semuanya. Seperti langit malam yang pasrah digusur oleh pagi. Aku beranjak dari
dudukku dan pergi ke kamar untuk menyelami lautan antah-berantah yang menjadi
rumahku kala tidur.
Keesokan
paginya, mataku dibangunkan dengan suara benda terjatuh yang keras. Aku
mendengar keran air di kamar mandi menyala. Memuntahkan puluhan kubik air yang
tak terpakai. Dengan langkah gontai aku pergi mengecek keadaannya. Mulanya pintu
kamar mandi tak bisa kubuka. Dengan segenap kekuatan yang masih tersisa di
tubuhku ini, ku dobrak pitu kamar mandi tanpa memperdulikan sedang melakukan
apa orang yang ada di dalamnya.
Jiwaku seperti diguncang badai dan
tsunami ketika aku melihat tubuh Putu tergeletak di lantai kamar mandi dengan
darah yang sudah menyatu dengan air. Wajahnya pucat pasi, ada sebuah sayatan di
pergelangan tangannya. Ku lemparkan cutter
sialan yang membuatnya menjadi seperti ini dan kugendong dirinya menuju mobil
untuk kubawa ke rumah sakit.
.
.
Selang-selang
penyambung nafas itu melintang ke arah hidung orang yang ku cintai. Kini ia
sedang terbaring lemah. Kelopak matanya tertutup rapat. Satu-satunya tanda
bahwa ia masih bernyawa adalah hembusan nafasnya yang lemah. Membuat dadanya
naik turun dengan ritme yang pelan.
Putu
kehabisan banyak darah, tadi aku sempat kalut. Hampir saja nyawa Putu melayang,
tapi tuhan masih mengizinkan aku utnuk merawatnya. Setelah pemeriksaan dari
dokter, aku dinyatakan layak untuk mendonorkan darah baginya. Kami memang
memiliki golongan darah yang sama, dan sekarang separuh darahku mengalir di
tubuh Putu.
Kedua orang tua Putu sudah kembali
lagi ke rumah. Tadinya mereka ingin menemani anaknya disini semalaman. Tetapi
kuyakinkan mereka bahwa aku akan menjaganya sendiri. Aku tak tega jika melihat
om dan tante Wijaya kelelahan menunggu anaknya disini. Mereka percaya kepadaku,
dan mereka menyuruhku untuk menghubungi mereka ketika Putu sudah siuman.
Jam
di dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sudah dua belas jam aku
mendekam di rumah sakit ini dan Putu belum juga tersadar. Karena lelah, tak
terasa akhirnya aku memejamkan mata di samping Putu.
Dalam
tidurku aku bermimpi. Mimpi yang sedikit aneh karena aku melihat Putu melayang
di udara dengan dua sayap indah sewarna awan yang lembut. Ia tersenyum
kepadaku, lalu tubuhnya menukik turun ke arahku. Sayap-sayap putihnya yang
besar itu menghembuskan angin besar yang membuat mataku kelilipan. Sekali lagi
ia tersenyum kepadaku, deretan giginya yang rapih bisa dilihat dengan jelas.
Putu memelukku, pelukannya terasa hangat dan nyaman. Lalu ia membisikan sesuatu
ke telingaku.
“ Terima kasih karena sudah menolong saya “
“ sudah menjadi kewajiban saya untuk menolong
kamu Putu “
“ Kamu terlalu baik pada saya. Apa yang harus
saya lakukan untuk membalas kebaikan kamu Dev? “
Dalam
otak, terbersit seuah pemikiran untuk mengatakan ‘ balas kebaikanku dengan cintamu Putu’, tapi rasanya sangat berat
meskipun dalam mimpi.
Seketika
Putu tertawa, tawa renyah yang enak didengar. Dengan hati-hati ia mengelus
pipiku. Aku dibuatnya merinding.
“ Saya bisa membaca pikiran kamu, tentu saja
saya akan melakukannya. “
“ maksud kamu? “
“ saya akan memberikan seluruh cinta untukmu
Radeva. Bahkan jika kamu menginginkan semesta ini, akan saya berikan. Apapun
untuk kamu “
Aku
tersipu malu, wajahku memanas dan aku mendengar ia tertawa lagi. Kali ini
tawanya terdengar lebih manis. Untuk beberapa saat, kami hanya terdiam dan
saling berpandangan. Lalu perlahan-lahan Putu mulai mendekatkan wajahnya. Ia
menciumku dengan penuh perasaan. Aku terhanyut dalam kecupannya, tetapi kecupan
itu hanya sebentar. Terlenyapkan oleh kesadaranku yang kembali pulih.
Aku kembali dalam dimensiku, kembali
dalam kehidupan nyata tanpa rekayasa semata. Berada di ruangan kecil yang
menaungi tubuh Putu. Sebuah gerakan halus dari tangan Putu membuatku terkejut.
Kebahagiaan membuncah dalam hatiku ketika melihat matanya kini sudah terbuka
dan ia sedang tersenyum lemah kepadaku.
“ Putu, kamu sudah sadar? “
Pertanyaan
bodoh itulah yang terlontar dari bibirku. Putu hanya mengangguk lemah.
“ Biar saya panggilkan suster dulu untuk
memeriksa kamu ya “
Tetapi
ia menahan tanganku ketika aku bangkit. Aku kembali duduk di kursi.
“
Temani saya dulu sebentar “ katanya dengan nada suara yang terlampau kecil.
Hampir seperti berbisik.
“ ya sudah, sebaiknya kamu minum dulu. Biar
saya suapi kamu sedikit demi sedikit. Sudah dua belas jam lebih kamu tidak
sadarkan diri “
“ terima kasih “
Dengan
telaten, aku menyuapinya air sedikit demi sedikit. Membasahi bibirnya yang
kering bak tanah musim kemarau.
.
.
.
Langit senja di hari rabu ini
membuatku semakin bersemangat. Pasalnya, ini adalah hari terakhir Putu dirawat.
Esok hari ia sudah boleh pulang kembali ke rumah. Sudah satu minggu ia
mendapatkan perawatan, tadi pagi dokter bilang bahwa Putu hanya dirawat satu
malam lagi saja. Itupun hanya untuk memastikan apakah ia sudah benar-benar
sembuh atau belum.
Setelah
rehat sebentar di rumah dan membersihkan tubuh, aku langsung memacu mobilku
menuju rumah sakit. Malam ini aku sudah berjanji pada Putu untuk menemaninya
mengobrol. Aku membeli satu buah parsel untuk menjadi kudapan kami malam nanti.
Seseampainya
di ruang inap, aku melihat Putu sedang bersandar duduk di kasurnya. Menonton
acara televisi talkshow dengan
pemandu acara pria berkepala pelontos yang sudah kita kenal sebagai megician.
“ Sudah lama menunggu? “ tanyaku padanya.
“ Enggak, tadi mama sama papa baru saja
pergi. Memangnya kamu tidak bertemu mereka di lobi? “
“ tidak, mungkin saya terlalu tergesa-gesa
sampai tidak menyadari kehadiran mereka. Ini, saya bawakan parsel buah untuk
kamu “
“ terima kasih, padahal parsel buah masih
banyak tuh. Jangan terlalu repot seperti itu Dev “
“ Gak apa-apa ko tenang saja. Kamu mau makan
buahnya sekarang? Biar saya yang kupas “
“ boleh “
Aku
membuka parsel yang kubawa, mengambil dua buah mangga yang warna kulitnya hijau
kekuningan. Aku kuliti mereka hingga telanjang. Ku potong-potong tubuhnya
hingga hanya tersisa satu buah biji berbentuk lonjong. Kusimpan sepiring penuh
potongan buah mangga itu di atas meja kecil ranjangnya. Lagi-lagi ia
mengucapkan terima kasih. Setelah itu kami hanyut dengan keasyikan acara
televisi yang kami tonton.
Waktu terus bergulir, hingga tak
terasa kini sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Tv sudah dimatikan, dan
sekarang aku dan Putu saling berhadapan. Memulai pembicaraan tak bertema kami
berdua malam ini.
“ Tadi Qira mengirimkan saya sebuah pesan “
“ Apa yang dia sampaikan? “ tanyaku dengan
wajah penasaran.
“ Dia terjerat kasus korupsi dengan kekasih
gelapnya. Ternyata selama ini Qira dijejali uang hasil korupsi dan dia meminta
bantuan kepada saya “
“ lalu? Kamu membalasnya bagaimana Put? “
“ saya tak membalas pesannya, saya biarkan
saja dia repot dengan masalahnya. Mulai saat ini, saya tidak akan perduli
kepadanya. Apa yang kamu katakan benar Dev, saya akan terpuruk jika terus
berada dengannya. Saya ingin bangkit kembali, saya ingin kehidupan tentram dan
bahagia saya kembali “
“ Syukur jika kamu sudah menyadarinya Put.
Yakinlah, diluar sana masih banyak orang yang menyayangimu dengan tulus. “
Sakit
rasanya ketika kalimat itu terucap dari bibirku.
“ ya, kamu benar. Sudah saatnya saya mencari
hati lain untuk saya datangi. “
Aku
mengangguk dengan kikuk di hadapannya.
“ Oh iya Dev, sepertinya saya belum
menciritakan ini sama kamu “
“ apa? “
Dia
tersenyum geli sambil menatapku.
“ Seminggu yang lalu, sebelum saya siuman dan
melihat kamu tertidur saya bermimpi. “
“ bermimpi tentang apa? “
Putu
lalu tertawa.
“ saya memimpikan kamu Dev. Saya melihat kamu
melayang di atas awan dengan sayap sewarna biru langit. Kamu menolong saya
ketika saya terjatuh dari pesawat. Entah apa arti dari mimpi itu, tapi saya
dengar kamu bilang bahwa kamu akan melindungi saya. “
Putu
tertawa geli, berbeda dengan aku yang menganggap serius cerita mimpinya. Aku
memang benar-benar akan terus menjaganya. Selagi aku masih bisa dan mampu.
“ Setelah itu, saya bangun dan melihat kamu
tertidur. “ katanya.
“ saya juga bermimpi saat tertidur waktu itu
“
“ oh ya? Apa kamu memimpikan saya juga Dev? “
“ enggak, mimpinya aneh ko dan gak ada kamu
disana “
Aku
terpaksa harus berbohong. Tidak mungkin kan aku menceritakan bahwa aku bermimpi
ia menciumku.
“ Tapi Dev, terima kasih ya kamu sudah
menolong saya. Mungkin kalau kamu gak ada waktu itu, saya sudah mati di wc dan
akan menjadi arwah gentayangan. Kamu memang teman terbaik yang saya miliki.
Saya beruntung berteman sama kamu Dev “
“ Saya nolong kamu karena saya gak mau
kehilangan kamu Put. Saya terlalu takut kehilangan kamu karena saya mencintai
kamu “
Entah
bagaimana kalimat gila itu terlontar dari bibirku. Aku keceplosan dan aku
menyesalinya ketika melihat raut wajah aneh dari Putu.
“ Apa maksud kamu Dev? Kamu mencintai saya? “
Nadanya sedikit meninggi.
“ Maaf.. maksud saya, ah lupakan saja Put.
Saya Cuma bercanda “
“ Tapi gak ada keraguan waktu kamu ngomomng
gitu tadi. Kamu suka sama saya? Jawab yang jujur Dev,” ada sedikit amarah dalam
nada bicaranya, aku tahu itu.
“ Maafkan saya Put, tapi.. itu benar. Saya
cinta sama kamu, dan saya sembunyikan perasaan ini sudah lama sekali. Maafkan
saya.. “
“ tapi kenapa bisa Dev? Kita kan sama-sama
lelaki. Kenapa kamu bisa mencintai saya? “
“ Entahlah Put, rasa ini tiba-tiba saja hadir. Maafkan saya “
Aku
hendak mengambil tangannya, namun dia menepis tanganku dengan kasar.
Tatapannya, tatapan yang selama ini tak ingin aku lihat. Tatapan jijik di kedua
bola matanya membuat hatiku tersayat-sayat.
“ Jangan sentuh saya Dev, sebaiknya sekarang
kamu pergi dari ruangan ini “
“ Tapi Put.. “
“ saya mohon, pergilah “
Aku
merunduk, rasa lemas tiba-tiba meresap kedalam tubuhku. Kuambil tas dan
kusampirkan ia dipunggungku. Aku pergi dari ruangan itu dengan penuh penyesalan
dan kesedihan. Ketika aku berbalik, aku masih menatap Putu dengan wajah
marahnya yang mengejutkan. Putus sudah tali persahabatan yang kami jalini selama
ini.
*****
Waktu terasa sangat cepat berlalu.
Satu tahun sudah aku tak bertemu dengan Putu sahabatku. Semenjak saat itu, kami
tak pernah bertemu lagi. Aku pindah dari kontrakan rumah itu, aku juga memilih
untuk keluar dari pekerjaan lamaku. Aku pergi ke Bandung, mencari kehidupan
baru disana. Tinggal sendirian dalam sebuah rumah kontrakan kecil yang nyaman.
Aku sudah kembali mendapatkan pekerjaan disini. Semuanya telah berubah selama
satu tahun ini, hanya satu yang masih sama. Rasa cintaku kepada Putu masih
belum berubah.
Entah bagaimana keadaannya sekarang,
aku tidak tahu. Ingin rasanya aku pergi dan menemuinya. Tapi sisi lain dari
diriku menolaknya. Aku tak mau hatiku tergores lagi karena tatapan jijiknya
kepadaku seperti saat di rumah sakit dulu. Aku biarkan saja rasa rindu ini
menjalar ke seluruh tubuh dan mengikat jiwaku.
Malam itu, tanggal enam bulan
agustus, aku pergi keluar rumah untuk menyegarkan pikiranku. Pekerjaanku di
kantor sedang memiliki banyak masalah. Jadi aku membutuhkan udara segar. Sebuah
taman menjadi destinasiku malam itu. Aku pikir, memang ini tempat yang cocok
untukku malam ini.
Aku melihat banyak orang yang
berlalu lalang. Saling berpegangan tangan dengan kekasihnya. Bahkan aku melihat
sepasang anak lelaki yang bergandengan tangan. Saling melontarkan canda tawa
penuh cinta tanpa ada penghalang apapun. Tanpa ada tatapan benci dan jijik di
salah satu wajah mereka.
Aku
selalu iri dengan pasangan seperti itu, rasanya indah apabila aku juga bisa melakukannya
bersama Putu. Ah tapi segera ku tepis angan-angan itu sejauh mungkin.
Malam
ini langit bertaburkan bintang, aku sengaja menengadahkan wajahku. Ingin
melihat keindahannya dengan nyata. Kelap-kelipnya begitu anggun dan memikat.
Langit kelam malam ini berubah dua kali lipat menjadi lebih indah. Sebuah
bintang jatuh melintas dan terlihat di sudut ekor mataku. Aku jadi teringat,
banyak orang bilang jika kita melihat bintang jatuh maka permohonan kita akan
dikabulkan. Dengan cepat aku menutup mata, memohon sesuatu untuk dikabulkan.
Tetapi mataku kembali menangkap sesuatu sebelum tertutup. Aku melihat sesuatu
yang lebih indah dari bintang jatuh tadi di langit sana. Putu berdiri di
hadapanku dengan senyumnya. Ia mengenakan baju berlengan panjang dengan warna
merah. Kontras dengan kulitnya yang putih.
“ Putu? “ itulah kata yang keluar dari
mulutku dalam keadaan terkejut.
Putu
mendekat, lalu duduk di sampingku. Ia menyodorkan lengannya, mengajakku
berjabat tangan. Dengan kikuk aku menggenggam lengannya. Rasa dingin
menggerayangi diriku ketika kulit kami bersentuhan.
“ Apa kabar Dev? “
“ kabar saya baik, gimana kamu ? “
“ Seperti yang kamu lihat sekarang. Saya
baik-baik saja “
Keheningan
menyelimuti kami beberapa saat. Lalu Putu memulai pembicaraan lagi.
“ Kenapa kamu gak kasih kabar selama ini? Kamu
masih punya nomor handphone saya kan? “
Aku
mengangguk.
“ kenapa sih kamu pindah tanpa kasih tau
saya. Kamu tau, saya bingung nyari kamu Dev “
“ Maaf,
tapi saya pikir kamu gak butuh pemberitahuan itu. saya hanya ingin cari suasana
baru disini. “
Putu
menghembuskan nafasnya.
“
Saya baru saja pindah kerja kesini “
Ujarnya
sambil memandang bintang.
“ Kamu masih kerja di perusahaan yang sama
Put? “
Putu
mengangguk, “ Ya, saya masih kerja di
perusahaan yang sama. Kemarin saya ditawari untuk pindah ke Bandung atau ke
Surabaya untuk memegang perusahaan cabang. Entah kenapa hati saya terus
mengatakan untuk pindah ke Bandung saja. Ternyata pilihan saya malah membawa
saya untuk ketemu kamu lagi. Kita emang gak bisa jauh terlalu lama ya dari
kecil “
Putu
sedikit tertawa, tawa yang selalu ku rindukan selama satu tahun ini.
“ Kamu kerja di perusahaan baru? “
“ ya, saya bekerja di perusahaan jasa yang
baru “
“ jabatanmu sudah naik dong? “
“ Ya begitulah, “ jawabku sekenanya.
“ Maaf Put, sepertinya saya harus pergi dulu.
Saya punya kucing sekarang di rumah. Saya baru sadar kalau kucingnya belum
dikasih makan, “ kataku berbohong
Aku
beranjak dari tempat duduk itu. Tapi Putu menghentikanku dengan panggilannya.
Aku berbalik, kali ini dengan penuh keberanian aku memandangnya.
“ Saya mau bicara sama kamu perihal satu
tahun silam. “
Nafasku
tercekat untuk beberapa saat. Apalagi yang akan dia bahas tentang itu?
“ Saya minta maaf Dev karena sudah berperilaku
kasar sama kamu. Tidak seharusnya saya begitu sama kamu. Saat itu saya hanya
sedikit terkejut saja dengan pernyataan yang terlontar dari bibir kamu “
Angin
yang berhembus seakan-akan menusuk ulu hatiku. Aku diam saja sambil merundukkan
kepala.
“ Satu tahun saya gak ketemu kamu, dan itu
membuat saya sadar Dev. Ternyata saya lebih terpuruk saat kehilangan kamu
ketimbang Qira. Separuh jiwa saya seolah-olah direnggut begitu saja entah oleh
siapa. Kekosongan di hati saya terasa sangat pilu ketika kamu pergi Dev. Lalu
saya menyadari bahwa perasaan ini diakibatkan karena rasa sayang. Bahkan rasa
cinta. “
Dadaku
berdegup dengan kencang. Aku merasakan kakiku kini tengah bergetar dengan
hebat.
“ Maksud kamu apa Put, tolong jangan mainkan
perasaan saya. “
“ Saya tidak sedang memainkan perasaan kamu,
“ Ia berjalan mendekat ke arahku. Lalu ia memelukku dengan erat dan mengusap
puncak kepalaku. Mengesampingkan orang-orang yang mungkin kini sedang
memperhatikan kami berdua.
“ Saya mohon, jangan pergi lagi. Sudah cukup
satu tahun ini kamu menghilang dari hadapan saya Radeva. Kini saya sadar bahwa
saya mencintai kamu. Kamu yang selalu ada untuk saya ketika saya kalut. Kamu
yang menyelamatkan nyawa saya, kamu yang melindungi saya Radeva. Maafkan saya
karena telat menyadari itu semua “
Putu
sesenggukan menangis, bahunya gemetar. Dengan ragu aku mengusap air mata di
kedua pipinya.
“ Tak apa, saya bisa mengerti. “
“ Jadi kamu gak marah sama saya kan Dev? “
“ mana mungkin saya marah sama kamu. Sejak
kecil saya gak bisa marah sama kamu kan? Saya masih sama seperti Radeva yang
dulu Putu. Saya masih Radeva yang akan terus berada di belakang kamu. Saya
masih Radeva yang akan terus mengagumi dan memuja kamu. Saya masih Radeva yang
menuruti semua permintaan kamu. Saya tidak akan berubah “
Putu
memelukku kembali lebih erat. Isak tangisnya kini dibarengi dengan suara tawa.
Perasaanku lega, rasanya seperti terbebas dari sulur-sulur berduri yang
membelenggu hati
“ Radevaku telah kembali, belahan jiwaku
telah kembali. Jangan pergi lagi Dev.. saya mohon “
“ Saya janji, mulai saat ini saya gak akan
ninggalin kamu Put. “
“ Saya akan bahagiakan kamu. Saya juga berjanji
Dev “
Lalu
sebuah kecupan ia berikan di keningku. Angin yang berhembus malam ini membuat
suasana hatiku semakin sejuk. Biarlah semua orang yang hadir di taman ini
melihat cinta kami yang akhirnya bersatu. Bintang yang bertaburan di atas sana
akan menjadi saksi cinta kami berdua. Kubiarkan diriku semakin erat dalam
pelukan hangat seorang Putu Wijaya.
Komentar
Posting Komentar