Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2015

Kicauan Mr.Jones

Hai semuanya, apakabar? semoga kalian baik semua keadaannya ya. Maaf saya baru muncul kembali setelah beberapa minggu menghilang. Ada beberapa urusan yang harus saya selesaikan di dunia saya sendiri hehehehe... selain itu kemarin saya sempat mengalami sakit yang cukup membuat saya lemas hingga tak bisa bergerak sedikitpun. Tapi alhamdulillah saat menulis postingan ini saya sudah kembali sehat dan bugar seperti semula. kali ini saya hanya ingin berinteraksi dengan kalian semua. Saya ingin merasa lebih dekat dengan para pembaca blog saya. Saya merasa para pengunjung di blog saya ini silent reader  semua. Tapi gak semuanya juga sih, cuma yang saya inginkan adalah respon kalian semua terhadap cerita saya. Tapi lupakan sajalah omongan saya ini, dengan kunjungan kalian di blog saya dan membaca semua ceritanyapun saya sudah senang.. untuk kesekian kalinya saya ucapkan kembali terimakasih yang sebesar-besarnya untuk kalian semua yang sudah menjadi pembaca blog saya. Eh, kali ini Mr.Jones

WINTER SADNESS (CHAPTER FOUR)

Tubuh lemah itu membentur aspal cukup keras. Sosok pria manis itu kini memejamkan matanya dengan darah yang mengucur dibagian pelipisnya dan kedua lubang hidungnya. Semua mata dengan reflex melihat kejadian tabrakan itu. Sang pengendara mobil langsung melajukan kembali mobilnya. Kabur tanpa memberikan tanggung jawab terhadap sang korban. Stefan tengah terduduk di trotoar, menatap nanar kea rah tubuh saudara kembarnya yang kini tengah terbaring di tengah jalan tak sadarkan diri. “ Adrian..!! “ Seorang pria berlari di sebrang jalan sana, dengan tatapan terkejut dan air mata mengalir dikedua pipinya. Evan melihat kejadian itu ketika ia hendak membeli sebuah cake di caffeteria di sebrang kampus. Ia menangis melihat tubuh Adrian yang lemas tak sadarkan diri. “ siapapun tolong bantu aku mengangkat pria ini “             Stefan segera bangkit dari duduknya dan menghampiri Evan, ia mengangkat tubuh adik kembarannya dan membawanya menuju mobil pribadinya bersama Evan lalu diikuti deng

WINTER SADNESS (CHAPTER THREE)

Hari sudah berganti, sinar matahari sedikit demi sedikit mulai menyentuh kulitku. Hari ini kurasakan hangatnya matahari. Saat aku hendak bergerak, aku tersadar ruang gerakku kini menjadi sempit karena Evan yang tidur di sampingku dengan keadaan memeluk tubuhku. Semalam ia kembali ke rumah setelah mengambil pakaiannya untuk menemaniku.             Awalnya Stefan tak mengizinkannya untuk menginap dirumah, namun Evan tetap bersikeras untuk menjagaku di rumah malam tadi. Akhirnya Stefan mengalah dengan syarat Evan tak boleh tidur di sofa ataupun dikamarnya. Maka dari itu kami tidur berdua malam tadi di kasurku yang kecil. Aku mencoba melepaskan tangannya yang melingkar di pinggangku. Tangan berbulu halus itu akhirnya lepas dari tubuhku. Aku berjalan keluar rumah untuk menyiapkan sarapan. Mekipun aku seorang pria, aku terampil dalam mengolah makanan. Saat kecil aku belajar masak bersama nenek dan ibuku. Biasanya jika kami pergi ke rumah nenek, aku selalu minta diajarkan resep baru. Ne