SIAPA YANG HARUS AKU PILIH? ( Chapter 17 )
Halo GUYS!!
apakabar?? semoga baik-baik aja, maaf kalau kalian nunggu lama cerita saya. Terimakasih untuk para pembaca yang selalu mantengin blog saya. Ok, kalian pasti bingung kan sama judul baru ini? Judul baru tapi udah Chapter 17.
Jangan bingung kawan, ini merupan cerita " Cinta Segi Empat ". hanya judulnya saja yang saya ganti. So jangan bingung ya. Baiklah untuk melepas rasa penasaran kalian tentang kisah cinta Arno mari langsung saja baca ceritanya.
CHECK IT OUT guys!!!
******
SEBELUMNYA DI CHAPTER 16
Ghifari
berjalan menghampiriku lalu ia duduk di kursinya. Setelah mereka berdua
sama-sama duduk di sampingku aku pegang tangan mereka berdua lalu kucium tangan
mereka.
“ inget ya, kalian jangan berantem lagi di
depan Arno. Arno gak suka kalian berantem di depan Arno. Jadi kalian janji ya
gaka akan berantem lagi di depan Arno “
“ ya tapi no kalo.. “
“ pokoknya Arno gak mau tau. Kalian berdua
jangan berantem di hadapan Arno lagi. Arno sayang kalian berdua. Jadi Arno gak
mau liat kalian berantem “
Ghifari mengembangkan senyumnya,
begitu juga dengan bang Wingky. Akhirnya mereka saling berpandang dan memeluk
satu sama lain.
“ gue janji no “
“ abang juga jani deh “
*****
Senang
sekali akhirnya aku bisa kembai pulang ke rumah. Tadi pagi aku pulang ke rumah
di antar oleh Ghifari. Pak Joko dan Tante Arni menyambutku dengan meriah. Ibu
pun terlihat sangat ceria pagi ini. Aku senang melihat keceriaan orang-orang
yang ada di sekelilingku. Mereka tertawa dan selalu menyebarkan senyuman pagi
ini.
Bi imah menyambutku dengan
masakannya yang enak. Ia memasak sangat banyak sekali untukku. Pak Ngadimin pun
terlihat ceria pagi ini saat melihatku kembali ke rumah.
Yang paling aku rindukan adalah
meja belajarku. Astagaa... sudah berapa minggu aku tidak kuliah. Pasti aku
ketinggalan banyak materi. Emmm.. saat melihat laptop aku juga teringat kembali
dengan cerita-ceritaku yang sudah lama terbengkalai.
Akhirnya aku memutuskan untuk
duduk dan kembali melanjutkan karya tulisku. Rencananya karya tulis ini akan
aku kirimkan ke salah satu majalah remaja di Jakarta. Selain itu aku juga
mengecek e-mail ku. Banyak sekali pesan masuk, dan semuanya di kirim dari para
pembaca ceritaku. Mereka banyak menagih cerita-cerita yang sudah lama tak aku
kirimkan.
Seseorang memasuki kamarku, itu
Ghifari. Ia masuk ke dalam kamar sambil membawa secangkir susu coklat hangat
untukku. Ia menaruh cangkir itu di mejaku.
“ Lagi ngapain lo? “ ia menyimpan tangannya
di pundakku.
“ lagi bikin ddodol garut “ jawabku ngaco.
Ghifari
malah menggelitik tubuhku. Aku tertawa terpingkal-pingkal di buatnya.
“ hahahaha... stop kak gelii.. “
“ hayoooo.. mau sekali-kali lagi gak becanda
sama gue? “ katanya sambil senyum evil.
“ okay Arno min..ta maaf hahahahaha... udah
kak Geli “
Ia menghentikannya, lalu
menatapku. Nafasnya masih tersengal-sengal begitupun denganku. Kami saling
berpandangan satu sama lain. Aku tersenyum dan kembali melihat ke layar.
Ghifari menyimpan dagunya di
bahuku. Matanya melihat dengan seksama ke layar monitor laptop. Aku sedang
menuliskan kata-kata yang indah dalam ceritaku saat ini.
“ aku begitu beruntung bisa bertemu denganmu.
Kau tau? Saat aku bertemu denganmu hidupku menjadi berubah. Hidupku.. menjadi
lebih berwarna. Kau memberikan keceriaan untuku. Matamu yang indah, senyummu
yang manis dengan kedua dimplenya, bibirmu yang selalu berkilauan, sangat
membuatku gila. Aku harap kau tidak akan pernah pergi dari hidup. Kau harus
selalu ada di sisiku karena kau adalah milikku “ tiba-tiba Ghifari membisikan
kata-kata yang panjang itu di telingaku.
“ mwo? Darimana kaka dapet kata-kata itu
semua? “ tanyaku padanya.
Saat aku membalikkan wajahku ke
arah kiri, tak sengaja aku mencium pipi Ghifari. Ghifari tersenyum dan dengan
cepat dia memberikan pelukkan hangatnya padaku. Ia menyimpan dagunya di atas
kepalaku sekarang.
“ Gak tau, tiba-tiba aja kata-kata itu ngalir
di otak gue. Ya lo bisa kan pake kata-kata itu buat cerita lo? Ya itung-itung
itu gue bantuin lo “ Jawabnya dengan enteng.
Ia melepaskan pelukkannya. Lalu
berdiri tegap dan mengacak-acak rambutku.
“ Abisin susu coklatnya. Pokoknya kalo gue
balik lagi kesini dan cangkir itu masih penuh Gue bakalan hukum lo “
Aku
menganggukkan kepala.
“ oh ya dan satu lagi “
Dia
membuka laciku dan ia mengambil kacamataku.
“ pake kacamatanya. Jangan sampe mata lo kena
radiasi dari layar komputer “ ia memakaikannya untukku
“ besok lo mau kuliah? “ tanya Ghifari
Aku
mengangguk menandakan.
“ okay, besok kita berangkat kuliah bareng.
Gue mau ke bawah dulu yak. Nanti gue balik lagi! “
Ia pergi
dari kamarku. Ia menutup pintu kamarku dengan perlahan.
.
.
.
Ghifari kini berbeda 180
derajat. Sikapnya padaku tidak sedingin saat pertama kali bertemu. Entah kenapa
sikapnya menjadi begitu hangat padaku. Aku senang dengan perubahan sikapnya
itu. Rasanya seperti di berikan hadiah yang kita inginkan sudah sejak lama.
Apa Ghifari mulai jatuh cinta
denganku? Aaahhh... memang gila untuk di fikirkan namun aku harap memang
seperti itu. Aku harap ia menyatakan cinta untukku.
DDDDRRRTTTTT.... DDRRRTTTT...
DDDRRRTTT...
Handphoneku
bergetar di atas meja. Dengan cepat aku mengangkatnya. Agam, ya dia menelfonku
sekarang.
“ Halo? “ sapaku membuka awal pembicaraan
dalam telfon.
“ Arno..! oh tuhan, apakabar? Gimana udah
sembuh? Sekarang dimana? Di rumah sakit atau udah di rumah? Kapan mau kuliah?
Kalo mau kuliah bilang ke gue, nanti gue jembut lo “
“ Em kak. Nanya nya bisa satu-satu. Arno
bingung mau jawab yang mana duluan. “ aku menggaruk kepalaku yang sebenarnya
tak gatal ini.
“ hehehehhe.. maaf ya, kabar kamu gimana? “
“ baik kak, Arno udah pulang dari rumah sakit
kok. Besok mungkin Arno bakalan ke kampus “
“ ok besok gue bakalan nga... “
BRAK..!!
seseorang membukakan pintu dengan kasar.
“ lo lagi ngomong sama siapa no? “ Ghifari
muncul di balik pintu
“ eehh... aku, ini lagi ada telfon dari kaka
Agam “
Dengan cepat Ghifari setengah
berlari menghampiriku. Lalu ia meraih handphone dan segera menutupnya. Wajahnya
memerah, ia melempar handphoneku begitu saja ke atas kasur. Ia melihatku
sekilas lalu dengan cepat memelukku erat.
Aku sedikit terkejut dengan
perilakunya. Ia memaksa kepalaku untuk terbenam di dada bidangnya. Ia mengusap
lembut kepalaku.
“ lo jangan terima telfon dari dia lagi. Lo
jangan deket sama dia lagi “
“ Tapi kenapa kak? “
“ pokoknya denger aja kata gue. Lo jangan
deket-deket sama dia no. “
Aku diam..
diam di pelukannya.
SUDUT PANDANG PENULIS
Agam mengernyitkan dahinya
sambil menatap layar kaca handphone nya. Ia lalu mengacak rambutnya frustasi.
Rasa rindunya pada Arno sangat besar. Ia merindukan wajah manis anak itu.
Seseorang
mengetuk pintu kamarnya, Agam mengalahkan pandangannya kepintu. Ia berdiri
dengan malas lalu membuka kenop pintu. Terlihat wanita cantik yang hendak
menjadi istrinya berdiri di hadapannya sekarang.
Wanita itu masuk tanpa permisi
dan langsung membuka lemari. Ia mengacak-acak lemari milik Agam. Semua baju
yang ada di dalam ia keluarkan. Lalu Sandra menarik agam untuk berdiri di
hadapan kaca. Ia enempelkan baju-baju itu di badan agam. Sesekali kepalanya
menggeleng lalu melemparkan kembali baju-bajunya ke ranjang.
“
sebenernya lo itu mau ngapain si? Pake ngacak-ngacak lemari gue segala. Wanita
sinting lo dasar “
Agam
mendorong Sandra untuk menjauh
“
sayang.., mama itu nyuruh kita untuk jalan-jalan hari ini. Aku pengen nonton
film bioskop bareng kamu “
Agam mengambil baju yang sedang
di pegang Sandra. Lalu ia membantingkannya begitu saja ke lantai.
“ Sekarang lo keluar dari kamar gue “
Agam
menyered Sandra dengan kasar. Sandra terlihat meringis kesakitan dengan
genggaman Agam yang begitu eratnya.
“ Tapi sayang.. aku pengen kita nonton bareng
“
“ KELUAR DARI RUMAH GUE! “ betakan keras itu
cukup membuat Sandra tersentak.
Matanya mulai mengeluarkan
setetes bening air. Sandra berlari menuruni tangga dengan menangis. Terlihat
raut marah di wajah Agam semakin menjadi. Ia berbalik untuk memasuki kamarnya
lagi. Namun tiba-tiba suara jeritan terdengar.
Tubuh
tinggi sandra terjatuh di tangga. Beberapa kali ia berguling turun ke bawah.
“ Sandra...!! “ pekik Agam, ia menuruni
tangga menghampiri tubuh Sandra yang kini tergolek lemas di lantai dengan kening
yang bercucuran darah.
.
.
.
Jam menunjukkan pukul dua belas
tengah malam. Arno masih saja tetap anteng di hadapan laptopnya. Ia masih
menuliskan kata-kata indah. Sesekali ia menghentakkan kakinya ke lantai jika
inspirasi menulisnya menghilang. Untuk melepas kejenuhan ia membuka jendela
kamarnya. Bulan Purnama malam ini begitu terang menghiasi lkangit gelap malam
ini. Semilir angin masuk ke kamar Arno hingga tubuhnya sedikit bergidik
menggigil.
Selimut tebal membelit tubuhnya.
Arno menengok kebelakang melihat siapa yang melakukannya. Tubuh jangkis pria
dengan kemeja ketat warna hijau tua itu tersenyum ke arah Arno. Pria itu masih
lengkap dengan setelan kerjanya.
“ haiisshhh.. abang bikin kaget! Abang baru
pulang? “ Arno memutar kursinya ke arah Wingky yang duduk di pinggiran ranjang.
“ ia nih, abang ada meeting tadi jadi pulang
malem. Abis itu abang ngerjain berkas-berkas yang banyaakk.. banget. “ Wingky
bercerita dengan wajah inoocent nya.
“ abang udah minum? “
Wingky
menggeleng “ Abis parkir mobil di garasi abang langsung masuk kamar kamu “
Wingky kembali tersenyum
“ kalau begitu, Arno ambilin minum buat abang
dulu. Tunggu disini sebentar “
Tangan
Arno di tahan lalu di tarik ke dalam pelukan Wingky. Wingky memejamkan matanya
sambil mencium aroma shampo apel di rambut Arno. Pelukannya semakin erat.
Di dalam pelukannya Arno
tersenyum kecil, pipinya berubah menjadi merah erona. Wingky mengusap-usap
rambut Arno dengan lembut.
“ jangan pergi, dengan liat Arno udah bisa
sembuh dan baik-baik aja rasa cape abang udah ilang ko. Abang sayang Arno
cantik.. “ Wingky mencubit pipi Arno.
Arno yang di panggil cantik
olehnya langsung memasang wajah layaknya Angry Bird. Ia mem-poutkan bibirnya.
Ia memukul dada Wingky dengan lembut, gelak tawa Wingky terdengar.
“ aku cowo bang, ko di bilang cantik si?
Suara aku aja nge-bass begini. Aku masih punya jakun “
Tawa
Wingky semakin keras, pelukan hangat kembali Wingky berikan untuk Arno. Kali
ini Arno balik memeluk Wingky. Satu kecupan hangat Wingky berikan pada kening
Arno.
“ abang cinta kamu Arno “
.
.
.
“ Abang Cinta kamu Arno “ seseorang di balik
pintu kamar Arno membelalakan matanya. Mata tajam itu menemukan sosok Paman
Mudanya yang sedang memeluk seseorang yang mengisi hatinya. Rasa sakit menjalar
ke hatinya. Secangkir susu hangat dengan kue kering di nampan itu ia bawa
kembali ke bawah.
Ia taruh nampan itu dengan
sembarang di atas meja makan. Lalu ia pergi ke taman belakang untuk merenung.
Angin malam menusuk tubuhnya. Ghifari melempar batu dengan kasar ke kolam ikan.
Ia menjenggut rumput yang ada di sekitarnya.
“ penghianat.. “ bayang-bayang itu kembali
muncul.
Kata-kata cinta yang di
lontarkan Wingky pada Arno kini terekam ulang di telinganya. Bulir-bulir bening
membasahi matanya. Ghifari memluk lutunya sendiri sambil menangis tanpa suara.
“ aku cinta kamu juga no “ bisikan lirih itu
keluar dari mulutnya. Ghifari kembali memeluk erat lututnya.
*****
“ kamu
harus menikahi Sandra. Ayah akan menguruskan pertunangan kalian. Kalian akan
bertunangan ketika Sandra sembuh! Kamu tidak boleh membantah “
Kata-kata ayahnya masih
terngiang di telinga Agam. Ya, kejadian tadi siang membuat Sandra harus di
larikan ke rumah sakit. Tadi keadaan Sandra sempat keritis. Namun saat ini
keadaannya sudah membaik.
Tadi saat sadar, Sandra meminta
pada ayahnya untuk segera di tunangkan dengan Agam. Beberapa jam lalu sempat
terjadi adu mulut antara Agam dengan Ayahnya. Ayahnya terus mendesak Agam agar
menyetujui pertunangannya.
Agam menyerah ketika serangan
jantung menyerang ayahnya. Agam tidak bisa melihat ayahnya kesakitan. Akhirnya
ia pasrah dengan semuanya.
Ia mengusap wajahnya dengan
kasar. Ia sedang bertekuk lutut di lantai sambil terus memandangi foto Arno
yang tempo lalu ia ambil dengan sembunyi-sembunyi. Wajah manis itu telah
membuatnya jatuh cinta. Agam tersenyum getir, ia tidak mau bertunangan dengan
Sandra.
“ Aaaarrrrrggghhhhh..... “ Agam berteriak
dengan keras, ia melemparkan handphone nya ke kasur. Air matanya membanjiri
pipi.
Saat ini Agam rapuh, ia menangis
sesenggukkan sambil menjenggut rambutnya dengan kasar.
Komentar
Posting Komentar