I JUST LOVE YOU ( TWO SHOOT ) ENDING

Wajah manis itu terlihat serius dengan buku tebal yang dibawanya. Mata indahnya bergerak ke kanan dan kiri. Membaca deretan huruf yang berjejer di halaman pertama buku yang baru ia beli. Sebuah buku fiksi teka-teki karya Dan Brown dengan judul The Davinci code begitu menarik perhatiannya. Buku ini sudah lama ia ketahui namun baru kali ini Farel membelinya. Toko buku di mall hari ini terlihat sepi, hanya ada beberapa orang yang berlalu lalang mencari benda jendela dunia ini.
Merasa bosan di toko buku ini Farel memutuskan untuk pergi dan mencari tempat makan karena tanpa ia sadari, perutnya meronta meminta jatah makan. Namun, sial harus datang menimpa Farel. Tubuhnya harus bertabrakan dengan seseorang yang sedang berdiri di belakangnya. Dua buku tentang pelayaran dengan buku The Davinci code milik Farel harus tercecer dilantai.
Sebuah tangan besar mengambil dan membereskan semua buku yang berserakan di lantai. Farel anya memperhatiakan gerak-gerik si pria sambil mengamatinya.
“ Maaf, ini buku... loh? Farel? “ suara bass lembut itu.., Farel langsung mengenalinya.
“ Kak Ray? Lagi ngapain disini “ pertanyaan bodoh itu terlontar dari mulut Farel
“ ya beli buku lah dek, kamu abis beli buku ini eum? Waaahhhh... akhirnya kamu beli juga buku yang dulu kaka kasih tau ke kamu. “
Ray mengembalikan buku itu pada pemilik aslinya.
“ kak Vincent mana? “
“ dia gak ikut, kamu mau kemana rel? “
“ Farel mau ke restoran. Laper mau makan “
“ ya udah kalau gitu, bareng sama kaka aja. Kebetulan kaka juga belum makan siang. Tunggu ya kaka bayar buku ini dulu “

            Ini adalah pertama kalinya mereka melakukan jalan bersama setelah putus. Saat jalan bersama Farel merasakan skesenangan yang teramat sangat dalam hatinya. Namun di sisi lain rasa tak enak menyelimutinya ketika mengingat Vincent. Mereka berdua makan di sebuah restoran cepat saji. Seperti pasangan biasanya mereka berdua makan dengan diselingi canda dan tawa.
SUDUT PANDANG FAREL
            Novel yang awalnya menarik perhatianku kini kusimpan rapi dalam tas yang kubawa bersama baju-baju. Kini ada objek lain yang lebih menarik perhatianku yaitu kak Ray. Senang rasanya bisa bertemu dengan mantan kekasih terindahku ini. Aku merasakan seperti kembali saat berpacaran dengannya. Anehnya kak Ray juga sangat memperhatikanku saat ini. Seperti tadi saat di sudut bibirku sedikit ternodai oleh saus tomat, dengan lembut dirinya menghapus noda saus itu dengan tisue.
“ dek, kamu itu kebiasaan ya kalau makan lama. Ntar giginya ompong loh “
“ ish apaan sih, kak Ray dari dulu bisanya Cuma ngeledekin aku terus “ Aku berlaga marah padanya.
“ hehehe... jangan kaya gitu, kak Ray Cuma bercanda ko. Oh ya abis ini mau kemana? “
Belum sempat aku menjawabnya, sebuah dering telfon terdengar nyaring di telingaku. Kak Ray merogoh sakunya lalu mengambil benda kecil yang terus berdering. Seseorang berbicara dengan nada yang kedengarannya panik. Aku sempat terkejut melihat perubahan wajah kak Ray yang dengan seketika berubah.
“ Tante tenang aja.. Vincent pasti akan baik-baik aja. Sekarang Ray kesana tante.. “
Hanya itu yang terucap dari bibir kak Ray. Setelah itu ia kembali memasukan handphone nya kedalam saku.
“ Vincent masuk rumah sakit, kaka harus kesana dek “
“ Apa? Kok bisa? “
“ penyakitnya semakin keritis, kaka harus kesana sekarang “
“ tunggu, kalau gitu Farel ikut “
******
            Kedua orangtua kak Vincent duduk termenung di bangku tunggu. Di hadapan mereka pintu ICU tertutup rapat. Kak Ray yang baru saja datang bersamaku duduk bersama mereka dan menanyakan keadaan kak Vincent. Aku duduk disamping ayah kak Vincent yang sedang tertunduk sedih membayangkan nasib anak manisnya.
  “ ...... saat tante buka pintu kamarnya, Vincent udah pingsan gitu aja Ray. Tante khawatir anak tante kenapa-napa “
Kekhawatiran begitu terlihat jelas di raut wajah ibu kak Vincent. Matanya tak henti-henti mengeluarkan butiran bening itu. Setelah beberapa menit kemudian seorang dokter bertubuh tinggi keluar dari ruang ICU.
“ maaf, orang tua dari pasien mana ya? “
“ saya dok “
“ begini pak, anak bapak harus segera operasi pencangkokan hati. Jika tidak.., maka nyawa anak bapak tak bisa tertolongkan. “
“ Tapi bagaimana cara kami mendapatkan hati yang bisa dicangkokan dok? “ kini kak Ray yang membuka mulut.
“ itulah masalahnya, rumah sakit kami tidak menyediakan stok untuk pencangkokan hati. Maka dari itu kami harus mencari terlebih dahulu. Dan sepertinya akan sulit untuk menemukan pendonor hati untuk di cangkokan “
Raut kesedihan semakin menjadi, ibu kak Vincent menangis sambil memeluk suaminya. Kak Ray juga terlihat meneteskan air matanya. Begitu malang nasib kak Vincent. Aku tak percaya kalau ternyata penyakitnya begitu cepat menyerang tubuhnya.
.
.
            Malam telah datang, aku masih duduk menemani kak Ray yang sangat setia menunggu kak Vincent yang masih tak sadarkan diri di ruang ICU. Sedari tadi kak Ray hanya terdiam sambil memandang foto kak Vincent di layar hgandphone nya. Melihat seperti ini aku menjadi tak tega.
“ kak Ray, ini udah malem. Kak ray belum makan lagi kan? Gimana kalau kita beli makan dulu keluar? “ Aku memegang lengannya.
            Dengan halus, kak Ray menepis tanganku darinya. Dengan wajah yang berurai air mata dia melihat ke arahku.
  “ kaka harus jaga kak Vincent disini. Dia lebih membutuhkan kaka. Kaka mohon kamu jangan curi kesempatan untuk bisa deket sama kaka. Kalau kamu lapar pergi aja cari makan. Jangan ajak kaka, kaka mau disini. Kaka mau jaga belahan jiwa kaka yang sekarang lagi terbaring melawan penyakitnya didalem sana. Kaka harap kamu ngerti rel “
            Betapa sakitnya hatiku mendengar perkataanya, Aku tau dirinya sedang mengalami kesedihan yang mendalam. Tapi, apakah harus seperti itu dia mengusirku.
“ lagian juga kamu ngapain masih disini? Apa kamu kurang puas jalan-jalan sama kaka tadi siang. Lebih baik kamu pulang sekarang. “
Kata-kata itu menambah sakitnya hatiku. Setelah kak Ray berbicara seperti itu padaku ia bangkit dan berjalan menjauhiku. Kini hanya tingallah aku sendiri, di lorong yang sepi ini dengan hati yang menjerit sakit.

******
            Setelah hari itu, aku selalu melihat kak Ray murung. Hampir setiap hari ia pergi ke rumah sakit untuk menjenguk kak Vincent yang keadaanya tak kunjung berubah. Aku dan kak Bima sesekali datang untuk menjenguk keadaan kak Vincent. Namun lagi-lagi ketika kami tiba disana, aku hanya melihat kak Vincent terbaring lemah tak sadarkan diri.
Jujur, aku tak rela melihat kak Ray terpuruk seperti itu. Aku.., aku tak tega melihat wajah yang dulu penuh keceriaan itu kini harus murung memikirkan nasib kekasih barunya. Pernah terbersit difikiranku untuk mendonorkan hatiku ini. Ingin sekali rasanya aku mendonorkan hatiku untuk kak Vincent agar kak Ray bisa tersenyum kembali. Namun untuk melakukan itu butuh pengorbanan yang besar dan keberanian yang besar. Ada rasa takut jika nanti akhirnya aku harus meninggal dan membiarkan organ hatiku di cangkokan kealam tubuh kak Vincent namun sepertinya rasa takut itu akan hilang demi melihat senyum kak Ray kembali tersungging di bibirnya.
            Setelah berkali-kali aku memikirkan hal ini. Akhirnya akupun berani memutuskan untuk mendonorkan hatiku ini pada kak Vincent. Aku mencintai kak Ray dan aku harus membuat kak Ray untuk tersenyum kembali. Sekarang mungkin saatnya aku membicarakan hal ini kepada kak Bima, Ayah, dan Ibu.
.
.
            Hujan deras membuat tubuhku sedikit mengigil. Secangkir teh hangat buatan kak Bima ku seruput dengan perlahan. Kehangatan teh itu menjalar kesekujur tubuhku. Hari ini aku akan mulai membicarakan keputusan gilaku itu pada kak Bima. Semoga kak bima mengerti dengan tujuanku ini.
“ gimana tehnya? Manis kan sayang? “
“ ya lumayan, kaka peracik teh yang baik. Oh ya Papa sama ibunya kak Bima mana? Ko gak keliatan? “
Ku ambil sepotong kua kering dari dalam toples.
“ ohh.. mereka lagi pergi ke rumah sodara sayang, tumben pulang sekolah kamu langsung ke rumah kaka. Ada apa? Eeuuhh... kaka tau. Kamu pasti kangen kan sama kaka? “
Itulah kak Bima selalu membuatku tertawa. Aku beruntung bisa mengenalnya.
“ issshhhhh... PD banget sih, tapi emang ia sih aku kangen kaka. Tapi ada sesuatu juga yang mau aku omongin “
“ apa sayang? Cerita aja “
Jantungku berdebar dengan cepat. Aku takut keputusanku ini akan ditentang oleh kak Bima.
“ Aku mau donorkan hatiku buat kak Vincent “
Kak Bima tersedak ketika mendengar pernyataanku. Matanya menyorot mataku dengan tajam. Ia menyimpan cangkir tehnya di atas meja.
“ Apa? Kaka gak salah denger kan sayang? “
Aku mengangguk.
 ohhh.. come on don’t be crazy baby.. kenapa kamu mau melakukan itu buat Vincent. Kamu jangan berfikir gila. Kak Bima gak suka, kak Bima gak mau kehilangan kamu sayang.. “ Matanya berkaca-kaca.
Kucoba untuk mengusap tangannya. Dengan lembut aku mendekat dan memeluknya.
“ Aku gak tega liat kak Ray sedih ngeliat kak Vincent sakit “
“ terus, kamu gak kasian liat kak Bima yang akan menderita nanti kehilangan kamu? Jangan berfikiran gila Farel. Kalau kaya gitu kamu sama aja kaya bunuh diri “
“ ya enggak lah kak, Farel ikhlas melakukan ini. “
“ enggak, kak Bima gak mau kehilangan kamu sayang “
Akhirnya tangis kak Bima pecah seketika. Tubuh jangkungnya itu memelukku dengan erat.
“ jangan ngomong begitu, jangan tinggalin kaka sayang. Kaka mohon “
Aku menepuk pelan punggungnya lalu menangkupkan kedua tanganku diwajahnya. Wajah tampan itu kini terlihat sangat ketakutan dan penuh air mata.
“ dengerin Farel kak, meskipun Farel nanti gak ada. Farel janji akan selalu ada di hati kaka. Farel janji akan selalu ada disamping kaka. Farel gak akan ninggalin orang sebaik kak Bima. Farel janji dengan segenap hati. “
“ Tapi farel... “
“ percayalah, Farel ikhlas melakukan ini dan Farel mohon kak Bima juga ikhlas untuk merelakan Farel melakukan hal ini “
Kak Bima hanya memandang wajahku dengan lekat. Lalu dengan tiba-tiba kak Bima mencium bibirku. Sentuhan hangat bibirnya membuatku larut dalam ciuman itu. Air matanya terasa menempel di pipiku. Ciuman itu semakin mendalam, perlahan namun pasti. Kelembutan ciumannya membuatku semakin nyaman.
“ Persetan itu si Ray, buat pacar kaka kaya gini. Kaka gak bisa berbuat apa-apa. Sekarang semua keputusan ada di kamu. Kaka ikuti apa yang kamu mau “
Senyum tipis kuberikan padanya. Lalu ciuman lembut kuberikan kembali padanya.
******
            Setelah mendapatkan persetujuan dari Bima, kini saatnya aku membicrakan hal ini pada kedua orangtuaku. Berat rasanya aku mengatakan hal ini, aku tau orangtuaku pasti menolak usulku ini. Mungkin mereka akan menganggap aku gila dengan keputusankau yang sangat jauh diluar nalar.
Kuberanikan diri untuk membicarakan hal ini pada saat makan malam tiba. Setelah aku menjelaskan panjang lebar pada ibu dan ayahku, aku mendapatkan kritikan pedas terutama dari ayah. Ayah dan Ibu tak menyetujui keputusanku. Bingung rasanya mendengar penolakan mereka. Aku tak tau harus berbuat apa jika sudah seperti ini. Tapi keinginanku ini jangan sampai berhenti disini saja. Aku harus melaksanakan keinginanku ini demi kak Vincent terutama kak Ray.
            Dua hari kemudian aku berkunjung kembali ke rumah sakit. Kak Vincent sudah di pindahkan ke ruang rawatnya. Tubuhnya masih terbujur kaku, belum ada tanda-tanda kesadaran darinya. Alat-alat kedokteran yang terpasang ditubuhnyalah salah satu harapan hidupnya. Saat tiba didalam aku melihat kak Ray yang duduk disamping tubuh kak Vincent. Tangan kak Ray menggenggam tangan kak Vincent yang pucat. Ia berbicara banyak hal pada sosok yang sedang tak sadarkan diri itu. Terdengar tawa menggelegar dari kak Ray namun beberapa menit kemudia sak tangis menggantikannya. Saat aku mencoba merangkulnya, aku mendapatkan sebuah tepisan dingin darinya.
“ Buat apa kamu kesini lagi dek. Kaka udah bilang jangan pernah kesini ganggu kaka sama kak Vincent. Kamu jangan ngambil ksempatan disaat keadaan seperti ini. Saat ini kaka hanya mencintai kak Vincent. Jadi lebih baik kamu pergi karena gak ada gunanya lagi kamu disini “
            Lagi-lagi usiran yang aku dapatkan dari kak Ray. Aku tak ingin banyak bicara, setelah menyimpan parsel buah, aku keluar meninggalkan mereka.
.
.
.
            Sore ini langit tak secerah biasanya. Awan gelap menyelimuti langit, menyembunyikan biru langit yang menawan. Jalanan sepi, hanya ada beberapa orang yang berlalu lalang. Saat ini aku sedang duduk termenung di sebuah halte bus hanya untuk merehatkan tubuhku. Kembali terbayang di fikiranku tentang rencana itu, namun tiba-tiba saja rencana itu pecah berkeping-keping ketika bayangan ayah kembali menghantui.
            Aku bingung harus berbuat apa, jika aku terus memaksakan kehendak, itu hanya akan membuat semuanya menjadi kacau..
Seekor burung pipit hinggap di ranting. Suara kicauan lirihnya terdengar, namun lenyap begitu saja disapu oleh suara derasnya hujan. Dingin mulai menyeruak merasuki tubuhku, bodohnya aku yang lupa uuntuk membawa payung atau jaket.
            Awan semakin gelap, namun aku masih saja duduk di halte. Hujan tak kunjung reda, sepertinya langit menampung begitu banyak air selama beberapa minggu kebelakang. Saat kulihat jam tangan, waktu sudah menunjukkan pukul lima petang. Sepertinya aku harus segera pulang agar ibu dan ayah tak mengomel nanti malam. Kuputuskan untuk menerobos hujan dan melintasi jalan. Namun tiba-tiba sebuah cahaya putih menyilaukan mataku, dan tubuhku terhempas begitu saja hingga kesadaranku mulai tak terkendali. Cahaya cerah tadi kini semakin mengecil digantikan dengan kegelapan yang menyelimuti tubuhku dengan rasa dingin yang lebih menusuk sebelumnya.


            Sebuah tangan mengusap pipiku dengan lembut, pandanganku masih samar meskipun mataku kini sudah terbuka lebar. Suara samar terdengar memanggil namaku. Beberapa detik kemudian mataku kembali normal. Kak Bima duduk dihadapanku dengan berurai air mata. Kuedarkan pandanganku pada seluruh penjuru ruangan. Warna hijau menyala dengan perlengkapan dokter. Rasa sakit tiba-tiba berdenyut di dahiku, setelah kuraba dengan seksama sebuah perban melilit melingkari kepalaku.
“ Fadel, kamu sudah bangun nak? “ suara ibu terdengar nyaring di hadapanku. Sosok wanita itu kini tengah berdiri dengan senyuman yang sumringah.
“ ayah.., farel sudah sadar yah.. “ Ibu memanggil ayah yang sepertinya sedang duduk di luar ruangan.
            Dengan penuh kecemasan pula ayahku masuk, mataanya berkaca-kaca ketika melihatku tengah duduk sambil masih emmandang aneh keadaan.
“ Farel dimaana bu? Ko Farel bisa ada disini sih? “
Kamu mengalami kecelakaan nak, tadi ada mobil yang tabrak kamu. Kamu sekarang ada di rumah sakit, tadi ada bapak-bapak yang nganterin kamu kesini dan ngasih tau kita semua
Pantas saja kepalaku diperban, saat aku mencoba untuk duduk rasa sakit timbul dibagian kakikku. Rasa sakit itu membuat beberapa bulu kudukku merinding. Sakitnya bukan kepalang. Bima segera membantu memposisikanku duduk. Ia memberikan bantal untuk mengganjal pinggang.
  “ kamu gak apa-apa dek? “
  “ seperti yang kaka liat, aku baik-baik aja Cuma kaki aku sakit banget “
  “ mungkin itu Cuma benturan aja, nanti juga bakalan baik lagi. Kamu bakalan cepet sembuh ko dek. Oh iya, kamu belum minum. Jadi nih minum dulu “ Bima memberikan sedotan dan sebotol air mineral. Ku sedot botol itu karena tenggorokkanku terasa begitu kering.
SUDUT PANDANG PENULIS
            Setelah kejadian tak terduga itu, dua minggu kemudian Farel di izinkan pulang meskipun masih harus melakukan rawat jalan. Kali ini Farel masih susah untuk berjalan seperti semula. Setiap kali dia mencoba untuk berdiri rasa sakit dan ngilu di tulang kakinya terasa. Kini ia hanya bias duduk di kursi roda hingga kakinya baik seperti semula.
Di sisi lain, keadaan Vincent masih tak da kemajuan, malah penyakitnya semakin parah dan dia membutuhkan donor hati secepatnya. Kedua orangtua Vincent sangat kewalahan untuk mencari donor hati bagi anaknya, begitu juga dengan Ray yang sama kewalahannya mencari donor hati untuk kekasih tercintanya. Keadaan Vincent yang memburuk seperti ini juga memberikan dampak besar bagi penampilan Ray. Tubuhnya kini terlihat sedikit lebih kurus. Matanya terlihat kelelahan karena ia harus menunggu Vincent semalaman. Hanya keajaibanlah yang akan menyembuhkan Vincent. Entah kapan keajaiban itu akan dating pada Vincent.
.
.
.
            Awal minggu ini, Farel akan check up  untuk perkembangan tulang kakinya. Ia diantar dengan ibunya dan Bima pergi ke ruangan dokter untuk menjalankan pemeriksaan. Setelah menjalankan scaning  untuk keadaan tulang kakinya, penyataan dokter begitu mengejutkan. Farel mengalami pembusukan daging di dalam dan keretakan tulang kakinya begitu parah. Dokter memberikan solusi pada Farel untuk amputasi. Tante Bianca, ibu Farel hanya bias menangis mendengar itu.
            Farel.., dia hanya tersenyum getir sambil menatap kakinya yang sebentar lagi akan  menghilang.  Bima mencoba untuk terlihat tegar sambil merangkul Farel.
*****
            Keputusan itu telah bulat. Setelah mengadakan pembicaraan panjang bersama kedua orang tua Farel, akhirnya mereka menyetujui jika Farel akan mendonorkan hatinya untuk Vincent. Kedua orangtua Varel mencoba untuk mengikhalaskan anaknya. Sebuah kelegaan hati akhirnya Farel dapatkan. Dirinya telah siap untuk memberikan hati bagi Vincent. Setelah mempersiapkan segalanya, akhirnya tepat pada tanggal 1 Agustus 2014 Vincent melakukan operasi penggantian hati.
            Mata indah itu tersenyum manis sambil menatap wajah Vincent yang sedang tak sadarkan diri. Farel menggenggam tangan Vincent dengan erat.
  “ kuberikan haiku ini untukmu kak.., semoga setelah hatiku ini ada dalam dirimu kau bisa hidup sehat seperti semula. Jaga kak Ray dan cintailah dia dengan sepenuh hatimu. Bahagiakanlah kak Ray, jangan sia-siakan cintanya “
Setelah itu mata indah itu tertutup, tertutup untuk selamanya..
EPILOGUE
            Sebuah tangan menyusuri tanah merah yang masih basah. Hujan baru saja reda, awan hitam kini berubah menjadi biru kembali dengan sinar mentari sore yang teduh. Semilir angin menyibakkan rambut pria yang kini tengah duduk bersimpuh disamping gundukan tanah penuh bunga bertaburan di atasnya. Pria itu tersenyum ketika menatap batu nisan bertuliskan Alden Farel Aristo.
  “ Kaka masih susah untuk lupain kamu dek. Kenapa kamu cepet banget ninggalin kak Bima. Kamu tau dek? Kak BIma itu paling gak bisa kehilangan kamu. Dulu aja kaka gak liat kamu satu jam rasanya hampa. Sekarang kamu ninggalin kaka untuk selamanya “
            Air mata mengalir di wajah Bima, semenit kemudian ia seka air matanya dengan punggung tangan.
  “ Kaka iri sama Ray, kamu mencintai Ray dan rela berkorban buat dia. Kapan ya kaka bisa dapetin pacar kaya gitu? Tapi, kaka seneng ko. Kaka bisa jadi pacar kamu walaupun sebentar. Setidaknya kaka bisa merasakan pelukan hangat kamu. Oh iya, kaka Cuma mau bilang kalau keadaan Vincent sekarang udah jauh lebih baik dari sebelumnya. Dia udah mulai aktif kuliah lagi “
  “ Ray juga sekarang udah kembali bisa senyum. Itu berkat pengorbanan besar kamu dek. Apa yang kamu harapkan terjadi. Senyum Ray kembali seperti semula. Oh ya kaka juga bawa bunga nih dari Ray buat kamu “
Sebuket bunga mawar merah Bima simpan tepat diatas kuburan Farel.
  “ Ray belum bisa kesini, dia lagi ngejar tugas yang ketinggalan satu bulan yang lalu. Mungkin seminggu kemudian dia baru bisa kesini buat nemuin kamu dek. Kamu yang bahagia ya disana. Kak Bima pasti do’akan kamu selalu disini. Sekarang kak Bima harus pergi dulu. Masih ada urusan lain yang harus kak Bima selesaikan. Kak Bima sayang Farel dan semoga Farel juga sayang kak Bima “
END

            Cinta itu tak harus memiliki. Cinta yang sesungguhnya adalah ketika ada seseorang yang perduli terhadap dirimu dan rela berkorban apapun demi senyum kebahagian dirimu, orang yang tulus mencintaimu adalah orang yang masih tetap mencintaimu meskipun dirimu pernah mengoyakan hatinya. Apa yang dilakukan Farel demi kebahagian Ray memang hal yang gila. Namun itulah yang dinamakan cinta, apapun bisa terjadi demi kebahagiaan untuk orang yang dicintai. Satu hal yang harus kalian ketahui adalah jangan pernah menyia-nyiakan orang yang tulus mencintaimu..

Terimakasih atas waktunya untuk membaca cerpen two shoot ini. Semoga berkenan di hati kalian…

MAAF BILA ADA KESAMAAN NAMA, TOKOH, TEMPAT, ATAPUN KEJADIAN YANG PERNAH DI ALAMI PARA PEMBACA. CERITA INI HANYALAH KARANGAN FIKTIF BELAKA.

MAAF KALAU BANYAK TYPO hehehehe...

Komentar

  1. Farel egois banget , lebih mentingin hatinya , gamentingin hati lain yg tersakiti , bukannya beruntung dapetin bima ,malah ttp pengen sama ray , sumapah farel bodoh banget sumpah deh

    BalasHapus
  2. pas mulai baca dari awal cerita perasaanq mengatakan bahwa aku gak sreg ma ceritanya jadi gak dilanjutin sampai selesai cuman mau ninggalin jejak aja nih biar penulisnya semangat buat cerita yang lebih bagus :)

    BalasHapus
  3. Fahmi Septyan : ^_^ maaf kalau tokoh Farelnya buat kesel hehehehe... itulah cinta. Apapun bisa terjadi meskupin hal itu mustahil dilakukan.

    Aoi Sora : terimakasih banyak atas kunjungannya ^_^ tulisan saya memang belum sebagus karya tulis penulis hebat. Mohon dimaklumi jika tidak tertarik xixixixixi.. tetapi terimakasih banyak yaaaa...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

CINTA SEGI EMPAT ( CHAPTER 15 )

I JUST LOVE YOU ( TWO SHOOT )

KARAM (Kama & Rama) #Bagian1