WINTER SADNESS (CHAPTER SIX)
Langit sudah mulai gelap, namun kegelapan
malam itu tak membuat Stefan goyah untuk pergi dari caffe di sebrang kampusnya.
Ia masih duduk santai dengan keempat sahabat baiknya sambil bercengkrama. Keadaan
caffe masih ramai saat itu. Alunan lagu Hearth and Soul dari Kenny .G
mengalun dengan indah. Lagu itu membuat seisi caffe begitu terasa romantis.
Sebuah pesan
tertera dalam ponsel milik Stefan.
From : Pria
Dungu (Evan)
Maaf bung, aku
baru memberitahukanmu sekarang. Adikmu sudah kuantarkan pulang tadi. Sebaiknya
kau segera pulang dan temani dia. Jangan lupa beri dia obat, kau harus temani
dia dan memastikan kalau obat dari dokter ia minum. Adrian sepertinya sedikit
bandel dengan yang namanya meminum obat. Maaf aku baru memberitahumu, pangeran
sepertiku memiliki schedule yang sangat padat. Jangan memandang pesan singkatku
ini dengan tatapan jijik!
Ia mendecak kesal, mem-poutkan bibir
atasnya. Ia pikir Evan terlalu percaya diri. Darren yang duduk di sampingnya
membaca pesan itu lalu memalingkan wajahnya. Melihat ekspresi Stefan yang kini
sedang terlihat kesal.
“ hisshh.. kau ini. Kenapa wajahmu ditekuk seperti itu? Kau seharusnya
bersyukur karena dia telah menolongmu. “
Semua mata
teman-teman yang lainnya dengan seketika menoleh.
“ ada apa? “ tanya Peter.
“ Stef mendapatkan pesan dari Evan. Dia bilang, Adrian
sudah diantarkan ke rumah olehnya dan sekarang Stefan harus pulang “ jelas
Darren pada semuanya. Lalu dia kembali menyeruput milk tea miliknya.
“ ah~~ pria itu sepertinya sangat menyayangi adikmu
Stefan. Dia selalu ada disaat apapun adikmu membutuhkannya. Haaahh pria yang
bertanggung jawab. Apa mereka sudah menjalin hubungan? “ James mencondongkan
tubuhnya, tak sabar mendengar jawaban dari mulut Stefan.
“ cih! Apa urusannya denganmu James? Pria bodoh itu
memang menyukai adikku dan sepertinya adikku juga menyukainya. Tapi tetap saja,
aku akan mengawasinya. Dia pria playboy, aku takut ia menyakiti hati adikku. “
Darren menyeruput milk tea terakhirnya lalu
berbicara.
“ playboy bagaimana? Aku tak pernah
melihatnya berpacaran selama ini. Aku hanya melihat dia belajar, belajar, dan
belajar. Ia anak yang tekun, aku baru kali ini melihatnya mendekati seseorang
seperti itu “
Stefan menatap
Darren dengan curiga, tatapan itu sedikit membuat Darren merasa kikuk. Ia salah
tingkah.
“ jadi selama ini kau selalu memperhatikannya euh? Kau
menyukai Evan? “
Darren
memicingkan matanya.
“ apa? Tidak. Hanya saja menurutku pendapatmu salah Stefan. Dia pria baik,
jadi menurutku dia cocok untuk Adrian. Sudahlah restui mereka berdua. Lagian,
Evan tipe pria yang romantis. Adikmu pasti sangat menyukainya. Ah~~ andai saja
aku memiliki kekasih romantis sepertinya. Aku pasti akan menjadi orang paling
bahagia di dunia “
Darren
menopang dagu dengan tangannya, memejamkan mata sambil tersenyum dan menggumam
dengan imut.
“ sebaiknya kau segera pulang Stefan, kasihan jika Adrian ditinggalkan
sendirian terlalu lama “
“ ya sebaiknya aku segera pergi sekarang, Peter kali ini kau yang membayar
semuanya ya. “
Stefan
mengenakan jaketnya lalu menggendong tasnya. Darren memegang tangannya lalu
dengan tatapan puppy eyes nya ia meminta ingin ikut melihat keadaan
Adrian.
“ kau yakin ingin ikut ke rumahku? Ini sudah malam. “
“ ayolah Stefan. Banyak yang ingin aku bicarakan dengan
adikmu. “
“ tapi.. “
“ aku akan memberi tahu daddy bahwa aku akan pulang
telat. Ayo! Semuanya.. kita pergi duluan. Hati-hati saat perjalanan pulang
kalian. Bye.. “
Darren
menggandeng Stefan keluar dari caffe. Ketiga temannya tertawa cekikikan melihat
tingkah Darren yang kekanakan terhadap Stefan.
******
Sepanjang perjalanan tak banyak yang mereka berdua
bicarakan. Angin malam ini menyibakan rambut Darren. Matanya sedang berpendar,
mengamati benda yang ada di kiri jalanan. Lampu jalan, pohon-pohon yang
terlihat gelap, lalu beberapa mobil yang melaju di sisi kiri jalan. Alunan
musik dalam mobil terdengar jelas di telinga Darren. Tak tahu musik apa yang di
dengarkan, tapi Darren cukup menikmatinya dengan mengangguk-anggukkan
kepalanya. Hingga tanpa ia sadari, matanya semakin lama semakin terpejam. Membawanya
kedalam sebuah dunia baru. Dunia dimana segalanya berubah menjadi kenyataan.
Jari jemari halus itu mengusap lembut pipi Darren.
Menghantarkan kehangatan layaknya sang mentari di musim semi. Aroma parfum yang
ia kenali sangat melekat di tangan itu. Darren menoleh, Stefan kini sedang
menyetir sambil sesekali meliriknya dan tersenyum. Darren menggenggam tangan
itu dan menciumnya dengan lembut. Sebuah tawa kecil dari Stefan terdengar.
“ aku mencintaimu Darren. “
Kalimat itu
sontak membuat ia terkejut.
Stefan menghentikan laju mobilnya. Berhenti di sebuah jalan yang sepi dibawah
temaram lampu jalanan.
“ apa aku tidak salah dengar? “
Stefan memutar
tubuhnya hingga menghadap kearah Darren. Matanya yang indah bagaikan nirwana
dengan hiasan pelangi dari Dewi Iris itu menatap tajam. Menusuk pandangan
Darren dan membuatnya menjadi gugup.
“ ya, aku Stefan Miller mencintaimu Darren Hudson. Maukah
kau menjadi kekasihku? “
Sebuah rona
merah di pipinya mengembang, semakin lama semakin merah karena rasa malu.
“ benarkah yang kau katakan? Aku juga sangat mencintaimu
Stefan “
Sunggingan
senyum di bibir Stefan terlihat seribu kali lebih manis dari biasanya. Tangan
Stefan dilingkarkan ke tengkuk Darren. Semakin lama, wajahnya semakin mendekat.
Deru nafas yang menggebu terasa di wajah Darren. Wajah mereka semakin lama
semakin mendekat..
.
.
“ Darren, bangun. Kita sudah sampai. Kau sedang bermimpi
euh? “
Darren terus
memanyunkan bibirnya sambil cekikikan malu. Pipinya semakin merona ketika
Stefan melihatnya dengan lekat.
“ I love you Stefan “
Stefan
memicingkan matanya lalu tersenyum geli.
“ haish dasar, kau pasti sedang memimpikanku. Apakah aku se-spesial itu di
matanya? Hah~ lama-lama aku gemas denganmu Darren. “
Stefan keluar
dari mobilnya. Lalu ia membuka pintu mobil di sisi kiri dan menggendong Darren
memasuki rumah.
*****
Adrian
baru saja selesai minum obat ketika Stefan membuka pintu sambil menggendong
Darren di pangkuannya yang sedang tertidur dengan pulas. Stefan menjelaskannya
kepada Adrian dan memintanya untuk mengambilkan selimut tambahan yang ada di
dalam lemari kecil untuk Darren.
Hawa
panas mala mini membuat Darren sedikit merasa tak nyaman. Ia gelisah dalam
tidurnya diatas sofa. Keringat mulai bercucuran di dahinya. Bahkan badannya
sudah mulai basah dengan keringat.
“ nngggghhhhh~~ “
Darren melengguh, lalu matanya terbuka. Ia
bangkit dengan mimik wajah yang terkejut. Ia melihat ke segala penjuru ruangan.
Namun hatinya kembali tenang ketika melihat foto yang di dalamnya ada Stefan
yang sedang tersenyum.
“ kau sudah bangun
ternyata, tidurmu di dalam mobil nyenyak sekali. Aku tak kuasa membangunkan
peri manis dalam tidurnya “
Stefan kini duduk di sebelah Darren yang
masih mengumpulkan nyawanya. Stefan sudah mengganti bajunya. Terkesan lebih
santai dengan kaus oblong berwarna abu-abu dan celana pendek warna hitam.
“ kau gerah? “
Darren mengangguk.
“ sebaiknya kau
mandi, bajumu basah terkena keringat “
“ tapi aku tak
membawa baju ganti “
“ kau bisa
memakai bajuku “
“ oh ya, dimana
Adrian sekarang? “
“ kau bisa
menemukannya nanti setelah kau mandi. Adrian ada di kamarnya, ayo cepatlah.
Sebaiknya kau cepat mandi. Badanmu sangat bau “
Darren
menurut, seperti layaknya anak berusia lima tahun yang menuruti apa kata orang
tuanya. Dengan langkah malas ia pergi menuju kamar mandi. Hanya memakan waktu
lima belas menit, Darren keluar dengan handuk yang melilit di bagian bawah
tubuhnya. Untuk beberapa saat Stefan terpaku melihat tubuh mungil Darren hanya
berbalutkan handuk putih saja. Itupun handuk yang digunakan begitu kebesaran
hingga longer. Memperlihatkan sedikit bulu-bulu halus di bagian intinya.
“ jangan
melihatku seperti itu Stef, aku bukan patung “
Stefan meneguk air ludahnya dengan susah
payah. Namun, kedatangan Adrian dari kamarnya membuyarkan fantasi liar yang
sedang dibayangkan oleh Stefan.
“ Darren? Ayo
cepat, masuk ke kamarku. Aku sudah menyiapkan baju untukmu “
“ ah iya, tunggu
aku Adrian “ Darren segera menaiki tangga dengan terbirit-birit. Mata Stefan
masih belumn lepas dari tubuh Darren.
.
.
.
Adrian
masih terkikik geli di atas kasurnya sambil melihat Darren yang sedang
berputar-putar di hadapan cermin. Darren sudah mengenakan baju milik Stefan.
Baju panjang dengan celana training yang hangat. Baju itu terlalu besar untuk
ukuran tubuhnya. Darren terlihat seperti lelaki yang tenggelam dalam baju yang
dipakainya.
“ tak adakah baju
yang sesuai untukku. “
“ tak ada Darren, bajuku sama ukurannya dengan
ukuran Stefan. Jadi mungkin sama saja jika kau memakai punyaku “
“ hish, kalian
memang keluarga raksasa. “
Adrian kembali terkikik. Darren segera
menghampirinya dan tertidur diatas kasur milik Adrian. Ia memainkan boneka
kura-kura yang ada di sampingnya.
“ ini boneka
pemberian Evan? “
Adrian membaringkan tubuhnya.
“ bukan, itu
pemberian dari Stefan “
Entah
kenapa ketika mendengar kata Stefan, Darren merasa sangat bahagia. Rona merah
di wajahnya juga muncul. Ia tersenyum malu sambil memeluk boneka kura-kura itu.
“ ada apa
denganmu Darren? “
“ bolehkah aku
bercerita sesuatu padamu? “
“ ya tentu saja.
Aku akan mendengarkannya “
Malam itu,
mereka habiskan dengan bercerita satu sama lain. Darren mulai berani
mengungkapkan perasaannya terhadap Stefan kepada Adrian. Adrian juga
menanggapinya dengan baik, ia mendukung apa yang menjadi pilihan Darren. Hingga
akhirnya mereka memutuskan untuk tidur karena malam sudah sangat larut.
Aroma bunga tulip tercium dengan
segar pagi ini, Adrian terbangun dengan semangat baru yang menggebu. Hari ini
ia mulai kembali masuk kuliah dan rencananya pagi ini Evan akan menjemputnya.
Hari yang menyenangkan bukan?
Kakanya Stefan
sudah berangkat lebih dulu karena harus mengantarkan Darren yang semalam
menginap di rumah. Oh ya, Adrian cukup merasa kaget ketika semalam Darren
membicarakan perasaannya terhadap kakanya. Awalnya Adrian pikir Darren adalah
pria normal yang tertarik dengan perempuan. Tapi ia cukup senang apabila suatu
saat nanti Darren bisa benar-benar bersama Stefan. Adrian pikir, Darren bisa
menjadi kaka ipar yang baik untuknya.
Suara ketukan pintu mengejutkan
Adrian yang masih sibuk dengan bekal makannya. Ia sedang membuat roti bakar
dengan selai kacang untuk dibawanya dan diberikan kepada kakanya. Seseorang
masuk ke dalam rumah lalu duduk di meja makan dan memandangi Adrian dengan
seksama.
“ selamat pagi Adrian. Apa yang sedang kau lakukan? “
“ dasar pria tidak sopan. Aku kan belum memperbolehkanmu
masuk ke rumah. “
Evan tertawa
dan menghampiri Adrian yang sedang fokus mengoleskan selai kacang pada
roti-roti bakarnya. Evan mengambil satu roti dan melahapnya sekaligus, membuat
Adrian cukup kesal dan memukul bahunya.
“ itu untuk bekal Stefan, kenapa kau makan? “
“ haish.. ketika kau sudah sembuh kenapa kau berubah
menjadi galak seperti ini padaku? Aku lapar Adrian, apa kau tidak merasa
kasihan padaku eum? “
Adrian
menggelengkan kepala sambil menata roti panggang itu di dalam sebuah wadah
pelastik untuk ia bawa.
“ kau kan bisa memintaku untuk membuatkan yang baru “
“ kalau begitu, bisa kah kau membuatkannya lagi untukku?
“
Evan
mengeluarkan puppy eyes nya sambil menyandarkan kepalanya di bahu Adrian.
“ baiklah, akan ku buatkan untukmu. Roti selai kacang
atau mau selai yang lain? “
“ terserah saja, apapun yang kau buat pasti enak dimakan
“
Adrian
terkekeh geli.
“ baiklah, aku akan membuatkanmu roti selai kacang saja
ya. “
Evan memeluk
Adrian dari bellakang.
“ kau akan menjadi pendamping yang baik untukku. Haahhh..
calon istriku yang baik “
Evan mengecup pipi Adrian
lalu berlari keluar sambil tertawa bahagia. Adrian menjerit kesal dan kembali
membuatkan roti selai kacang dengan bibir manyunnya.
Komentar
Posting Komentar