Bunga Latar (Bagian 2)
Seperti layaknya lampu
jalanan, ia berdiri di tepi jalan dengan bajunya yang rapi. Meskipun ia baru
selesai test di perkuliahannya, wajahnya tidak nampak lelah. Bahkan wajahnya
tetap cerah seperti biasa.
Angin sore yang
berhembus membuat bulu di sekujur tubuhnya meremang. Mengingat ia hanya
mengenakan kaus dengan lengan pendek dan celana denim pendeknya yang berwarna
cokelat.
Al sedang menunggu jemputan dari seseorang. Hari ini ia
akan melayani seorang pengusaha muda yang telah menghubunginya beberapa hari
yang lalu. Mereka bertegur sapa dalam sebuah aplikasi chatting. Pengusaha itu menawarkan uang yang jumlahnya cukup banyak
dan pas untuk menyenangkan hati adik-adiknya yang ingin pergi berlibur.
Setengah jam ia
menunggu, akhirnya ada sebuah mobil hitam yang berhenti di hadapannya. Kaca
jendela mobil itu dibuka, terlihat seorang pria dengan kisaran usia tiga puluh
lima tahun duduk di depan setir mobil. Lelaki itu mengenakan kaca mata hitam,
mengenakan kemeja berwarna ungu ketat yang kancingnya sengaja ia buka dua.
“Alum ya?” tanya pria itu sambil membuka
kacamatanya. Pria itu tidak terlihat setua umurnya.
“Iya, om Ivan kan?”
“Iya, ah jangan panggil saya om. Panggil aja
bang Ivan”
Al memberikan senyuman
manisnya yang bisa menggoda siapapun.
“Ya udah, yu masuk”
Al mengangguk dan
berjalan masuk ke dalam mobil.
Kedua pria itu berjalan mengelilingi kota. Menikmati
segarnya udara sore menjelang malam yang sejuk. Terkadang mereka juga saling
melontarkan gurauan yang mengundang tawa diantara keduanya. Lelaki bernama Ivan
itu juga tak melewatan kesempatannya untuk memegang tangan Al, bahkan ia juga
beberapa kali memegang paha Al yang kecil dan mulus.
“Kita mau kemana sekarang sayang?” tanya
lelaki hidung belang itu.
“Terserah abang saja, Al ngikut”
“Kalau gitu kita ke hotel abang aja yuk.
Abang capek nih”
Lagi-lagi Al mengangguk
sambil memberikan senyum manis kepadanya.
Hotel mewah bergaya klasik itu membuat Al sedikit
tercengang. Ia belum pernanh mengunjungi hotel semewah ini sebelumnya. Biasanya
ia hanya singgah di hotel yang biasa saja. Yang penting ada kasur dan kamar
mandi.
Lelaki hidung belang
itu mengajaknya ke salah satu kamar VIP paling mewah di hotel ini. Ruangannya
sangat besar. Al sampai berkali-kali berdecak kagum.
“Kamu suka suasana hotelnya?”
“Suka bang, enak ya. Ini hotel punya abang?”
Lelaki itu mengangguk.
“Coba kamu buka deh jendela itu.”
Ivan menunjuk ke pintu
jendela menuju balkon. Al menurutinya, mebuka pintu itu. Pemandangan kota malam
hari dengan kelap-kelip lampu terhampar dengan indah. Menyapa mata Al yang kini
sedang menikmatinya.
Iavn tiba-tiba
memeluknya dari belakang. Menciumi tenkuk Al yang halus dan wangi parfum.
Remasan tangannya di bagian bokong membuat Al sedikit mendesah.
“Kamu siap sayang?”
Al mengangguk pasrah,
tubuhnya dipangku menuju ranjang penderitaan. Sekali lagi Al harus membiarkan
tubuhnya dinikmati orang lain.
.
.
Mereka berdua baru saja menyelesaikan permainan panasnya.
Al kini sedang tertidur lelap di atas pangkuan Ivan yang juga sama-sama
tertidur. Tanpa mereka berdua sadari, seseorang sedang mengawasi mereka dari
ruang control. Ivan lupa bahwasanya di dalam kamar pribadinya di hotel itu
sebenarnya telah dipasang kamera cctv.
Ketika mereka tengah dimanjakan oleh mimpi malam, suara
ketukan pintu yang mengganggu mulai terdengar. Suara gedoran itu semakin lama
semakin keras. Al terbangun dengan mata yang menyipit. Begitu juga dengan Ivan,
Al mengusap wajah Ivan.
“Siapa itu bang?”
“Enggak tau, ganggu banget tengah malem gini”
Ivan keluar dari
nyamannya ranjang berukuran besar itu. Tubuhnya yang telanjang ia tutupi dengan
baju handuk berwarna biru dongker. Ketika pintu dibuka, seorang perempuan
menyeruak masuk dengan marah. Ia menampari Ivan dengan brutal. Al hanya bengong
bercampur kaget di atas ranjang. Menutupi badannya yang tanpa busana dengan
selimut putih yang tebal.
“Papa bisa jelaskan semuanya Ma” ucap Ivan
sambil memegang lengan perempuan yang ternyata adalah istrinya.
“Gak perlu dijelaskan lagi, Mama sudah lihat
semuanya dari cctv.”
Sorot mata perempuan
itu mengarah pada Al kini. Dengan beringas wanita itu berjalan menghampiri Al.
Wanita itu menjenggut rambut Al hingga ia jatuh ke lantai. Selimutnya
tersingkap hingga kini Al telanjang di hadapan wanita itu. Al dipukuli tanpa
ampun. Pahanya diinjak dengan sepatu berhak tinggi. Ia tidak bisa melawan.
Hanya diam saja sambil menyadari kebodohan yang sudah ia perbuat.
*****
Alum
P.O.V
Aku tak ingin lagi bekerja menjadi seorang pelacur. Sudah
cukup penghinaan itu diberikan oleh istri lelaki hidung belang bernama Ivan.
Aku tidak mau lagi ada istri-istri lain yang menjambak rambutku dengan kasar.
Sudah satu minggu ini
aku tidak menerima pesanan dari lelaki manapun. Kemarin, orang yang selalu
menyewaku dengan harga yang mahal menemuiku. Ia memohon padaku agar aku mau
melayaninya untuk yang terakhir kali. Namun aku tolak.
Setelah kejadian di hotel itu aku menjadi takut. Aku
selalu merasa diikuti kemanapun aku pergi. Setiap aku melewati gan rumahku yang
gelap itu, aku merasa ada orang yang mengawasiku.
Seperti malam ini, hari
ini aku terpaksa harus pulang malam karena setelah selesai kuliah tadi aku
mencari pekerjaan kesana kemari. Mencari lowongan pekerjaan di setiap toko
swalayan dan restoran. Karena terlalu serius, aku sampai tidak meyadari bahwa
waktu sudah beranjak malam.
Tadinya aku ingin menelfon bang Sena untuk menjemputku.
Tapi aku takut, aku takut menganggu waktu istirahatnya karena aku tahu ia
sedang sibuk saat ini di kantornya. Meskipun aku juga tahu dia pasti akan
menjemputku, tapi ya aku tidak enak.
Aku memasuki gang
rumahku yang gelap. Kedua sisinya dihimpit oleh tembok rumah yang sudah
berlumur.
Pletak!
Aku mendengar suara
lemparan batu yang mengenai tembok. Refleks aku melihat ke belakang. Tak ada
siapapun, yang ada hanyalah jalan kosong dengan gelam yang mencekam. Aku
berbalik lagi untuk berlari menuju rumah, namun sesuatu memukul kepalaku hingga
aku pusing dan ambruk di tanah.
.
.
.
Aku terbangun dalam keadaan tangan dan kaki yang terikat
pada sebuah bangku. Dinginnya angin malam menyadarkanku bahwa kini aku tanpa
busana. Tasku menghilang, begitu juga dengan baju yang sudah ditanggalkan dari
tubuhku. Udara dipenuhi oleh bau sampah yang telah membusuk. Aku ingat, ini
tempat pengumpulan sampah di dekat rumahku. Daerah ini biasanya sepi karena
tidak ada rumah penduduk. Hanya ada tumpukan sampah yang bau.
Tiga orang berjalan menghampiriku dari kejauhan. Dua
orang mengenakan celana jeans robek. Tinggi besar seperti beruang madu di hutan
rimba. Seorang lagi berjalan agak gemulai. Mengenakan rok span yang pas
dipakai. Setelah jaraknya dekat, aku bisa melihatnya dengan jelas. Aku tak
kenal dua pria itu, namun aku mengenal si wanita. Istri dari Ivan yang tempo
hari menjambak rambutku dan menyiksaku. Mereka tertawa ketika melihatku
ketakutan. Tubuhku kini gemetar hebat.
“Sudah bangun ternyata si jalang. Apakabar
dirimu? Masih bekerja sebagai pelacur murahan?”
Kata si wanita sambil
mengelus pipi lalu menamparnya
“Malam ini aku bawakan dua orang khusus
untukmu. Dua orang yang akan memuaskan nafsu jalangmu itu pelacur!” katanya
lagi.
Wanita itu menghampiri
si lelaki, memberi mereka masing-masih satu gepok uang yang entah berapa
jumlahnya. Wanita itu lalu pergi meninggalkan kami.
“Selamat bersenang-senang jalang”
Kedua pria sangar itu
menatapku dengan liar. Matanya memandang ke arahku dengan tatapan lapar. Aku
memang selalu bermain dengan banyak orang. Tapi diperkosa seperti ini rasanya
aku tidak mau. Ada penolakan dari diriku sendiri. Lelaki pertama memegang
tengkukku dengan kasar. Mengarahkan wajahku ke selangkangannya yang kini sudah
terbuka tanpa celana. Aku mencium bau aneh di tubuhnya. Sangat bau sekali hingga
aku ingin muntah. Ia memasukan dengan paksa barangnya yang besar ke mulutku.
Lelaki kedua bermain dengan dua bongkah daging di bawah
pinggangku. Ia menamparnya hingga aku merasakan panas di kedua bokongku. Air
mataku mulai mengalir. Aku tak mau diperlakukan seperti ini. Aku memang seorang
pelacur, tapi pemerkosaan ini sungguh sangat merendahkan diriku yang telah
rendah ini. Aku hanya menangis, sentakan selangkangan si lelaki pertama semakin
brutal. Aku mual dibuatnya karena benda yang ia miliki mulai memasuki
kerongkonganku. Lelaki kedua mulai memasuka sesuatu kepada anusku. Aku tak tau
apa itu, yang pasti sangat mengoyak dan membuatku merasa seperti terbakar.
Tubuhku seperti boneka. Aku tak bisa melawan karena
ikatan tali yang teramat kencang. Aku hanya berdoa agar ada yang menolong.
Siapapun itu pasti akan aku ucapkan terima kasih.
Ikatan kakiku
dilepaskan. Si lelaki pertama mengeluarkan barangnya dari mulutku. Aku
terbatuk-batuk, mereka tertawa melihatnya. Aku berontak, sengaja aku
menendangkan kakiku ke arah mereka berdua. Namun percuma saja. Kakiku ditahan
oleh mereka. Mereka berdua memposisikan kakiku untuk mengangkang lebar-lebar.
Angin dingin mengusap anusku yang sudah memerah. Kedua pria itu mendekat maju.
Mereka menanggalkan semua pakaiannya. Bau busuk semakin tercium di hidungku.
Mereka lalu memperkosaku. Aku menjerit. Meminta tolong dengan menangis.
Berteriak meminta tolong, namun mulutku lagi-lagi disumpal kembali oleh barang
milik si lekaki pertama.
Ketika mereka sedang keenakn mendesah, tiba-tiba saja
sebuah batu melayang. Mengenai kepala si lelaki kedua yang sedang memaju mundurkan
selangkangannya ke anusku. Lelaki kedua itu ambruk di atas tubuhku dengan darah
yang mengalir di kepalanya. Si lelaki pertama mengeluarkan barangnya. Berteriak
menantang kepada siapa yang melempar batu. Ia mengenakan bajunya kembali dan
bersiaga. Dari ujung jalan seseorang berlari. Semakin mendekat dan semakin
mendekat. Ia melemparkan batu kedua yang hampir mengenai si lelaki pertama yang
bersiaga.
Aku melihat sosok Sena disana. Wajahnya memerah karena
geram. Air mata menggenang di bola matanya. Ia berteriak marah lalu menghajar
si lelaki pertama yang juga menyerangnya. Mereka berdua saling beradu pukulan.
Aku melihat Sena menangkis dan menyerang. Setelah sepuluh menit saling
menyerang, akhirnya si lelaki pertama itu ambruk di tanah. Sena memukul bagian
selangkangannya lalu menonjok wajahnya. Ketika ambruk, aku melihat hidung si
lelaki pertama itu bengkok.
Sena berlari ke arahku. Ia menangis sambil membuka ikatan
tanganku. Ia memelukku sambil sesenggukan menangis. Memberikanku baju
hangatnya.
“Maafkan abang Al, maafkana bang. Abang lihat
semuanya. Bajingan dua lelaki itu”
“Sudah bang, abang jangan peluk Al. Al sudah
kotor bang. Al pelacur. Harusnya abang biarkan saja Al diperlakukan seperti itu
oleh mereka. Al memang hina”
“Abang gak bisa biarkan kamu diperlakukan
seperti itu. Abang terlalu sayang sama kamu Al”
Sena memelukku lagi,
setelah itu ia menggendongku.
“Turunkan Al bang, bagaimana kalau orang lain
melihat kita”
“Abang gak perduli, abang antarkan kamu
pulang sekarang.”
.
.
.
Aku sudah berada dalam kamar. Tubuhku sudah bersih dan
berpakaian rapi. Sena menaikan selimut sampai dadaku. Ia duduk di sebelahku
sambil mengelus kepalaku.
“Makasih ya bang”
“Abang emang harus jaga kamu Al”
“Maafkan Al, Al janji Al akan berhenti dari
pekerjaan itu bang. Al kapok, lebih baik Al bekerja menjadi pelayan toko saja”
“untuk saat ini kamu jangan pikirkan itu.
Biar biaya sekolah adikmu abang saja yang pikirkan. Kamu dan adik-adik kamu
jadi tanggung jawab bang Sena”
“tapi bang..”
Sena tiba-tiba menciumku.
Ciumannya sangat lembut hingga aku terhanyut.
“Jangan ngelak lagi, abang sayang kamu Alum”
Ia menciumku lagi. Kali
ini ia membelai rambutku.
“Tidurlah, abang Sena cinta sama kamu Alum.
Nyenyak ya”
Ia tersenyum dan
senyumannya itu memberika kehangatan baru untuk hatiku.
Komentar
Posting Komentar