PANGERAN OTOPED (ONE SHOOT)
“ Kamu kenapa? “
Tanya anak kecil yang membawa otopetnya. Ia duduk menemani
anak lelaki lain yang sedang duduk memeluk lututnya yang terluka. Anak lelaki
yang terluka itu tak menjawabnya, ia hanya terus merunduk sambil menangis.
“ Sakit ya? Tunggu
sebentar, aku punya sesuatu buat kamu “
Anak lelaki yang membawa otopet itu merogoh saku celananya,
ia mengeluarkan satu buah plester bergambarkan hati.
“ Sini aku pakein
plesternya “
Anak kecil pembawa otopet itu dengan perlahan-lahan
menempelkan plesternya tepat di atas luka si anak lelaki yang menangis.
“ nah, udah.
Sekarang kamu jangan nangis lagi ya. “
Anak itu mengusap air mata yang ada di pipi si anak yang
terluka.
“ oh iya, nama aku
Geraldo. Nama kamu siapa? “
Dengan malu-malu dan tersenyum manis, si anak yang terluka
menjawab.
“ Nama aku Qory,
makasih ya Geraldo “
“ iya sama-sama.
Rumah kamu dimana? “
Qory menunjuk rumah berwarna oranye di ujung jalan.
“ Aku anter pulang
ya, kamu kan lagi sakit. Ayo naik ke otopet aku “
Dengan hati-hati Geraldo memapah Qory menuju otopetnya yang
iya simpan di sisi jalan.
*****
Mimpi itu,
lagi-lagi aku bermimpi tentang dirinya. Ku atur posisiku untuk duduk di
ranjang. Air mataku tiba-tiba menetes. Tak bisa kupungkiri lagi bahwa aku memang
merindukan Geraldo, si pangeran otopetku. Sudah seminggu ini entah kenapa aku
selalu mengingatnya. Ia adalah sahabat sekaligus cinta pertamaku.
Semenjak
kejadian di taman waktu itu, aku dan dirinya menjadi teman yang sangat akrab.
Setiap pagi ia selalu menjemputku dengan otopetnya dan kami pergi bersama-sama
ke sekolah. Aku menganggapnya sebagai seorang pangeran yang melindungiku. Ia
sangat tampan saat kecil dulu, ia juga sangat mengayomiku. Setiap ada
teman-teman di sekolah yang mengerjaiku, ia selalu memarahi mereka dan
mengajakku pergi membeli permen agar aku tidak menangis.
Kami
selalu bersama, dimanapun dan kapanpun. Karena kebersamaan inilah akhirnya aku
jatuh cinta padanya. Dulu pada saat aku masih kecil, aku hanya menganggap bahwa
perasaanku ini hanya sebatas kagum saja. Tapi semakin bertambahnya usia, aku
menyadari bahwa aku mencintainya hingga saat ini.
Kebersamaan kami berdua terpisahkan ketika keluarga Geraldo
harus pindah rumah ke Kanada. Ayahnya yang kala itu adalah seorang pengusaha
sukses harus pergi ke Kanada untuk kepentingan bisnisnya. Geraldo pergi tanpa
memberitahuku. Ia hanya menuliskan sebuah surat dan menyimpannya di depan pintu
rumahku. Surat itu masih tersimpan di laci lemariku. Ketika aku merindukannya
seperti saat ini, aku selalu membaca surat itu.
.
.
Ku hapus
air mata di pipiku. Aku menarik nafas untuk menenangkan diriku. Setelah tenang
aku segera bangkit untuk mempersiapkan diri menuju kampus.
Sekarang usiaku sudah 19 tahun, aku telah menjadi seorang
mahasiswa di universitas ternama. Selain itu, aku juga telah bekerja sampingan
sebagai penyiar radio di salah satu stasiun radio yang ada di kota tempatku
tinggal. Sehari-hari, aktivitasku hanyalah belajar di kampus dan siaran
radio. Terdengar sangat membosankan memang, tapi entah kenapa aku merasa nyaman
dan bahagia dengan aktivitasku ini.
Pagi ini
aku pergi ke kampus dengan semangat yang baru. Ku abaikan dulu perasaan rinduku
pada Geraldo untuk fokus kuliah hari ini.
Tak ada yang berubah di kampus hari ini, hanya duduk di
bangku sambil mendengarkan ocehan dosen. Terus saja seperti itu sampai siang
hari. Ketika kelasku hari ini sudah usai, aku pergi ke caffe dekat kampus untuk
mengisi perut yang keroncongan dengan temanku. Inilah waktu yang menyenangkan
bagiku, bercengkrama bersama teman sedikit demi sedikit akan membuat diriku
lupa dengan Geraldo.
“ ry, malem nanti
lo siaran lagi kan? “
“ iya nih, ntar
malem gue ngisi acara curhat sama musik begitu. “
“ wah, gue mau
request sekalian curhat ah ntar malem. Gue lagi galau nih. Inget si Pedro terus
“
Rengek sahabatku, Aubry. Minggu lalu, jalinan kasih yang
sudah dirajut Aubry dengan pacarnya Pedro memang harus putus di tengah jalan.
Entah apa yang membuat mereka memutuskan untuk pisah, yang pasti hal itu sangat
menyakitkan perasaan Aubrey. Buktinya ya seperti ini. Ia selalu menggalau.
“ bry, can you
forget about him? come on you should move on from him. Lo tuh kaya
kagak ada cowok lain aja. Nih liat, samping lo masih ada gue “
Tiba-tiba Aubrey tergelak. Ia tertawa keras.
“ Ah elo Ry, Emang
lo suka sama cewek? “
Aku memandangnya sinis.
“ ok, ok, sorry
my sweet heart. Eh gimana? Lo udah nemuin Pangeran Otopet lo itu? “
“ belum Bry, udah
gue cari di internet tapi gak ada satupun yang cocok sama identitas dia. Udah
gue cari di semua social media tetep aja kagak ada. Dia kayak ilang
ditelen bumi “
“ keep spirit
darling. Ada pepatah mengatakan, kalau jodoh tuh gak kemana “
“ Kaya anak sastra
aja lu ah “
Aubrey kembali tertawa, begitupun denganku. Meskipun
sebenarnya hatiku menjerit memanggil nama Geraldo.
Setelah
memesan makanan, aku dan Aubrey sibuk dengan ponsel masing-masing. Tiba-tiba
ada sebuah pesan masuk di ponselku. Tak ada nama yang tertera disana.
Hallo!
Selamat siang, selamat menikmati makan
siangnya.
Aku melihat ke sekelilingku. Mengintai
apakah ada orang lain yang sedang bermain ponsel selain diriku. Namun tak ada
siapapun, aku hanya melihat karyawan muda sedang makan siang di sudut caffe.
Selain itu hanya ada aku dan Aubry.
“
Qory, lo ngapain celingak-celinguk gitu? Lagi nyari siapa? “
“
aahhh.. enggak Bry, lupain aja lah “
Setelah itu, tak berapa lama kemudian sang
pelayan datang mengantarkan pesanan kami.
****
Lagu
Cheerleader yang dinyanyikan oleh group accapella PENTATONIX mengudara di
studio tempatku bekerja. Aku dan rekan kerjaku Leo sedang memandu acara musik
di radio tempat kami bekerja. Malam ini banyak sekali permintaan lagu dari para
pendengar setia radio kami. Bahkan aku sampai kewalahan menanganinya karena
banyak sms dan telepon yang masuk.
“ Ry,
gue mau bikin kopi. Lo mau? Biar sekalian gue buatin “
“
Boleh deh, supaya gak ngantuk nih. “
“
ya udah, abis lagu ini beres kita break dulu aja. Gue balik lagi nanti “
Leo pergi dari tempat duduknya dan aku
kembali menikmati musik malam ini. Tiba-tiba saja ponselku berdering. Ada satu
pesan yang kuterima.
Selamat malam Pangeran Manis
Suaramu telah berubah dan semakin menggetarkan
jiwaku. Semakin malam harus makin semangat ya pangeran manisku. Jangan minum
terlalu banyak kopi, kafein gak baik buat tubuh kamu.
Lagi-lagi aku mendapatkan pesan mistertius
ini. Aku melihat kesekeliling ruangan, tapi disini hanya ada aku. Lalu darimana
dia tahu bahwa aku akan minum kopi. Lama kelamaan aku merasa risih dengan orang
yang terus mengirimkan pesan ini. Aku merasa diikuti.
“
Ry, kita siap lagi on air ya “
Leo datang dengan membawa dua gelas.
“
loh kok malah susu sih? Gue tadi pesen kopi kan bukan susu “
Leo menggaruk-garukkan kepalanya.
“
itu susu jahe, tadi gue udah bikinin lo kopi. Tapi ada OB baru yang jatuhin
kopinya. Gue suruh ganti pake yang baru sama dia tapi dia malah nyeduhin susu
jahe itu. Katanya kopi abis. Lo gak mau susu jahe? Ya udah tukeran aja sama gue
“
“
gak usah deh. Gue minum susu jahe aja “
Leo menyimpan kedua gelas itu dan kami
kembali on air.
.
.
Waktu
tengah malam, aku baru selesai siaran dengan Leo. Malam ini aku harus kembali
ke rumah seorang diri dengan menggunakan taxi. Ku kira Leo akan pulang
bersamaku, tapi dia malam ini akan tidur di studio bersama teman-teman yang
lainnya.
Malam ini sangat sepi sekali, di tepi
jalan hanya ada aku seorang diri. Duduk di bangku besi yang dingin, seram juga
mengingat ini sudah tengah malam dan aku sendirian di jalan. Tapi ku beranikan
diri. Sambil menunggu taxi lewat ku mainkan handphoneku, dan lagi-lagi aku
mendapatkan sebuah pesan.
Tengah malem kayak gini kamu pulang sendirian
euh? Apa gak takut?
Ku abaikan saja pesan misterius itu.
Dengan segera ku rogoh headset di dalam tasku. Ini adalah satu-satunya cara
untukku melepaskan rasa takut. Ku putar lagu-lagu dengan ritme yang kencang
agar aku tidak merasa sendirian. Handphone ku bergetar dan ada pesan misterius
itu lagi
Kamu dengerin musik supaya gak takut kan?
Hihihihi.. coba liat deh di ujung jalan sebelah kiri. Di bawah lampu jalan. Apa
yang kamu liat?
Deg! Jantungku berdegup semakin kencang.
Aku bangkit dari dudukku. Aku takut untuk melihat ke arah kiriku, tapi rasa
penasaranku sangat besar. Ku beranikan diri untuk melihat ke arah itu, dan
disana aku melihat seseorang berdiri mengenakan jaket lengkap dengan tudung
kepalanya. Warna jaket yang orang itu abu-abu dan agak sedikit
kebesaran. Wajahnya tak terlihat sama sekali karena tertutup oleh tudung
kepalanya.
Orang
itu bergerak dari tempatnya dan kini berjalan ke arahku. Dengan rasa takut yang
amat sangat aku segera berlari menjauh dari tempatku duduk. Aku merasakan bahwa
orang itu berlari juga mengejarku. Aku mendengar derap langkah kakinya yang
besar.
Langkah kakiku semakin ku kencangkan.
Keringat dingin bercucuran di wajahku. Sialnya lagi, semakin menjauh dari
tempat yang tadi, semakin sepi juga suasananya. Meskipun begitu aku tetap tidak
menghentikan langkahku.
Sialnya,
aku malah tersandung dengann batu. Tubuhku jatuh, ambruk di atas tanah berpasir
yang kotor. Aku merasakan perih di bagian kakiku. Orang itu semakin lama
semakin mendekat. Hingga akhirnya dia tepat berdiri di sampingku. Aku memeluk
lutut, menyembunyikan wajahku darinya dan menangis sekencang-kencangnya.
“
tolong, siapapun kamu jangan sakiti saya. Ambil saja semua uang dan handphone
saya di tas. Asal jangan bunuh saya. Tolong.. saya mohon “
Tak ada jawaban dari orang itu, ia
terdiam. Aku terus saja sesenggukan menangis dan memeluk lututku semakin erat.
Tiba-tiba aku merasakan sebuah pelukan. Orang yang tadi mengejarku memelukku
dengan lembut. Aku bisa merasakan nafasnya yang teratur di tengkukku.
Merasa
di lecehkan, kudorong tubuhnya sekuat tenaga. Namun pelukannya tak mau lepas.
Ia tetap saja erat memeluk tubuhku.
“
hhhhssshhh... jangan gerak. Kaki kamu masih luka “
Orang itu melepaskan pelukannya. Aku
mendengar suara seleting tas dibuka. Aahh dia pasti akan mengambil semua uang
dalam tasku. Aku merasakan tangan dinginnya menyentuh kakiku. Lalu ia
menempelkan sesuatu tepat di atas luka yang baru saja kudapatkan.
Perlahan-lahan
aku membuka mataku. Mengendurkan pelukan pada lututku sendiri. Di dalam
keremangan cahaya bulan malam ini aku melihat sosok lelaki dengan wajah tampan.
Rambutnya yang sedikit ikal tercukur rapi, ada sedikit kumis di atas bibirnya
yang tipis.
Ia tersenyum padaku, sudut matanya indah
sekali saat ia tersenyum. Senyuman itu tak asing dalam benakku.
“
Kenapa bengong Pangeran Manis? “
Suara bass nya membuatku terkesima. Aku
mendekatkan wajahku padanya, ku kerjapkan mataku agar bisa melihat lebih jelas.
“
Geraldo? “
Ia tersenyum lagi, kali ini ditambah
dengan tawa lirih.
“
Akhirnya kamu sadar juga. Ya, ini aku. Pangeran Otopetmu sudah kembali “
Kalian tahu kan bagaimana bahagianya
ketika bertemu dengan orang yang sudah lama kalian rindukan. Tangisku pecah,
Geraldo kembali merangkul tubuhku. Pelukannya sangat hangat malam ini. Inilah
pelukan yang selalu ku mimpikan.
“
Kenapa kamu gak kabarin aku sih? Kenapa juga kamu nyamperin aku dengan cara
yang kaya begini? Kamu buat aku jantungan, hampir mati tau gak! “
Dia tertawa lagi, kali ini tawanya semakin
keras. Lalu dengan gemasnya ia mengacak-acak rambutku.
“
kamu gak berubah ya, tetep cengeng kaya dulu. Tapi tetep manis “
Dia mengusap air mataku dengan kedua
jempolnya.
“
aku kemaren nyampe di Indonesia. Kebetualn lagi liburan musim panas. Ada waktu
beberapa bulan untuk berlibur. Ya aku pilih buat pulang ke Indonesia, aku
kangen kamu sih abisnya “
Dia mencubit pipiku dengan gemas.
“
jadi kamu tinggal dimana selama beberapa bulan ke depan? “
“
di rumah omku, nanti aku ajak kamu kesana. “
Keheningan tiba-tiba datang diantara kami
berdua. Kami berdua masih terduduk beberapa menit lamanya di tempat kejadian
aku terjatuh.
“
Qory.. “
Aku melihat ke arahnya.
“
aku kangen kamu. Selama disana gak ada seorangpun yang bisa gantiin kamu. “
Aku terdiam, tak bisa menjawab apapun.
“
Sebenernya ada tujuan lain aku datang kesini dan nemuin kamu. Aku mau bilang
kalau aku suka sama kamu dari dulu, dan sekarang aku mau ambil cintamu untukku “
Aku tersenyum kepadanya, dan aku merasakan
pipiku mulai memanas. Geraldo teekikik geli secara tiba-tiba.
“
wajah kamu kaya tomat sekarang “
“
ah? Masa sih? “
Aku menggosok-gosok pipiku. Berusaha
sekeras mungkin untuk menghilangkan rona merahnya. Kedua tanyan Geraldo
menghentikan tanganku. Dengan lembut ia mencium bibirku. Ciumannya tak memaksa,
ciuman yang ia berikan memberikan kesan senyaman mungkin. Hingga akhirnya
ciuman itu terhenti karena Geraldo terbatuk.
“
Aaaiisshh.. aku lupa kalau ini bukan di luar negeri. Aku gak bisa cium kamu di
tempat sembarangan kaya gini “
Ia tertawa lagi sambil menggarukkan kepalanya.
“
ya udah, aku anterin kamu pulang ya. Aku bawa mobil omku “
Ia berjongkok di depanku. Tangannya
menepuk-nepuk kedua sisi bahunya.
“
ayo naik. Gak mungkin kamu jalan, kaki kamu masih sakit pasti kan buat jalan. “
Dengan bersusah payah, akhirnya aku naik
ke punggung Geraldo dan ia mulai berjalan.
“
Kita berangkat pangeran manisku “
Ia mencium tanganku yang melingkar di
lehernya, dan malam ini kebahagiaan menyeruak dalam hatiku. Pangeran otopet
yang telah lama menghilang kini kembali dalam pelukanku.
Komentar
Posting Komentar