CINTA SEGI-EMPAT ( BAGIAN 1 )


     Cuaca cerah di sore hari ini menemaniku yang sedang berada di belakang halaman rumah. Saat ini, aku sedang terduduk diam beralaskan rumput hijau. Aku sedang berimajinasi untuk membuat sebuah cerita. Ya aku adalah seorang penulis. Meskipun cerita-ceritaku belum sebagus atau sehebat karya tulisan Andrea Hirata dan Khrisna Pabichara, tetapi karya tulisanku sangat di sukai. Terbukti dengan meningkatnya pembeli di sebuah media cetak yang memposting cerita-ceritaku. Setiap minggunya, aku selalu mengirimkan cerita-cerita karyaku ini kesebuah majalah anak muda yang terkenal. Dari sinilah aku meraup uang yang lumayan banyak. Karena tulisanku lah, aku bisa daftar kuliah di sebuah universitas ternama di ibu kota.
     Namaku Arno tepatnya Arno Dyani. Aku adalah anak ke-dua dari sebuah keluarga yang terbilang sangat sederhana. Sehari-hari ibuku mendapatkan uang dari hasil warung kecil-kecilan di depan rumahku, sedangkan ayah.. eemm.. ayahku sudah meninggal sejak aku masih berusia 5 tahun. Karena itulah... aku kekurangan perhatian dari seorang ayah. Mungkin juga karena hal itulah aku mempunyai sifat menyimpang seperti ini. Ya, aku adalah seorang homosexsual. Aku merasakan hal ini semenjak aku masih duduk di bangku kelas 2 SMP. Aku lebih tertarik melihat pria tampan ketimbang perempuan cantik. Aku merahasiakan hal ini kepada ibu dan kaka ku karena aku takut mereka nanti sedih mendengarnya.

*****

  “ Arno.. noo... sini nak. Ada Izal.. “ ibu memanggilku. Aku menutup laptop yang ada di hadapanku dan berlari menuju rumah.
  “ Ehh... kamu zal. Tumben kamu kerumah, ada apa ni? “ aku menyambutnya dengan senyuman.
  “ Gak No aku cuman pengen ngajak kamu main aja ke taman kota. Bisa kan? “
  “ Bisa zal tapi tunggu ya aku mau ganti baju dulu “ izal mengangguk. Aku pergi dari hadapannya. Di kamar, aku segera memilih-milih baju, sepertinya sore seperti ini aku cocok berpakaian T-shirt polos dengan jeans saja.  Aku keluar dengan baju yang sudah di ganti. Kami berdua pun pergi menuju taman kota.

     Sesampainya di taman kota aku dan Izal duduk di pinggir kolam ikan. Suasana disini sangat ramai, banyak anak-anak muda yang bermain bahkan aku melihat beberapa pemuda-pemudi yang sedang berpacaran.
  “ Eh no, kamu mau nerusin kuliah dimana? “ tanya Izal membuka pembicaraan kami berdua.
  “ Eeemm... kemaren aku udah daftar di UI. Besok juga kayanya aku bakalan ke Jakarta zal “
  “ Aaaahh..?? kamu akan pergi ke Jakarta? “ sepertinya Izal kaget mendengar ini.
  “ Iya zal memang kenapa. Sepertinya kamu tidak senang? “
  “ Gak ko, kenapa harus gak seneng sih? Malahan aku ngedukung kamu. Masa ada sih orang yang sedih kalo temennya mau sukses “ katanya sambil tersenyum.
  “ Emm.. ya udah sekarang kamu ikut aku yuk. Aku mau teraktir kamu makan ketoprak yang enak disini. Ya itung-itung sebagai salam perpisahan lah “ Aku tersenyum menyeringai, tumben sekali Izal berbaik hati seperti ini kepadaku. Biasanya dia yang selalu memintaku untuk mentraktirnya.
  “ Walah... kamu kesurupan setan apa ya? Ko berubah jadi baik begini? “
  “ Udah ah.. jangan bawel, ayo cepet! Nanti ketopraknya keburu abis lho “ Dia menarik tanganku, genggaman nya sangat erat. Aku merasakan ke anehan dalam sentuhannya.

*****

     ‘ KETOPRAK YAHUT PAK SARMILI ‘ itulah tulisan yang tertera di depan kedai kecil ini. Aku dan Izal duduk di dekat pintu masuk.
  “ Mba, pesan ketopraknya 2 ya. Ketoprak spesial ya mba “ Izal memesan dua porsi ketoprak sepesial. Aku menengok kesana kemari melihat keadaan kedai kecil ini. Kedai ini ramai di kunjungi pembeli. Jika seperti ini pasti tidak akan di ragukan lagi rasa ketopraknya.
     Selang beberapa lama, ketoprakpun datang di hadapan kami. Satu piring penuh ketoprak seperti ini harus aku habiskan?
  “ Loh, kok Cuma di liatin sih ketopraknya no? Di makan dong “
  “ Ehh... iya-iya “
Di saat aku sedang memakan Ketoprak itu, tiba-tiba Izal menggenggam tanganku dengan erat. Ia mengelus tanganku, ada apa ini sebenarnya?. Sungguh, saat dia menggenggam tanganku seperti ini, rasanya malu sekali. Sepertinya sekarang darah telah mengumpul di pipiku. Aku tak tau bagaimana ekspresi wajahku saat ini.
  “ Izal, kenapa kamu? “ tanyaku dengan malu.
  “ Eeeemm.... aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu “ Deeggg.... hatiku berdegup kencang ketika izal mengatakan itu. Dia akan mengatakan apa kepadaku? Apakah dia akan mengatakan cinta? Yaa tuhaann... aku belum siap, lagi pula aku menganggap izal sebagai sahabat. Aku tidak bisa jadikan dia sebagai kekasihku.
  “ Apa zal? “
  “ eeehhhh.... tapi kamu janji ya gak akan marah kalau aku udah ngatain ini ke kamu “ Dadaku semakin bergemuruh. Sebenarnya apa yang akan di katakan olehnya?
  “ Iya Zal. Mau ngomong apaan sih? “
  “ Itu no, di gigi kamu ada cabe gedee... banget xixixixixixixi......! “ Izal terkekeh menertawaiku. Saat aku cek, ternyata benar ada kulit cabe merah di gigi atasku. Malu setengah mati aku di buat Izal. Gimana enggak coba, dia bilang gitu keras banget. Pengunjung yang lain aja langsung ngeliat ke arahku dan Izal.
  “ Sialan kamu zal! Kamu bikin malu tau gak. Liat tuh, pengunjung yang lainnya pada ngeliatin. Dasar kamu..!!! “ Gerutuku. Izal masih saja tertawa terbahak-bahak. Kekesalanku akhirnya semakin memuncak. Aku berdiri dan pergi keluar meninggalkan Izal yang sedang tertawa.
Beberapa kali Izal memanggil-manggilku tapi tak ku gubris panggilannya itu.


*****
     Malam harinya, aku segera membereskan baju-bajuku ke dalam koper. Besok, aku akan pergi ke jakarta untuk mengurusi pendaftaran kuliahku lagi. Tadi ibu bilang, sahabat ayah yang bernama Pak Joko menelfon. Katanya jika sudah samnpai di jakarta nanti aku di suruh untuk menelfonnya. Pak Joko bilang, aku juga disuruh tinggal di rumahnya. Alhamdulillah yaa... sesuatu jadi aku bisa ngirit uang. Gak perlu repot-repot mikir gimana caranya bayar uang kos hehehehehehe......

  “ No, nanti selama di Jakarta kamu baik-baik yaa..! kamu juga jangan nyusahin pak Joko disana. Kuliah yang bener. Jangan apa ituu namanya kalo berantem rame-rame “
  “ tauran maksudnya bu? “
  “ Nah iya itu. Jangan kaya begitu ya. Inget pesen-pesen ibu “
  “ iya bu, Arno akan inget pesen-pesen ibu. Arno janji “
Kaka Perempuanku menghampiriku ke dalam kamar. Dia duduk di ranjangku, lalu mengelus lembut kepalaku.
  “ No, jaga dirimu baik-baik yaa.... disini mba Lia pasti do’a in kamu no. Mba juga bakalan kerja keras disini biar bisa dapet uang banyak buat biaya kuliahmu. “ Aku terharu mendengarnya. Kakaku yang satu ini memang sangat menyayangiku. Dari aku sekolah dasar sampai sekarang mba Lia memang selalu bekerja keras mendapatkan uang untuk biaya sekolahku. Bahkan dulu waktu mba Lia masih kelas 6 SD dan aku kelas 4 SD dia pernah jualan keripik singkong hanya untuk membayar tunggakan biaya sekolahku. Tapi sekarang, mba Lia sudah bekerja di sebuah perusahaan swasta dan gajinya cukup untuk membiayai kami semuanya.
  “ Ia mba, Arno akan baik-baik saja disana. Sekarang Arno nitip ibu ya mba.. mba juga harus jaga ibu baik-baik... ok! “
Mba Lia hanya tersenyum manis dan mengangguk kepadaku.
*****

     Rasanya baru kemarin aku mendaftar di SMA. Tak terasa, sekarang aku sudah akan kuliah. Tadi pagi, tepatnya pukul 06:00 aku berangkat dari rumah menuju ke Jakarta. Tadi saat berpisah dengan ibu dan Mba Lia rasanya beraaaattt... sekali. Apalagi melihat ibu yang meneteskan airmatanya di hadapanku, sungguh aku tak tahan jika sudah melihat ibuku seperti itu.

     Bus sudah memasuki area terminal. Aku dan penumpang yang lainnya segera keluar dari bus ini. Hal pertama yang aku ingat adalah menelfon pak Joko. Aku segera menelfonnya.
  " Halo.., maaf ini dengan siapa?" Suara yang berat itu menerima telfonku.
  " Ini saya, Arno. Ini sama pak Joko? "
  " Ooohhh iya Arno, kamu sudah sampai mana nak? "
  " Arno sudah di terminal pak " jawabku.
  " Ya sudah kalau begitu, kamu temui saja anak bapak disana. Namanya Ghifari, katanya dia sedang ada di warung bakso di depan  terminal "
  " Baik pak "
Tuutt... tuutt..., tuutt..,,, tuuuutt.., telfon terputus. Yaa... aku segera mengunjungi warung bakso yang ada di terminal itu.


                                                                          ******

     Sesampainya disana, aku melihat seoranga pria yang sedang asyik menyantap bakso nya. Pasti itu yang nama Ghifari, ku hampirilah orang itu.
  " Maaf, eeemmm... kamu Ghifari ya? " tanyaku dengan ragu.
  " Ia, gue Ghifari! lo pasti Arno kan? " Aku mengangguk sembari tersenyum
  " Ohhh... jadi lo yang namanya Arno. Eh.. lo tau gak! gue nungguin lo dari tadi tau. Gue udah abis dua mangkok lo baru dateng. " katanya membentakku. Iisshhh.... nyebelin banget sih ini anak, wajah aja cakep tapi ternyata sifatnya kaya monster. Rasa kagum saat pertama melihat wajahnya kini menjadi rasa marah padanya.
  " Maaf Ghifari, tadi bus nya kejebak macet " Kataku meminta maaf. Aku kepaksa minta maaf kaya begini, padahal dalam hati ogah banget.
   " Lo panggil gue Ghifari doang? kagak sopan banget lo. Umur gue lebih tua satu tahun, panggil gue kaka ke, abang ke, atau apalah? " hheeeuuuhhh... nyebelin banget ni orang.
   " Ia kak, maaf "
   " Ya udah, sekarang ayok kita pulang. Gue udah cape nunggu lo dari tadi " Ia bangkit dari kursinya dan meninggalkanku begitu saja. Aku mengikutinnya dari belakang.


MAAF BILA ADA KESAMAAN NAMA, TOKOH, ATAUPU KEJADIAN YANG DI ALAMI OLEH PARA PEMBACA. CERITA INI HANYALAH KARANGAN FIKTIF BELAKA.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

CINTA SEGI EMPAT ( CHAPTER 15 )

I JUST LOVE YOU ( TWO SHOOT )

KARAM (Kama & Rama) #Bagian1