SIAPA YANG HARUS KUPILIH (CHAPTER 21)


Aku menghirup udara segar pedesaan kampungku. Akhirnya setelah beberapa bulan hidup dikota metropolitan aku bisa kembali ke desaku yang terpencil dan jauh dari keramaian kota. Saat ini aku sedang berjalan di tengah-tengah pematang sawah yang terhampar luas. Kabut masih menghiasi alam desaku ini karena waktu masih menunjukkan pukul enam tigapuluh.
Para petanipun baru keluar dari rumahnya untuk mencari nafkah dengan cara mengurus padi-padi yang mulai menguning. Aku datang dengan baju tanpa lengan pemberian Ghifari dengan blue jeans milikku. Ransel yang berisikan bajuku kubawa dengan enteng. Beberapa penduduk desa terlihat bingung denganku. Aku hanya memberikan senyum ramah pada mereka.
“ Ini teh Arno tea? Adduuhh.. pangling pisan. Sekarang mah jadi tambah cakep “ kata seorang ibu-ibu. Aku lupa siapa namanya.
Aku hanya mengangguk sambil melanjutkan berjalan. Hingga tibalah aku didepan rumah yang sederhana. Rumah yang menemani masa kecilku dulu. Kulihat ibu sedang menyiapkan warung kecilnya. Senyum sumringah terlihat diwajahnya.
  “ kamu udah datang no, jam berapa dari jakarta? “
“ Selesai shalat subuh bu, ibu baru buka warung? “
“ ia, ya udah masuk dulu sana gih. Liat kakamu yang lagi sibuk sama undangan untuk pernikahannya. “
Aku segera masuk kedalam rumah, ternyata benar saja. Mba Lia sedang asyik menulis nama-nama untuk orang yang akan di undang ke acara pernikahannya.
“ Eh.. adeknya mba udah datang. Sehat kamu no? “
  “ Alhamdulillah sehat “
  “ lagi liburan semester ya? “
Aku mengangguk.
“ bantuin tulis nama-nama ini dong. Biar cepat selesai “
“ ia nanti, Arno mau nyimpen tas ini ke kamar dulu. “
Aku beranjak pergi menuju kamarku. Haahhh.. rasanya rindu sekali dengan suasana kamarku ini. Tak ada yang berubah. Masih sama seperti saat aku hendak meninggalkan rumah. Poster-poster masih ada didinding dan meja belajarku yang tua masih ada.
                Aku merebahkan diriku dikasurku yang sudah lama tak kujamah. Setelah beberapa menit melepas Rindu dengan ruangan pribadiku aku kembali menuju rung keluarga untuk membantu mba lia.
“ Sini mba biar Arno bantu “ Aku mengambil beberapa Undangan untuk kukerjakan.
“ oh iya mba, tadi pas mau kesini bang Wingky bilang kalau nanti siang abis kerja dia bakalan kesini “ kataku.
“ hah? Mau apa? “
“ katanya sih mau bantu-bantu persiapan nikah sama mau survey gedung yang biasa di gunain buat pernikahan di daerah sini “
“ jadi hajatannya gak akan dirumah? “ tanya mba ku
“ ya gak mungkin lah mba, Bang Wingky itu sekarang manager di perusahaannya. Masa mau sih nikah di rumah jelek kita ini. Lagian juga nanti kasian bang Wingky. Bisa-bisa dia malu “
 “ rumah kita sejelek itu emangnya ya? “ tanya ibu sambil berlalu kedalam dapur sambil membawa baskom.
“ ya enggak sih bu, Cuma ya gak elit aja untuk orang sepenting bang Wingky nikah di rumah kaya gini “ jawabku singkat.
.
.
SUDUT PANDANG PENULIS      
Siang hari, terik matahari semakin menjadi. Arno sedang menikmati pemandangan sawah yang terhampar luas dengan pemandangan sebuah gunung di barat sana. Lokasi sawah ini lumayan jauh dari rumahnya, harus menempuh waktu sepuluh menit untuk tiba di hamparan sawah ini. Matanya menatap sepasang kekasih yang sedang bermesraan di dekat jembatan sana.
              Tanpa ia sadari, Wingky duduk disampingnya saat ini. Wingky menatap mata Arno lalu melihat ke arah objek yang saat ini sedang ditatap olehnya. Dengan sangat hati-hati Wingky merangkulkan tangannya di punggung Arno.
“ Lagi liatin apa heh! “ Wingky menyentil hidung kecil mancung milik Arno.
“ abang? Kapan nyampe?. “
“ abang baru aja nyampe, tau kamu gak ada dirumah ya abang nyari kamu. “
“ Darimana abang tau Arno ada ddisini? Ini kan jauh dari rumah, lagian abang juga baru pertama kali disini kan? “ Mata coklat itu kembali memandang ke arah sepasang kekasih itu.
Dengan sangat hati-hati Wingky membalikkan tubuh Arno untuk menghadap ke arahnya. Beberapa menit mereka saling berpandangan.
“ Abang pasti akan tau kemanapun kamu pergi. Karna hati kita itu udah jadi satu. “ Wingky menyimpan telapak tangannya di dada Arno.
“ Jangan kaya gini bang. Abang itu udah mau nikah sama mbakku. “ Arno melepaskan tangan Wingky untuk menjauh dari tubuhnya.
Arno membalikkan tubuhnya membelakangi Wingky.
“ kalau tau gini, Abang lebih milih untuk gak ketemu kamu sebelumnya no “ kata Wingky sambil berdiri lalu membentangkan tangannya. Merasakan hembusan Angin yang datang.
“ Rasa cinta abang lebih besar ke kamu ketimbang sama mbamu. Abang pengen batalin pernikahan ini. “
Mendengar kata itu Arno segera menatap Wingky lalu mengangkat alis kirinya.
“ Apa? Seentengnya abang bicara itu. Kalau abang batalkan pernikahan ini, Ibu Arno pasti bakalan sedih, mba Lia juga “
“ Tapi rasa cinta abang sama kamu jauh lebih besar. “
“ lupakan semua rasa cinta itu bang. Sekarang fikirkanlah kalau abang mau nikahin kakaku. Ayolah bang, arno gak apa-apa ko “
Arno kembali memalingkan wajahnya yang kini sudah mulai memerah. Airmata terlihat membendung di sudut matanya.
“ Kamu jangan  kaya gitu No. Ok abang nikahin kaka kamu. Tapi abang harap kamu gak berlaku kaya gini sama abang. Kamu jangan diemin abang kaya gini. Kamu tau, beberapa minggu kamu diemin abang, abang jadi gak bisa konsentrasi. Perasaan cinta abang sama kamu makin menjadi tau “ Wingky memeluk Arno dari belakang dengan lembut dan menempatkan kepalanya di pundak Arno.
  “ Iya Arno gak akan gini lagi, Arno janji. Ya udah sekarang kita pulang aja. Takutnya ibu sama mba Lia nyariin kita “
****
                Hari sudah sore, sinar mataharipun sudah bersahabat dengan kulit kita. Arno sedang duduk di teras rumahnya sambil mendengarkan musik di handphone nya. Ia ingin pergi dari rumahnya, namun tak bisa. Ia jengah melihat kemesraan yang ditunjukkan Wingky untuk Lia. Tadi setelah pulang melihat sawah Wingky bercengkrama dengan Lia untuk sekedar mendekatkan diri satu sama lain. Arno mengunci dirinya dikamar untuk melepas rasa jengah itu. Tiba-tiba saja sebuah inspirasi terlintas difikirannya. Dengan cepat ia membuka laptopnya dan mengetik sebuah cerpen hingga larut malam.
                Keesokan harinya Arno terbangun dengan kejutan yang tak terduga. Tubuh tinggi bang wingky sedang terbaring indah disampingnya. Semalam wingky memang bernit tidur dikamar calon adik iparnya. Saat melihat Arno tertidur dimeja belajar dengan laptop yang masih menyala ia lalu memindahkan tubuh kecil itu dengan enteng kekasur tua yang ada disana. Iapun ikut tertidur bersama tubuh kecil menggemaskan itu.
“ selamat pagi! Semalem kamu tidur nyenyak banget “ ujar wingky dengan nada yang masih lemas. Ia masih berusa mengumpulkan nyawanya.
“ ngapain abang tidur disini? “ tanya Arno dengan ketus sambil mengambil handuk yang menggantung di gagang pintu lemari kayunya.
“ kalo gak disini abang mau tidur dimana lagi? Di kamar mba mu? Gak mungkin lah, lagian ibu juga semalem yang nyuruh abang tidur disini “ jelas Wingky.
Suara yang tak asing bagi Arno menyebutkan namanya. Ibunya yang sedang berada didapur itu memanggil Arno. Dengan cepat Arno menghampirinya.
“ sekarang kamu bisa bantu ibu buat beli belanjaan kepasar gak? Hari ini ibu akan masak banyak karena tante Arni mau kesini sama Ghifari “
“ bisa bu, mana daftarnya? Biar Arno beli sekarang aja? “
“ abang anter no “ teriak Wingky dengan tergesa-gesa dari kamar.
Arno hanya menghela nafas lalu melirik ke arah ibu. Ibunya hanya menganggukkan kepala. Arno lalu pergi mandi dan bersiap-siap pergi ke pasar.
.
.
                Para pria pemikul barang berlalu lalang dihadapan Arno. Peluh-peluh yang membanjiri baju lusuh mereka menandakan bahwa betapa beratnya beban yang mereka pikul. Mereka harus melakukan ini demi menafkahi anak dan istri mereka.
                Arno baru saja selesai berbelanja bersama Wingky. Sekarang masing-masing dari mereka sudah membawa keresek belanjaan yang berat.
“ Kita istirahat diwarung kecil itu yu no. Abang haus pengen minum “ sela Wingky disaat mereka berdua sedang berjalan.
Arno tak menjawabnya, ia hanya mengekor dibelakang Wingky.
                Akhirnya duduklah mereka disebuah warung kecil di pinggir jalan untuk sekedar beristirahat dan memakan kudapan khas pasar. Wingky mengambil beberapa goreng pisang dengan secangkir kopi hitam. Arno hanya memesan teh manis. Sambil memainkan handphone nya Arno menyeruput teh manis hangat yang baru di hidangkan.
                Mereka tak banyak berbicara, hanya suara seruputan teh dan kopi saja yang terdengar antara mereka berdua. Setelah beberapa menit menikmati gorengan dan beberapa makanan mereka kembali lagi ke rumah. Setibanya didepan rumah, Arno dan Wingky terheran-heran melihat sebuah mobil hitam. Mobil ini tak begitu asing dimata Arno. Ia tahu siapa yang datang kerumahnya siang ini.
                Ternyata benar saja, Ghifari sedang duduk bersantai sambil memainkan handphone nya di sofa. Arno tak menggubrisnya, ia biarkan saja Ghifari memandanginya dengan keheranan. Arno malah memberikan semua barang belanjaannya pada sang ibu dan kakanya yang sedang memasak.
SUDUT PANDANG ARNO
                Tak ada yang bisa kulkukan lagi saat ini selain meminkan laptop pribadi dan menuliskan cerita. Lusa nanti pernikahan kaka ku bersama bang Wingky akan diadakan disebuah gedung. Hatiku saat ini sebenarnya masih sedih dengan pernikahan itu. Namun kini aku sudah mulai bisa merelakan bang Wingky untuk menikahi kakaku.
                Beberapa hari yang lalu aku mendapat kabar bahwa Agam pun telah melangsungkan tunangannya dengan perempuan yang bernama Sandra. Dua pria yang pernah berada dalam relung hatiku ini kini telah pergi bersama perempuan yang kelak akan menjadi istri mereka.
                Pengalaman ini mengajariku tentang bagaimana rasanya mengikhlaskan seseorang yang pergi dari kehidupan kita. Jujur aku merasa senang melihat kakaku terus menampilakan senyuman di wajhanya. Begitu juga dengan ibu, ibu senang karena anak perempuan sulungnya akhirnya menikah dengan seorang pria tampan seperti bang Wingky.
.
.
.
                Hari itu kini telah tiba, hari dimana kakaku dengan bang Wingky menikah. Mengucapkan janji suci mereka berdua di hadapan penghulu dan tentu saja dihadapan tuhan. Rona wajah bahagia terpancar dikeluargaku dengan kerluarga Om Joko karena akhirnya keluarga kami berdua bisa bersatu dengan pernikahan ini. Acara pernikahan kakaku dengan bang Wingky cukup meriah dengan kehadiran seluruh keluarga besar dari kedua mempelai.
                Hari ini aku cukup rapi dengan balutan jas dan kemeja yang sama persis dengan Ghifari. Oh ya, berbicara tentang Ghifari dia satu-satunya orang yang selalu berada disampingku saat ini. Kehadirannya beberapa minggu ini cukup membuatku merasa seperti hidup lagi. Ia sering menghiburku dengan tingkah anehnya.
                Dengan seperti itu rasanya kini seluruh cintaku tertumpahkan pada dirinya seorang. Ya, saat ini aku mencintai Ghifari dengan segenap hatiku. Namun aku juga tak boleh berharap banyak padanya.

CONTINUE TO THE NEXT CHAPTER

MAAF BILA ADA KESAMAAN NAMA, TOKOH, TEMPAT, ATAPUN KEJADIAN YANG PERNAH DI ALAMI PARA PEMBACA. CERITA INI HANYALAH KARANGAN FIKTIF BELAKA.

MAAF JUGA KALAU BANYAK TYPO. MALES NGEDIT HAHAHAHA....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CINTA SEGI EMPAT ( CHAPTER 15 )

I JUST LOVE YOU ( TWO SHOOT )

KARAM (Kama & Rama) #Bagian1