SIAPA YANG HARUS KUPILIH ( CHAPTER 22 )
DUA TAHUN KEMUDIAN
Buku materi terakhir ini
akhirnya telah dilahap habis oleh tasku. Ku tutup mulut tasku dengan zipper
warna hitamnya. Ini adalah semester keenam aku kuliah disini. Tahun depan
mungkin aku akan menyelesaikan kuliahku.
Semenjak pernikahan itu, aku
jarang bertemu dengan bang Wingky. Kini ia telah tinggal sendiri bersama kakaku
disebuah rumah besar tentunya. Jika Bang Wingky dan Mba Lia kesini pasti aku
selalu sedang tak ada dirumah.
Akhir-akhir ini aku memang sibuk
dengan pekerjaan baruku. Kemarin perusahaan penerbit buku meminta novel hasil
karyaku untuk diterbitkan. Akhirnya satu novel telah diterbitkan, banyak
komentar positif yang diberikan oleh para pembaca novel karyaku.
Saat ini aku sedang menyusun
novel keduaku. Di novel keduaku ini aku menceritaka khayalan kisah cintaku. Ya,
aku berkhayal tentang kisah cintaku bersama Ghifari. Kalian tahu? Walaupun kami
telah bersama-sama selama tiga tahun tak ada hubungan spesial yang pernah kami
lakukan. Ghifari masih saja menganggapku sebagai adiknya.
Sebenarnya aku merasa bosan
dengan hubungan ini, haiku menginginkan lebih dari ini. Namun apa daya? Aku
hanya bisa menunggu keajaiban datang untukku. Keadaan rumah hari ini sepi. Om
Joko dan tante Arni sedang pergi keluar kota untuk menyelesaikan bisnisnya.
Ghifari sedang pergi dengan teman-temannya keluar kota juga sejak satu minggu
yang lalu.
Aku
menggendong tasku dan bersiap untuk pergi ke kampus.
Masih seperti biasanya, tak ada
hal yang spesial dikampus. Yang kulakukan hanyalah duduk dan mendengarkan dosen
berbicara tentang materi. Namun hari ini aku melihat tingkah aneh dari Khansa.
Sejak tadi aku melihatnya murung sambil melamun. Terkadang ia melirik ke arahku
dengan sembunyi-sembunyi.
Akhirnya keanehan itu terjawab
sudah ketika semua materi selesai dan aku bersiap untuk pulang. Khansa
mengajakku duduk dibawah pohon di taman kampus yang biasa kami tempati.
“
ada apa? Ko kamu murung? “ tanyaku padanya.
Tiba-tiba
Khansa menangis dan memeluk tubuhku. Tangisnya cukup keras hingga membuatku
kerepotan untuk menghentikannya.
“ Besok aku akan pindah ke Malaysia. Ayahku
tugas kerja disana. Mungkin initerakhir kalinya aku liat kamu no “ Khansa
memeluk tubuhku lebih erat hingga aku bisa merasakan detak jantungnya yang
berdegup dengan kencang.
“
itu bagus dong sa, Kamu bisa kuliah disana. Katanya perguruan tinggi disana
bagus-bagus loh. Kalau aku jadi kamu aku pasti gak akan nolak itu “ kataku
mencoba untuk menghiburnya.
“
bukan itu yang aku maksud, aku.. aku.. aku gak mau kehilangan kamu no. Aku mau
terus ada disamping kamu karena aku cinta kamu “
BYAARRRR!!!
Bagaikan
disambar petir. Aku terkejut mendengarnya. Baru kali ini aku mendengar seorang
wanita menyatakan cintanya padaku dengan terang-terangan. Jika sudah seperti
ini aku bingung harus berbicara seperti apa.
Tangis
khansa semakin menjadi, aku semakin mengeratkan pelukanku untuknya. Mungkin ini
yang harus aku berikan padanya disaat-saat terakhir kami bertemu.
“ sshhh..., jangan nangis. Kita kan masih
bisa kontakan lewat facebook atau twitter. Aku janji sama kamu bakalan hubungin
kamu terus sa “ entah kenapa kata-kata itu keluar begitu saja dalam mulutku.
Untuk beberapa menit kami berdua
saling berdiam diri. Tak ada sepatah katapun yang terucap dari lisan kami.
Hingga akhirnya aku mendekatkan bibirku pada bibirnya. CHUPP!! Satu
kecupan singkat kuberikan pada bibir Khansa dan itu membuatnya terkejut
setengah mati.
“
Arno..?? “ ucapnya lirih sambil memegang bibir dengan ujung telunjuknya.
“
That’s for you. Janji ya gak akan nagis kaya gini lagi “ aku kembali
memeluknya. Seulas senyum tersungging dibibirnya.
SUDUT PANDANG PENULIS
Seorang anak manusia kini sedang
berbahagia didalam kamar yang cukup luas miliknya. Sebuah bonekan panda kecil
dan kotak cincin merah dipegang olehnya. Ghifari baru saja pulang dari luar
kota, ia baru saja menyelesaikan trip serunya bersama teman-teman.
Rencananya malam nanti ia akan memberikan
sebuah hadiah untuk Arno karena esok hari adalah ulang tahunnya. Ia telah
menyiapkan sebuah boneka panda dan sebuah cincin yang ia buat sama dengan
miliknya. Boneka panda itu terlihat sangat lucu, duduk sambil memegang hati
bertuliskan I love you.
“
semoga kamu seneng sama kado ini no “
.
.
.
Angin malam menyelinap masuk
kedalam jendala kamar Arno. Jam telah menunjukkan waktu tengah malam namun Arno
masih saja terjaga dalam tidurnya. Ia sedang duduk di depan laptop, menulis
kata-perkata dalam novelnya. Hingga seseorang mengetuk pintu dan membuat
aktivitas Arno terhenti sejenak.
“
masuk aja, pintunya gak dikunci kok “ kata Arno setengah berteriak.
Ghifari
membuka pintu kamar Arno dengan perlahan, ditangannya ia memegang sebuah kue
kecil dan boneka panda yang tadi ia beli. Ia melihat Arno sedang sibuk melihat
layar laptop.
CHUP!! Satu
kecupan kecil diberikan Ghifari dipipi Arno. Arno menoleh sambil mengernyitkan
jidatnya.
“
kaka ini selalu bikin Arno kaget “
“
happy birthday to you.. happu birth day to you.. happy birth day, happy
birthday, happy birth day to you “ Ghifari menyanyikan lagu selamat ulang
tahun dengan nada yang tak beraturan. Arno tersenyum manis memandangi wajah
Ghifari yang diterangi oleh lilin.
“ kaka tau ternyata ulang tahun aku “ Arno
tersipu malu sambil menundukkan kepalanya.
“ ya iyalah gue pasti tau no. Orang lo
ngebuletin tanggal ulang tahun lo di kalender gue. Oon banget sih lo. Lo kan
yang mau dikasih surprise sama
gue. Ya makanya gue kasih lo surprise beginian. “ Ghifari duduk ditepi
ranjang Arno.
“
tiup lilinnya dulu “
Arno
meniup lilin itu dengan sekali hembusan. Lalu ia mengambil kuenya dari tangan
Ghifari dan menyuapkannya pada mulut Ghifari.
“
Terimakasih banyak, walaupun kuenya kecil tapi Arno cukup seneng lah “ Arno
tersenyum seperti kuda, sangat manis sekali.
“
alaahh.. yang pentingkan gue udah ngasih kue. Oh ya, nih buat lo “ Ghifari
menyodorkan boneka panda itu.
“
boneka panda? “
“
iya, lo suka dan pengen punya boneka panda kan? “
“
tau darimana? “
“
lo pernah cantumin itu di novel karya lo yang tempo lalu diterbitin. Gue baca
novel lo “
Arno
tersenyum dan mencium pipi Ghifari tanpa rasa malu.
“
Ih..!! apaan sih lo pake cium gue segala. Ya udah tidur sana gih. Laptopnya
ditutup dulu, besok kita olahraga pagi ya. Jam lima lo harus udah bangun. Dadah
anak tengik “
*****
SUDUT PANDANG ARNO
Jam lima pagi tadi aku terbangun
dari tidurku dan langsung berolahraga bersama ghifari mnengitari kompleks
rumah. Keadaan pagi tadi begitu sangat sepi dan dingin. Setelah beberapa kali
berkeliling kami beristirahat di taman komplek sambil menyantap bubur ayam.
Rencananya hari ini Ghifari akan
mengajakku untuk pergi kesebuah tempat. Kami akan berkemah disana beberapa
hari. Melepas kerumitan kehidupan kuliah kami berdua. Aku cukup senang dengan
ajakanny. Itu artinya untuk beberapa hari kedepan aku akan terus ada
disampingnya. Tidur ditenda bersamanya dan dimalam hari melihat bintang yang
bertaburan dengan hangatnya api unggun.
Sepulang berolahraga kami segera
bergegas menyiapkan segalanya. Sebuah ransel besar sudah aku siapkan untuk
pergi berkemah. Ghifari juga tak lupa menyiapkan tenda untuk nanti malam. Kami
berangkat pukul delapan pagi, tak ada kendaraan pribadi yang menemani. Dari
rumah kami neik bus untuk menuju desa terpencil. Setelah itu kami naik sebuah
truck kecil pengangkut sayur untuk mencapai tujuan lokasi.
Tepat pada pukul dua belas
siang, aku dan Ghifari tiba disebuah desa yang sangat terpencil. Sebenarnya ini
tidak terlihat seperti desa. Tak banyak rumah yang ada disini. Mungkin hanya
lima atau enam rumah yang bertempat tinggal disini. Sisanya hanyala pohon-pohon
besar dan kebun teh yang begitu luas.
Aku dan Ghifari masih harus
berjalan untuk mencari spot yang dekat dengan mata air. Hingga akhirnya kami
mendapatkan spot tepat ditengah hutan yang dialirin dengan sungai besar. Sungai
ini berasal dari air terjun yang jaraknya lima kilometer dari tempat kami
berkemah.
“ aahhh..
gila! Gue ngerasa idup lagi nih. Ujaranya sejuk banget “ Ghifari menghirup
nafasnya dalam-dalam sambil meregangkan otot-otot tangannya.
Aku
menyimpan tasku ditanah dan mendekati sungai. Kubasuh wajahku dengan air yang
terasa sangat dingin ini. Penglihatanku kembali segar ketika cairan bening itu
menyentuh pori-pori kulitku. Ghifari sibuk dengan tendanya, Aku hanya duduk di
atas batu besar melihat tubuh jangkungnya dengan lihai membentuk tenda.
Pandanganku teralihkan ketika
handphone ku bergetar. Nama bang Wingky tertera disana, dia mengirimkan sebuah
pesan singkat untukku.
Abang ada
dirumah, kamu kemana sama Ghifari? Ko pergi gak bilang abang sih
Itulah
pesan singkat darinya, aku ingin membalasnya namun sinyal disini tidak
memungkinkan pesanku terkirim.
“ Arno..,
lo bisa bantu gue? Eemm... cari api unggun buat malem nanti. Kalau nanti
nyarinya takut susah. Lo bisa kan? “ Ghifari kembali membangun tenda.
“ iya kak,
ya udah kalau gitu Arno cari kayu bakar dulu ya “
.
.
.
SUDUT PANDANG PENULIS
Hari sudah mulai gelap, Ghifari
sudah membangun tenda dengan sempurna. Namun sampai saat ini Arno masih belum
kembali dari mencari kayu bakar. Ghifari sudah mulai cemas dengan Arno.
Disisi
lain, Arno sedang tertidur pulas dibawah pohon rindang, setelah dua jam ia
mencari kayu bakar ia kelelahan dan tertidur lelap. Ia baru terbangun ketika
matahari sudah tenggelam dari peraduannya. Saat ia membuka matanya, keadaan
sekelilingnya sudah gelap gulita. Matanya mencoba menyesuaikan dengan
kegellapan hutan.
Dengan langkah gontai Arno
berjalan sambil membawa kayu bakarnya utnuk mencari jalan pulang ke
perkemahannya bersama Ghifari.
Jam
menunjukkan pukul tujuh malam, Ghifari kini telah bergerak untuk mencari Arno.
Raut kecemasan diwajahnya begitu tampak jelas. Berpuluh-puluh kali Ghifari
meneriakan nama Arno namun tak ada balasan apapun. Yang ada hanyalah suara
burung hantu yang semakin mengeras.
“ Arno..,
lo dimana sih? Aarrgghhh... jangan bikin gue cemas kaya gini dong. Gue gak mau
lo kenapa-napa “
******
Aku kebingungan! bagaimana
caranya aku kembali ke perkemahan. Sialnya, mengapa aku harus tertidur dihutan
seperti ini? Keadaan sudah gelap, aku tidak bisa melihat tanda yang sudah
kutinggalkan agar bisa kembali keperkemahan.
Tak ada sinyal di handphone ku, yang bisa
kulakukan saat ini hanyalah menangis..
Komentar
Posting Komentar