SIAPA YANG HARUS KUPILIH ( CHAPTER 23 )
Jam
menunjukkan pukul sembilan malam, namun Arno masih tetap belum ditemukan.
Ghifari sudah putus asa, ia juga menangis. Ia takut tak bisa menemukan Arno
ditengah hutan ini. Ia takut Arno terluka atau diterkam binatang buas. Namun
kesedihan dan ke khawatirannya pupus sudah ketika ia melihat asap yang mengepul
dari kejauhan. Ia berlari menuju asap itu dan berharap menemukan orang yang
dicintainya.
Disisi lain, Arno sedang
menghangatkan tubuhnya di sebuah perapian yang ia buat sendiri. Untung saja
dulu ia pernah mengikuti kegiatan pramuka disekolahnya. Jadi ia tau bagaimana
cara menyalakan api tanpa menggunakan korek api ataupun bensin. Tubuhnya saat
ini sangat mengigil. Ia kedinginan hebat, suhu dihutan ini mungkin sama dengan
suhu musim gugur di Jepang. Ia menggosokan tangannya untuk menghangatkan diri.
Kegiatannya terhenti saat ando
mendengar kebisingan dibalik semak belukar di hadapannya. Tiba-tiba andrenaline
nya meninggi. Jantungnya berdebar dengan cepat. Untuk berjaga-jaga Arno
memegang sebilah tongkat kayu bakar untuk menjadi senjatanya.
“ Arno.. “
Suara itu, suara pria yang begitu ia kenal.
Arno
melihat sosok Ghifari dibalik semak belukar itu. Ia segera berlari dan memeluk
Ghifari. Akhirnya ia menemukan kehangatan dari tubuh seorang pria. Pria yang ia
cintai dengan sepenuh hati.
“ Damn! Kenapa lo bisa tersesat sejauh ini
sih no? Gue khawatir takut lo kenapa-napa “
Ghifari
memeluk Arno dengan sangat erat. Arno tak bisa berbicara ia hanya menangis
sambil memeluk pria yang ia cintai. Untuk beberapa menit mereka bertahan dengan
posisi seperti itu lalu mereka memutuskan untuk kembali ke perkemahan.
Setibanya dikemah, Ghifari
segera menyalakan api unggun dari kayu bakar yang dibawa arno. Dengan sigap ia
memasak air untuk menyeduh susu. Arno saat ini sedang berada didalam tenda.
Menghangatkan tubuhnya yang beberapa waktu lalu membeku karena kedinginan
ditengah hutan.
Ghifari begitu lega saat kembali
bisa menemukan sosok manis itu diwajahnya. Rasa takut yang beberapa menit lalu
menyelimuti hatinya kini berganti dengan kebahagian yang tiada tara. Secangkir
susu dan secangkir teh kini sudah jadi. Asap mengepul dari kedua gelas plastik
itu. Mengeluarkan aroma sedap yang menggugah selera.
Arno
keluar dari tenda untuk menghampiri Ghifari yang kini sedang duduk di atas
bongkahan batang pohon besar yang tumbang. Ia duduk disampingnya dan mengambil
gelas berisikan sebuah susu coklat hangat yang tadi sudah dibuatkan Ghifari.
Arno menyeruput susu cokelat itu tak sabar,
alhasil lidahnya seperti terbakar karena susu yang disajikan masih panas. Ghifari
tertawa melihat ekspresi wajah Arno yang kepanasa.
Lalu ia mengelap bekas susu yang
ada disudut bibir Arno. Arno terdiam, dadanya bergemuruh seperti ombak. Tangan
Ghifari mengelus pipi Arno dengan lembut, sebuah kecupan mendarat dipipinya.
Ghifari merangkul tubuh kecil Arno kedalam dekapannya.
“ Lo tau?
Gue khawatir banget waktu tau lo tersesat dihutan. Gimana kalau lo bener-bener
ilang? Lain kali kalau kita camp lagi, gue gak akan nyuruh lo untuk nyari kayu
bakar sendirian “ Ghifari mengeratkan pelukannya.
“ maaf
kalau Arno bikin kaka khawatir.., Arno Cuma bisa nyusahin kaka aja “ Arno
menunduk, bukan karena takut atau sedih, namun ia sedang menyembunyikan rona
merah muda di pipinya.
“ Gue
sayang lo no, jadi gue gak mungkin biarin lo terluka. Lo gak ngerepotin gue ko.
Tetep disamping gue no, karena gue gak bisa kehilangan lo. “ Ghifari mengecup
ubun-ubun Arno dengan penuh rasa cinta.
Malam ini adalah saksi cinta
tersembunyi dalam kedua hati anak adam ini. Pohon, aliran sungai, dan rumput
menjadi saksi bisu antara cinta mereka berdua yang masih tersembunyi dalam
hatinya masing-masing.
.
.
.
.
Api yang menyala tadi malam kini
hanya tersisa asapnya saja yang masih mengepul. Sang raja siang telah tiba
menerangi hutan tempat berkemah Arno dan Ghifari. Kedua anak manusia itu masih
terlelap dalam mimpi indah mereka masing-masing.
Tubuh
mereka saling memeluk satu sama lain, malam tadi Arno menggigil, Ghifari sempat
membuka bajunya untuk menghangatkan Arno. Ia fikir jika kulitnya bersentuhan
langsung dengan kulit Arno akan membuat kehangatan diantara mereka berdua.
Ternyata memang benar, gesekan antara kedua kulit mereka menghasilkan
kehangatan. Wajah mereka berhadapan sangat dekat sekali. Hingga mungkin mereka
berdua bisa merasakan kehangatan hembusan nafas dari hidung mereka
masing-masing.
Arno terbangun lebih dulu,
matanya mengerjap-ngerjap manis. Mata indah itu melihat Ghifari yang masih
terlelap dalam tidurnya. Arno memperhatikan Ghifari dengan sangat lekat. Tubuh
Ghifari yang topless membuat dirinya semakin sexy. Naluri gaynya bekerja dengan
cepat, namun ia segera menepis pemikiran kotor yang ada didalam otaknya saat
ini. Arno segera keluar untuk menyiapkan sarapan pagi mereka. Arno mengeluarkan
bubur instan yang ia bawa dari dalam tasnya lalu memasaknya.
.
.
.
Ghifari terbangun dari tidurnya,
jam menunjukkan pukul sembilan pagi, tubuhnya yang topless banjir oleh keringat
karena hawa didalam tenda memang sangat panas. Ia tak menemukan Arno didalam
tenda maupun diluar tenda. Diluar tenda tak ada tanda-tanda Arno. Ghifari hanya
menemukan bubur yang masih hangat tertutup rapat dalam rantang.
“
Arno.. “ Ghifari berteriak.
Rasa cemas
itu kini kembali menyelimuti hatinya. Ia takut akan kehilangan Arno lagi. Ia
berlari mencari Arno dengan keadaan topless.
Setelah mencari beberapa menit
akhirnya Ghifari menemukan Arno yang sedang berendam di aliran sungai yang
jernih. Tanpa berfikir panjang Ghifari menghampiri Arno dan memeluknya dari
belakang. Tangan Ghifari melingkar dipinggang kecil Arno yang kini tak ditutupi
oleh selehai benangpun.
“
Sh*t! Kenapa lo bikin gue ketakutan lagi euh? Gue udah bilang sama lo! Jangan
pergi sendirian, gue takut lo ilang lagi no. Lo tu bego ya, gimana kalau lo
ilang dihutan? “ Ghifari memarahi Arno, tak ada jawaban dari Arno sedikitpun.
“
Kenapa lo diem? “ Ghifari melihat tubuh Arno yang ternyata kini tengah
telanjang bulat.
Betapa
bodoh dirinya. Jelas-jelas Arno sedang mandi, dia malah memeluknya dengan erat
dari belakang.
“
Kyaaaaaa...!!!!!!!! kenapa lo gak bilang kalau lagi mandi? “ Ghifari melepaskan
pelukannya dan membalikan badan. Ia tak mau melihat tubuh telanjang Arno yang
kini sedang dibersihkan.
“
Lagian juga kaka main peluk aku aja! Arno kan lagi mandi “ Arno berdiri dan
segera mengambil bajunya.
“
Abisnya gue khawatir sama lo, gue gak nyakitin lo kan tadi? “
“
Tonjolan kaka tadi kena di pantatku! Aaahhhhh..... Arno ternodai.. “ Arno
merengek sambil memakai bajunya.
Ghifari
mengecek celananya dan ternyata memang benar. Junior miliknya tengah terbangun
di pagi hari. Semu merah diwajahnya mulai muncul.
“
Gue minta maaf no, gue gak sengaja “
“
lain kali liat dulu! Malu tau, dasar mesum!! “ Arno melemparkan baju kotornya
ke wajah Ghifari lalu berlari menjauh.
******
Mereka berdua baru saja
menyelesaikan makan siang. Kini mereka berdua sedang terbaring di tanah yang
beralaskan rumput liar. Kepala Arno tidur dilengan Ghifari. Mereka saring
merangkul. Jarang-jarang Arno bisa seperti ini dengan Ghifari. Maka dari itu
dia tidak menyia-nyiakan kesempatan kali ini.
“ Lo pernah suka sama seseorang no?” Ghifari
membuka percakapannya.
“ ya, Pernah. Malahan sampai sekarang Arno
masih suka sama orang itu “ jawab Arno dingin sambil memainkan tangan yang ia
tempatkan didadanya.
“ terus? Dia tau kalau lo luka sama dia? “
tanya Ghifari lagi.
“ oohhh, terus kalau gitu sedeket apa lo sama
orang itu? “
“ sedeket aku sama kaka “ jawab Arno sambil
menatap wajah Ghifari yang kini d]sedang menerawang langit.
“ gue juga lagi suka sama seseorang, tapi dia
gak pernah tau kalau gue diem-diem suka sama dia. Kita pertama kali ketemu di
warung bakso, waktu itu gue marah-0marah sama dia. Tapi entah kenapa makin
kesini gue makin suka sama dia. Cinta emang bisa datang kapan aja “
Arno
bangun dari tidurnya, ia duduk menghadap Ghifari. Ghifari hanya memandangnya
lalu tersenyum manis.
“
orang itu pasti beruntung bisa disukain sama cowok secakep kaka “
“ ah lo bisa aja no, pasangan lo juga pasti
bheruntung punya pacar kaya lo. Lo manis no “
Arno
tersipu malu hingga rona merah muda di pipinya terpancar. Percakapan mereka
terhenti ketika handphone Arno bergetar menandakan ada yang menelfon dirinya.
Sebuah telfon dari bang Wingky ia angkat dengan segera.
“
ia bang ada apa..?? “
Arno
terdiam sejenak mendengarkan Wingky berbicara disebrang line telfon sana. Lalu
beberapa menit kemudian Arno menangis dan menutup telfonnya.
“
ibuu....???? “
SUDUT PANDANG ARNO
Bendera kuning didepan gubuk tua
milik keluargaku ini cukup membuat air mataku keluar dengan deras. Semua orang
menatapku iba, mba Lia melihatku dengan wajah yang bercucuran airmata. Dia
berlari dan memelukku dengan erat. Ghifari menguatkanku dengan pegangan
tangannya yang terus menguat.
Bang wingky juga terlihat
menangis sambil merangkul istrinya. Aku menyimpan tasku sembarangan. Kumasuki
rumah yang sudah dikerubungi banyak orang. Jantungku berhenti berdetak ketika
aku melihat tubuh ibuku yang terbujur kaku tertutup oleh kain batik miliknya.
Tubuhku lemah tak berdaya, akhirnya aku ambruk dihadapan mayat ibuku.
Kubuka kain putih yang menutupi
wajahnya, indah dan bercahaya. Itulah yang kulihat saat menatap wajah ibuku
yang kini telah ditinggalkan ruh nya. Ghifari merangkulku dengan erat. Aku juga
mendengar isak tangisnya.
“
Relain ibu lo pergi no. Dia udah tenang disana, yang sabar ya no “ Dia
memelukku dan membawa kepalaku yang terasa berat ini di dadanya.
Aku merasa sangat sakit karena
aku belum pernah membahagiakan ibuku sedikitpun. Aku ingin mengajak ibu untuk
tinggal dirumah besarku kelak. Aku ingin mengajak ibu pergi jalan-jalan keluar
negeri agar ibu bisa merasakan bagaimana enaknya menjadi orang yang kaya. Masih
banyak yang ingin kulakukan dengan ibu. Namun takdir berkata lain, ibuku harus
pergi terlebih dahulu.
Kakaku Lia masih terus menangis,
hingga akhirnya ia jatuh pingsan. Keadaan semakin ricuh ketika kakaku
satu-satunya tak sadarkan diri. Semua orang membantu menggotong kakaku yang
kini tengah berbadan dua masuk kedalam kamar.
Aku
kembali memandangi wajah ibu yang telah pucat.
“
bu.. maafkan Arno karena disaat terakhir hidup ibu Arno gak bisa nemenin ibu.
Arno memang anak durhaka bu, Arno minta maaf bu. Arno harap ibu tenang disana.
Arno yakin pasti saat ini ibu lagi di surga kan? Jaga diri ibu baik-baik.
Disini Arno juga bakalan baik-baik aja. “
Cairan tak
berwarna itu kembali turun dari mataku. Kuusap airmata itu dengan saputangan
peninggalan ibu. Untuk terakhir kalinya aku mencium pipi ibuku. Terasa sangat
berbeda, kulit ibu yang mulai keriput itu kini telah dingin. Tak seperti
biasanya yang selalu hangat dan membuatku nyaman.
Terimakasih bu, ibu telah
menjadi malaikat penjagaku dibumi ini. Sampaikan salamku pada sang Khalik.
Tenanglah bu, disini Arno akan baik-baik saja. Semoga suatu saat nanti kita
bertemu kembali. Terimakasih sekali lagi bu karena sudah mendidik Arno hingga
sebesar ini.
Arno
sayang ibu..
.
.
.
Hujan turun bersama kesedihan
yang kurasakan. Cairan tak berwarna itu satu persatu berpijak di atas atas
tanah pemakaman ibuku. Aku masih duduk termenung disamping kuburan ibu yang
bertaburkan bunga. Untuk beberapa menit kurasakan aroma tubuh khas ibu. Aroma
yang selalu kucium ketika aku kecil saat ibu memelukku dengan hangat.
Aku jadi teringat ketika umurku
kecil dulu ibu sering memelukku karena aku adalah anak pria yang cengeng.
Biasanya ibu selalu menghentikan tangisku dengan memberikanku uang seribu
rupiah dan menyuruhku untuk membeli dua permen berbentuk kaki yang aku sukai.
Setelah membeli permen itu biasanya ibu menyuruhku untuk duduk disampingnya.
Biasanya kami melakukan itu di teras rumah, ibu sering menyanyikan lagu
untukku. Suara ibu memang tak sebagus penyanyi seperti Lea Michele, Naya
Rivera, Whitney Huston, ataupun Cristina Aguilera. Namun suara ibu cukup
membuatku nyaman.
Aku juga teringat ketika ibu
menangis karena ulahku. Pada saat itu ibu sedang sakit sedangkan cucian baju
dirumahku sedang menumpuk. Ibu menyuruhku untuk mencuci semua baju, namun aku
malah melakukannya tidak benar. Saat itu ibu marah dan tiba-tiba menangis. Aku
merasa bersalah dan kebingungan pada saat itu. Namun aku segera meminta maaf
pada ibu dan memeluknya. Lalu ibu berhenti menangis dan memelukku kembali.
Begitu
banyak kenangan aku bersama ibuku. Jika ditulis mungkin akan membutuhkan banyak
halaman. Lamunanku tentang ibu terpecahkan ketika seseorang melingkarkan
tangannya dipinggangku. Ghifari, dengan baju hitamnya menembus hujan. Bajunya
yang tadi kering kini sama basahnya dengan bajuku.
Ia meletakkan kepalanya
dibahuku, Ghifari membuat diriku seperti dipeluk ibu saat ini. Cukup lama kami
berposisi seperti ini. Ia mengelus rambutku yang basah kuyup, ia membalikkan
badanku dan memelukku. Kulingkarkan juga tanganku di pinggang berisinya.
Nyaman, itulah yang kurasakan saat ini.
“
nangis aja sekuatnya no, gue tau lo banyak menanggung beban ketika lo tau orang
yang paling lo cintai itu pergi. Dada gue siap menampung semua kesedihan lo.
Nangis disini no. Nangis sepuasnya “
Seketika
itu aku menjerit, mengeluarkan semua kesedihan yang kututupi semanjak beberapa
jam lalu. Kesedihanku membuncah, dari tadi aku mencoba untuk tegar agar mba Lia
bisa tenang. Namun tangis ini tak bisa tertahan lagi.
Biarlah hujan dan semua makhluk
yang ada disini tahu bahwa aku sebenarnya adalah seorang pria yang cengeng. Aku
tak peduli ekspresi Ghifari sekarang seperti apa, yang jelas ketika aku
menangis Ghifari semakin mengeratkan pelukannya...
*****
Hari telah berganti, namun
kesedihan didalam hatiku masih saja tetap tak berlalu. Sudah dua hari aku tidak
bertemu dengan sosok ibuku yang sangat kurindukan ini. Kemarin tante Arni dan
Om joko datang. Mereka berbela sungkawa atas kepergian ibu. Mereka juga
membawakanku dan Ghifari beberapa baju. Untuk beberapa hari kedepan aku akan
tinggal disini bersama Ghifari, mba Lia, dan bang wingky.
Jam masih menunjukkaan pukul
empat tigapuluh dini hari namun mataku sudah terjaga. Ghifari masih tertidur
pulas dikamarku. Aku berjalan, menuju dapur. Disinilah biasanya aku
menghabiskan waktu seusai shalat subuh bersama ibu dan mba lia. Tungku api yang
biasanya menyala kini padam. Kucoba untuk menyalakan tungku api dengan beberapa
sisa kayu bakar agar aku bisa mengenang ibu lagi. Untuk beberapa saat aku
merasakan aroma tubuh ibu kembali, aku tau saat ini ibu pasti sedang melihatku
yang sedang kesepian ini
Kulihat mba Lia keluar dari
kamarnya. Tubuhnya kini terlihat tambun, usia kandungan kakaku sudah menginjak
delapan bulan. Satu bulan lagi aku akan mendapatkan keponakan darinya. Aahhh...
andai saja ibu masih hidup. Mungkin dia akan senang menimang cucu pertamanya.
“
Arno? Ngapain kamu ngelamun di depan tungku api? “ Kakaku berbicara sambil
sibuk menguncir rambut panjang hitamnya.
“ gak kenapa-kenapa ko mba. Arno lagi
kedinginan aja, mba ko udah bangun? “
Mba Lia
terdiam, lalu ia duduk di kursi kecil yang terbuat dari kayu disampingku. Ia
memelukku dan mulai menangis kembali.
“
mba keinget sama ibu lagi no “
“
sssshhhhh..!! udah mba, jangan nangis lagi. Kasian bayi yang ada di rahim mba
ngedenger bundanya nangis terus. Lagian ibu juga pasti sedih kalau ngeliat
tangisan mba kaya gini. Udah, ikhlasin ibu ya mba, mba tenang aja disini masih
ada Arno sama bang Wingky yang bakalan jagain mba. Mba gak usah takut. Arno
cukup kuat ko buat jagain mba sama calon keponakan arno ini “ aku berlaga
seperti seorang binaragawan untuk menghibur mba Lia.
Ia sedikit
tertawa lalu kembali memelukku.
“
kita jangan sampai kepisah ya no. Mba Cuma punya kamu, gak ada lagi sodara yang
bisa mba andelin selain kamu “
“
ia mba, Arno janji “ Aku mengelus punggung mba lia sehalus mungkin.
*****
Ghifari
sedang lahap memakan goreng pisang buatanku, tak lupa kusajikan juga kopi susu
kesukaannya. Tadi ada tetangga yang memberikanku pisang tanduk, mereka bilang
ini sebagai tanda ucapan berbela sungkawa. Mba lia sedang berada dikamarnya,
mungkin ia kelelahan karena dari kemarin memang ia susah untuk tidur. Setelah
tadi subuh berbincang denganku mba belum bangun lagi.
“
Pisang gorengan kamu enak no. Abang aja sampe ketagihan makannya “ puji bang
Wingky.
Sudah lama
aku tak melihat sosok ini, sosok yang dulu pernah berada di relung hatiku.
Penampilan jauh berbeda dari bang Wingky yang dulu. Sebelum menikah dan masih
bersamaku bang Wingky belum pernah menumbuhkan jambang hingga berewokan. Namun
kali ini wajahnya ditumbuhi dengan berewok yang tipis. Berewok itu menambah
kesan ‘gagah’ pada wajah bang Wingky. Apalagi tubuhnya, lebih berotot dari
beberapa tahun yang lalu.
“
abang udah lama gak ketemu kamu no, kamu masih biasa aja ternyata gak berubah.
Manisnya masih sama kaya dulu “ puji bang Wingky kepadaku.
Ghifari
memicingkan matanya pada bang Wingky. Aku berdehem dan Ghifari langsung
mengalihkan perhatiannya padaku.
“
abang bisa aja, ya udah kalau gitu Arno tinggal dulu kalian berdua ya. Arno mau
beli bahan makanan dulu buat makan siang nanti. “
“
kalau gitu, gue ikut lo no. Gue pengen lo masak makanan kesukaan gue “
Komentar
Posting Komentar