Winter Sadness (Chapter 11)
Aku menyisir rambutku
sekali lagi. Di luar sana kaka kembaranku sudah mulai membunyikan klaksonnya
beberapa kali. Aku menyambar tasku dan langsung berlari ke luar rumah. Aku
masuk ke dalam mobil dan langsung disambut dengan gerutuan Stefan. Aku hanya
mendengarkan saja, tak berani melawan. Akhirnya mulut Stefan berhenti
menggerutu setelah setengah perjalanan.
Gedungku dengan
gedung Stefan saling bersebrangan. Gedung kampus bagi mahasiswa sastra lebih
besar dari gedung tempat anak-anak teknologi dain sains. Itu karena mahasiswa sastra lebih banyak jumlahnya. Mungkin sekitar
seribu mahasiswa yang ada di jurusan sastra. Termasuk aku.
Stefan mengunci pintu mobilnya lalu dia berlari ke
arahku.
“ Kau hari ini
ada test kan? “
“ Iya,
bukankah kau juga akan mengadakan penelitian untuk olimpiade bulan depan? “
“ Ya hari ini
aku akan berada di lab seharian
“ Semoga berhasil kalau begitu “
“ Kau juga, nanti jika kau mau pulang datang
saja ke lab di gedung sains. Aku akan menunggumu “
Stefan
mengecupku dan menyemangatiku. Aku melambaikan tangan kepadanya dan kamipun
berpisah.
****
Testnya
sudah kulalui, cukup berat bagiku karena persiapan yang kurang matang mungkin.
Tiba-tiba saja aku merasa pesimis dengan hasilnya nanti. Seharusnya aku bekerja
lebih keras kemarin. Bukannyta pergi bersama Evan dan bersantai. Membicarakan
masalah Evan, hari ini aku belum bertemu dengannya. Ia juga tidak menghubungiku
semalam sampai saat ini. Aku berjalan ke luar ruangan sambil menjinjing tasku.
Seseorang meneriakkan namaku ketika aku baru saja melewati pintu.
Darren
berlari ke arahku sambil melambaikan tangannya. Aku membalas lambaian
tangannya, ia berhenti tepat di hadapanku. Dengan senyumannya yang mengembang
ia meraih tanganku.
“ Hai? Bagaimana
harimu? “
“
Menyenangkan, hanya saja aku mendapatkan test yang cukup sulit hari ini “
“ Oh ya? Kau
baru selesai dengan test mu. Baiklah, kalau begitu bagaimana jika sekarang kita
makan? “
“ Eemm..
bagaimana ya? Tadinya aku mau pergi ke perpustakaan untuk mengambil beberapa
buku sebagai bahan belajarku Darren “
“ Ayolah,
aku yang akan mentraktirmu. Setelah makan akan ku antar kau ke perpustakaan
bagaimana, “ ia memperlihatkan ekspresi semangatnya.
Matanya berbinar cerah sekali. Begitupun dengan
senyumannya. Dengan manis ia merajuk kembali.
“ Ayolah..
ya? Kau mau kan? “
Aku mengangguk, Darren segera menyusul anggukanku
dengan wajah gembira. Ia melompat-lompat seperti anak kecil lalu menggandeng
tanganku menjauh dari ruang kelas.
Author P.O.V
Mereka
duduk berdua saling berhadapan. Pesanan belum tersaji di meja yang mereka
pilih. Kantin cukup sesak dipenuhi mahasiswa mengingat ini memang waktunya jam
makan siang. Adrian duduk kikuk sambil memainkan ponselnya. Ia kembali
mengingat kejadian tadi malam. Melihat tubuh kecil Darren tanpa sehelai
benangpun sedang berpelukan dengan kakanya.
Mengingat hal itu wajahnya jadi memanas. Sekelebat
ia membayangkan bagaimana jika posisinya seperti itu dengan Evan. Apa yang akan
dia rasakan jika hal itu terjadi. Lamunannya tersadar ketika Darren menyentuh
tangannya. Ia berkata bahawa pesanan sudah datang dan benar saja. Dua mangkuk
ramen yang asapnya masih mengepul kini tersaji. Darren masih dengan ekspresi
antusiasnya mengambil sumpit dan segera memakannya. Adrian menaruh kembali
ponselnya kedalam tas.
“ Ramennya
sangat enak, cepat kau coba “
Adrian mengangguk lalu menyeruput mie nya. Lidahnya
seolah-olah dimanjakan oleh rasa ramen. Kuahnya yang panas terasa sangat pedas
dan dia menyukai itu.
“ Bagaimana?
Kau suka? “
“ Ya, aku
menyukainya “ Ujar Adrian setuju sambil menyeruput kembali mie nya.
Untuk beberapa saat mereka makan dalam diam. Tak ada
yang mengajak bicara satupun. Keduanya fokus dengan mangkuk mie yang kian lama
kian habis isinya. Lalu entah mendapat keberanian darimana Darren tiba-tiba
angat bicara.
“ Sebenarnya
aku mau minta maaf soal semalam. Aku melakukan hal itu dengan kakakmu karena
kami berdua terlalu larut dalam suasana. “
Adrian tersedak dan menimbulkan batuk yang amat
menyakitkan di tenggorokannya. Hidungnya memerah karena rasa pedas dari ramen.
Ia mengambil botol minumnya lalu meneguknya hingga tersisa setengah.
“ Ah,
maafkan aku. Seharusnya aku menunggu sampai kita selesai makan “
Adrian mengelap ingus yang sedikit keluar dari
hidungnya dan ia memberikan senyum seramah mungkin ke arah Darren.
“ Tak apa,
masalah yang semalam lupakan saja. Harusnya aku yang meminta maaf karena sudah
mengganggu waktu kalian berdua “
Darren menundukkan kepalanya malu.
“ Jadi
kalian berdua sudah berpacaran? “ Akhirnya Adrian bisa bersikap dengan tenang.
“ Kakakmu
menceritakannya? “
“ Semalam
dia datang ke kamarku. Menceritakan semuanya hingga kami tertidur berdua di
kamarku “
Darren tak menjawabnya, raut wajahnya berubah.
“ Kuharap
kau tidak cemburu “
“ Ah, tak
apa. Kemarin Stefan memperingatkanku untuk tidak cemburu kepadamu. Aku juga
sadar kalian berdua saudara kembar. Jadi tidak masalah jika kalian sedekat itu.
Aku akan mempersilahkan dia memperlakukanmu sepertiku juga. Seperti layaknya
seorang kekasih “
“ benarkah
dia memperingatkanmu seperti itu? “
“ eemm “
darren mengangguk sambil meminum air mineralnya.
“ Aku tidak
akan pernah cemburu terhadapmu “
Adrian menggenggam tangan Darren sambil mengucapkan
terima kasih. Mereka kembali makan. Tetapi tiba-tiba saja seseorang menjatuhkan
jus mangga ke arah Adrian. Jus itu membasahi seluruh bajunya dan juga
rambutnya. Es batu masuk ke dalam bajunya yang membuat kulitnya menjadi
kedinginan.
“ Ooppss..
maaf aku menjatuhkan jus itu di badan baumu “
Suara itu terdengar nyaring di telinga Adrian. Ia
mengenal suara itu namun tidak terlalu yakin.
“ Hei!
Apakah kau bisa berhati-hati. Padahal jalanan sangat lenggang dan tak ada yang
menyenggolmu, “ gerutu Darren
Adrian membalikkan badan dan matanya melihat sosok
gadis. Itu Carina, tubuhnya yang bagus itu dibalut dress mini yang jatuh di
atas lutut. Memampangkan kakinya yang jenjang dan mulus. Rambutnya ia biarkan
tergerai begitu saja.
“ Aku memang
sengaja menjatuhkan itu di tubuhnya. Itu balasan atas apa yang telah ia lakukan
terhadapku “
“ Apa
maksudmu? “ Darren terdengar sangat geram ketika berbicara.
“ Diam saja
cebol, jangan ikut campur denganku. Yang jelas pria ini telah merebut kekasihku
“
Adrian mendengar derap langkah kaki yang menuju mereka.
Itu Evan. Dia datang bersama Stefan dan teman-teman yang lainnya.
“ Ada apa
ini? “ tanya Evan.
“ Carina?
Apa yang kau lakukan disini dan apa yang kau lakukan kepada Adrian “
“ Aku datang
kesini untuk memberikan pelajaran kepadanya dan asal kau tahu saja. Aku bebas
berkeliaran disini karena sekarang aku mahasiswa di kampus ini. Jadi jangan
halangi aku “
“ Adrian,
apa kau tidak apa-apa? “ tanya Evan dengan khawatir.
Adrian mengangguk sambil mencoba mengeringkan
bajunya.
“ Carina,
kita perlu bicara “ Evan menarik paksa lengan gadis itu.
Darren dan yang lainnya segera menghambur ke arah
Adrian yang kini tengah membersihkan bajunya.
“ Apa yang
wanita itu lakukan kepadamu? Apa dia menyakitimu “
Kali ini Stefan yang berbicara, ia merangkul Adrian.
“ Sebaiknya
ku antar kau ke toilet untuk membersihkannya. Ayo “ Stefan membawa adiknya
menjauh dari sana. Meninggalkan Darren dan yang lainnya yang masih terkejut
dengan kejadian itu.
.
.
.
Rambutnya
basah kuyup, noda jus telah hilang dari bajunya. Adrian membersihkannya dengan
air dari wastafel. Setfan memberikan kemeja cadangan yang ia bawa di dalam
mobil. Kemeja itu kebesaran di badan Adrian. Tapi setidaknya kemeja itu kering
dan menutupi tubuhnya.
“ Gadis itu
menumpahkan seluruh jusnya di depan semua orang? Lalu kau diam saja? “
Nada bicaranya sedikit meninggi. Terlihat kekesalan
di raut wajahnya.
“ Sudahlah
Stefan, jangan permasalahkan ini. Aku tak apa “
“ tetapi
wanita itu sudah mempermalukanmu didepan banyak orang? Apa kau tidak sadar tadi banyak yang
menggunjingkanmu? Membicarakanmu hal yang tidak baik? “
Adrian tertunduk, ia bingung harus berbicara apa
kepada kakanya. Stefan perlahan menghampiri adiknya lalu memeluknya dengan
lembut.
“ Aku hanya
tidak ingin adikku diperlakukan seperti itu oleh orang lain. Aku tidak mau kau
tersakiti lagi seperti dulu yang aku dan ayah lakukan kepadamu. Aku berjanji
akan menjagamu “
Adrian mendengar sedikit isak tangis dari suara
kakanya. Adrian membalas pelukan itu dengan pelan. Tangannya yang kecil tak bisa
melingkar dengan sempurna di tubuh Stefan. Sebuah kecupan ia terima dari Adrian
di kepalanya.
“ Jangan
takut, aku akan melindungimu “
Suasana hening di toilet itu terpecahkan oleh
gebrakan pintu. Evan masuk dengan nafas yang terengah-engah. Tanpa berkata
apapun ia menarik Adrian kedalam pelukannya.
“ Kau tidak
apa-apa? Maafkan aku, karena aku Carina melaukan hal ini kepadamu “
“ Sudahlah
Evan aku tak apa. Dia hanya menumpahkan jus itu di bajuku. Dia tak menyakitiku
“
“ Syukurlah,
aku sangat khawatir kepadamu sayangku “ Evan memeluk Adrian dengan erat lagi.
Mengabaikan Stefan yang kini sudah mengepalkan tangannya memperhatikan tingkah
Evan.
“ Ayo, ku
antarkan kau pulang “
“ Tunggu “
Stefan angkat bicara.
“ Sebaiknya
biar aku saja yang mengantarkannya pulang. Pekerjaanku sudah selesai, kau urusi
saja dulu wanita jalang itu agar tidak mendekati adikku lagi “
“ hei bung,
itu sudah aku uruskan. Biarkan aku mengantarkannya “
Stefan menarik tangan Adrian untuk mendekat ke
arahnya.
“ Aku tidak
perduli, adikku akan pulang bersamaku. Sebaiknya kau pergi saja “
Adrian menatap Evan, mereka berdua seolah-olah
sedang berbicara dengan cara telepati. Evan mengangguk mengerti.
“ baiklah,
aku akan pergi. Aku mohon kepadamu jaga kekasihku baik-baik “
“ tentu
saja, sudah menjadi kewajibanku untuk menjaganya. Kau pergi saja, percayakan
Adrian kepadaku. Dia tak akan tersakiti sedikitpun “
Evan mendekat, sebuah kecupan ia berikan di bibir
Adrian lalu ia pergi.
Komentar
Posting Komentar