Mr.Cinderella (Bagian 3)


Bus yang kunaiki mulai memasuki lingkungan hutan. Di kanan kiri jalan aku hanya melihat pepohonan rindang dan rumput hijau. Daun-daunnya basah bermandikan embun, menambah suasana alam semakin segar. Matahari yang baru saja muncul memancarkan sinar emasnya ke segala penjuru hutan. Sinarnya itu masuk diantara celah-celah ranting pohon yang ditinggali oleh burung-burung kecil yang bercicit menyanyikan sebuah lagu.
Aku sangat suka dengan suasana seperti ini. Sejak kecil ayah dan ibuku selalu mengajakku pergi bertamasya ke alam terbuka seperti ini. Mereka mengajarkanku berbagai jenis hewan yang ditemukan di hutan. Mereka juga mengajarkan nama-nama tumbuhan. Membantuku memilah mana tumbuhan yang bisa dimakan dan mana yang bisa dijadikan obat.
            Berbicara tentang orangtuaku, tadi pagi ayahku sudah membicarakan masalah perceraian pada ibuku. Ayah menjelaskan semuanya bahkan ayahpun menunjukan hasil video dari cctv tersembunyinya. Ibu dan kedua kakak tiriku terkejut dengan video yang dimiliki ayah. Mereka menangis seraya memohon ampunan dari ayah begitu juga dariku. Namun aku tak ingin mempercayai kalimat-kalimat busuk mereka bertiga. Ayah juga sama sepertiku, dan proses perceraiannya kan dimulai minggu depan. Aku rasa ini akan menjadi sebuah awal yang bahagia untukku.
            Diva dan Devi tidak ikut berkemah bersamaku. Mereka ingin menemani ibunya di rumahku yang masih berduka atas keputusan ayah untuk bercerai. Mulai besok mereka harus sudah angkat kaki dari rumah dan pindah ke rumah yang sebelumnya sudah di sediakan oleh ayah. Ayahku memang terlalu baik. Jadi ketika memutuskan untuk bercerai ayah sudah menyediakan rumah untuk mereka tinggali. Ayah sepertinya sudah merencanakan ini semua. Ayah juga bilang rasanya tidak tega jika membiarkan mereka berada di jalanan kota dengan membawa tas.

            Kami tiba di sebuah lapangan terbuka yang luas. Lapangan yang hanya terdiri dari hamparan rumput hijau sejauh mata memandang. Lapangan ini di kelilingi oleh hutan lindung yang cukup aman karena tak ada binatang buas berbahaya yang berkeliaran. Semua siswa berhamburan dari dalam bus, berlarian di atas rumput hijau sambil membawa tas-tas mereka yang menggunung. Aku menuruni tangga bus dan keluar dengan melompat kecil. Menghirup udara segar alam yang membuat paru-paruku terasa lega.
  “ Dante, kita mau buat tenda dimana nih? “ tanya Adit, teman sekelasku.
  “ Dimana aja, yang penting gak jauh dari yang lain “
  “ Ya udah, kita buat disana aja “
Aku dan teman-teman sekelasku berjalan, mendekati ke arah kerumunan anak-anak lain yang juga sudah mulai mempersiapkan tenda mereka.
            Aku melihat Dimas saat itu, ia mengenakan kaus putih yang dibalut lagi dengan kemeja loreng ala tentara. Memakai celana sependek lutut yang penuh dengan saku. Ia menjinjing tas gunung berukuran sedang berwarna merah maroon. Lagi-lagi aku menyimpulkan sebuah senyum. Sepertinya wajahku memerah lagi.
            Siang itu kami melakukan segala persiapan. Mulai dari tenda, pembagian kerja dan juga mempersiapkan acara untuk nanti malam. Para guru akan membuat sebuah game untuk kami semua nanti malam. Aku dan teman-teman sekelasku ditugaskan untuk mencari kayu bakar. Cukup sulit mencari kayu bakar yang kering setelah hutan ini semalaman di guyur hujan. Tetapi kami tetap bisa mengumpulkan cukup banyak kayu bakar meskipun dengan perjuangan yang berat dan melelahkan.
Malam pun tiba dengan cepat, matahari turun ketika aku baru saja selesai mandi di aliran sungai yang dingin. Ya, kami para lelaki mandi di aliran sungai yang airnya turun langsung dari gunung. Kalian bisa membayangkan bagaimana sejuknya air itu.
            Malam ini kami semua melebur menjadi satu. Tak ada kata senioritas diantara kami semua. Kakak-kakak kelas di tingkat akhir SMA berbaur bersama kami para adik kelas. Kami duduk mengitari api unggun besar, aku melihat Dimas mengenakan sweeter hitam yang lengannya terlalu panjang. Rambutnya terlihat lepek namun tetap saja tampan.
Acara api unggun malam ini akan di meriahkan oleh sebuah game. Game ketangkasan dan kerja sama antar team. Guru-guruku tengah mempersiapkan deretan kursi kayu yang jumlahnya ada delapan. Jadi ada delapan regu yang bermain, setiap kelas mengirimkan masing-masing siswanya satu orang untuk mewakili bermain game. Jadi tidak semua siswa bermain, sisinya menonton orang-orang yang bermain dan mendukung. Aku ditunjuk teman-temanku untuk bermain, aku ingin menolak tapi mereka malah mendorongku maju kedepan dan bergabung bersama yang lainnya.
            Aku melihat Dimas juga maju kedepan, mencalonkan dirinya sendiri sebagai pahlawan kelas dalam permainan ini. Ia berlagak seperti super hero yang baru saja menjatuhkan lawannya dan menyelamatkan kota. Guruku mulai membagi kelompok, dan kalian tahu? Aku bergabung dalam kelompok yang dipinpin Dimas. Entah ini kebetulan atau apa tapi aku sangat senang.
            Pak Andra guru olahraga kami mulai menjelaskan bagaimana cara bermain dalam game ini. Jadi semua orang yang berada dalam kelompok harus naik ke atas kursi kayu yang telah di sediakan. Satu orang terkahir harus bisa berjalan melewati anggota group lainnya yang terdiam di atas kursi kayu itu tanpa terjatuh. Otomatis orang yang tidak berjalan harus memegang erat agar orang yang berjalan tidak terjatuh dan berpindah tempat dengan selamat. Karena aku orang yang paling terkecil diantara anggota yang lainnya, aku ditunjuk sebagai orang terakhir yang harus berjalan melewati anggota lainnya.
            Semua anggota dari seluruh kelompok mulai naik ke atas kursi kayu panjang masing-masing, begitupun dengan kelompokku. Kami berdiri hati-hati, menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh di detik-detik awal. Peluit dibunyikan, itu tandanya aku harus mulai berjalan melewati anggota kelompokku yang lainnya. Aku berjalan dengan perlahan, mencoba menyeimbangkan diri agar tidak terjatuh. Setiap anggota kelompok memeluk pinggangku agar tidak terjatuh. Aktivitas ini membuat pikiranku jadi kacau, aku terus berpikir apa jadinya jika aku sampai di bagian Dimas nanti. Apa dia akan memeluk pinggangku juga?
Semua orang yang tidak bermain game saling melontarkan teriakan dukungan. Teman-teman sekelasku meneriakan namaku dengan keras. Aku terus berusaha berkonsentrasi agar tidak terjatuh.
            Aku sudah melewati setengah dari kelompokku, ketika melihat kelompok lainnya aku rasa kelompokku lebih unggul. Di ujung sana satu kelompok telah gagal karena seluruh anggotanya terjatuh. Diriku semakin mendekat ke arah Dimas yang kini sedang memperhatikanku dengan harap-harap cemas. Mungkin ia takut aku menggagalkan game ini. Hanya tinggal melewati satu orang lagi dan Dimas akan menangkap pinggangku.
Hap! Dengan tangkas Dimas memeluk pinggangku. Aku mulai kesulitan bernafas karena gugup. Larena tidak berkonsentrasi diriku sedikit oleng. Teman-teman yang lainnya mulai menyeimbangkan tubuh mereka. Dimas mengeratkan pelukannya di pinggangku. Ia menarik tubuhku untuk ia dekap semakin erat. Kami diam sejenak dalam posisi seperti ini. Aku merasakan detak jantung Dimas yang berdebar kencang sama sepertiku. Dimas memajukan wajahnya ke arah kepalaku, lalu aku mendengar ia mendengus.
  " Parfum anggur yang memabukkan “ Katanya sedikit berbisik kepadaku.
Aku terkejut dengan bisikannya, aku mendorong tubuhnya untuk menjauh dariku. Tetapi pegangan tangannya di pinggangku terlalu kencang. Ketidak seimbangan tubuh kami menjadi kacau. Tubuhku dan tubuh Dimas condong ke belakang. Beberapa menit kemudian pertahanan kami runtuh. Aku terjatuh di atas tubuh dimas. Anggota kelompok lainnya juga sama terjatuh ke tanah. Aku jadi teringat kejadian beberapa hari yang lalu ketika aku menolong Dimas di mall.
            Sekali lagi aku melihat wajahnya yang menutup mata. Begitu indah dengan sedikit diterangi oleh sinar dari api unggun. Lalu aku merasakan lengan dimas meremas bokongku. Ia tersenyum jahil dan aku segera bangkit lalu berlari menjauh darinya. Menjauh dari semua kerumunan orang yang mungkin menatapku dengan aneh.
*****
Author P.O.V
            Dante mencoba menjauh dari keramaian orang-orang setelah kejadian itu. Ia tidak ingin yang lainnya tahu apa yang terjadi ketika dirinya dan Dimas terjatuh saat game tadi. Ia berpikir sepertinya Dimas mulai menyadari siapa model wanita yang telah menolongnya.
Jam sudah mulai beranjak ke waktu tengah malam. Semua pekemah telah masuk kedalam tenda masing-masing. Suara dengkuran saling bertegur sapa di tenda-tenda. Api unggun masih menyala di luar, ditemani dengan heningnya tempat berkemah mereka.
            Dante terbangun, merasakan aliran aneh di kantung kemihnya. Ia tak bisa menahan air kencingnya lagi. Dengan keberanian yang dipaksakan, ia keluar dari tendanya sambil membawa sebuah senter untuk menerangi jalan. Dante berjalan ke arah dekat aliran sungai. Keadaan sudah sepi, ia tak melihat siapapun.
            Dante mempercepat buang air kecilnya, dengan hati yang cemas ia melirik ke kanan dan kiri untuk memastikan tidak ada orang. Setelah selesai ia segera kembali ke tendanya untuk melanjutkan tidur.
            Setibanya di area perkemahan, Dante melihat Dimas sedang duduk sendirian di dekat api unggun. Dadanya berdebar lagi, ia tak ingin Dimas melihatnya. Tetapi harapannya pupus sudah, Dimas melihatnya ketika ia mendekat. Dimas bangkit dari duduknya, Dante segera mempercepat langkahnya menuju tenda. Namun Dimas menahan lengannya, ia menyeret Dante menjauh dari perkemahan. Membawanya ke tepi hutan.
  “ Kak, Aku mau balik lagi ke tenda “
  “ Gue mau ngomong sama lo “
Mereka berdiri saling berhadapan. Untuk beberapa saat pandangan mereka saling beradu. Dimas mendekatkan diri lalu memeluk Dante dengan lembut.
  “ Akhirnya gue nemuin lo “
Dante berdiri mematung, tak berani melakukan apapun.
  “ Kenapa lo gak bilang kalau yang nyelametin gue di mall kemaren itu lo? “
  “ kaka ngomong apa sih? Maaf kayanya kaka salah orang “
Dante mencoba membalikkan tubuhnya namun lagi-lagi Dimas menahannya. Ia malah memeluknya lagi, kali ini sambil memegang bokong Dante.
  “ Lo gak bisa bohong lagi Dante. Aroma parfum, pantat lo yang gempal, itu sama banget kaya model yang nolongin gue. Lagian itu model juga punya tahi lalat di sudut bibirnya sama kaya lo. Lo itu mirip dia. Jangan bohong lagi deh, lo kan yang nyelametin gue?“
Dimas tertawa kecil sambil mengacak-acak rambut Dante.
  “ Ko bisa sih lo dandan kaya cewek waktu itu? “
  “ Disuruh sama perancang bajunya, sebenernya aku mau belanja sayuran waktu itu. Tapi tiba-tiba ditrik gitu aja “
  “ oh gitu, suruh siapa punya wajah sama body mirip cewek “
Mereka terkekeh.
  “ Jadi kak Dimas gak marah setelah tau kalau cewek yang disukain itu nyatanya cowok? “
Dimas menggeleng dan sekali lagi memeluk Dante.
  “ Sama aja kok, gue udah terlalu mabuk sama aroma parfum anggur itu hihihihi “
  “ Jadi? “
  “ ya jadi.., gue gak akan biarin lo ngilang lagi. Mau kan jadi pacar gue? “
  “ Ah? “ Dimas mengernyitkan dahinya.
  “ Jadi pacar gue atau gue remes panantat lo lagi “ gelak tawa Dimas membahana.
Dimas menggotong tubuh Dante yang lebih mungil darinya. Ia berlari ke arah perkemahan\ dengan membawa beban di atas pangkuannya. Dante tertawa dan sesekali menjerit karena takut terjatuh dari pangkuan Dimas yang mendadak.
EPILOG
            Arak-arakan awan di atas langit pagi ini kupandang dengan seksama. Setiap pergerakan lambannya kuikuti dengan ekor mataku. Pagi ini pelangi menampakkan dirinya. Hujan baru saja reda jam lima pagi tadi. Itu sebabnya warna-warna pelangi muncul di langit pagi ini.
            Ikan-ikan koi yang sewarna pelangi juga tengah berenang kesana kemari di kolam belakang rumahku. Berlarian mengejar satu sama lain. Saling menyapa ketika berpapasan.
Kehidupanku berubah ketika ayah bercerai dengan ibu tiriku. Kini aku hanya tinggal berdua bersama ayah. Lebih sering sih tinggal sendiri di rumah karena ayah masih harus bekerja di luar kota. Aku hanya di temani pembantuku setiap harinya. Kadang juga Dimas datang ke rumah dan menginap untuk menemaniku.
            Berbicara tentang si pangeran jahil itu, sekarang dia telah berubah. Sifatnya yang dulu menyebalkan seperti menguap begitu saja. Dimas berubah menjadi orang yang lebih ramah dan mau bergaul dengan siapapun. Senyuman tak pernah lepas dari wajahnya.
Setelah kejadian berkemah waktu itu, kami berdua akhirnya menjalin hubungan. Ya, Dimas menyatakan cintanya secara mengejutkan ketika ia mengajakku jalan di mall tempat dimana aku menolongnya waktu itu. Karena perasaan cinta yang sama, aku menerimanya. Kini hubungan kami tengah berjalan lima bulan. Selama lima bulan ini aku merasa semakin nyaman berada di dekatnya. Dimas selalu memberikan hal-hal mengejutkan yang membuat diriku seperti seorang pangeran istimewa dalam hidupnya.
            Seperti sekarang ini, ia tiba-tiba saja memelukku dari belakang ketika aku sedang asyik memandangi ikan-ikan di halaman belakang rumahku. Ia mengeratkan pelukannya di pinggangku. Hembusan nafasnya yang halus terasa menggelitik di tengkukku.
  “ Kak Dimas, nanti kalau ketauan Bi Wati bisa bahaya loh. Kak Dimas mau nanti Bi Wati bilang sama Ayah terus kak Dimas dimarahin? “
Ia malah tertawa kecil lalu mencium pipiku dengan lembut.
  “ Bi Wati kan pulang hari ini jeyek. Pikun kamu “
(re/ jeyek : jelek)
  “ Oh iya ya, Aku lupa kak “
  “ Jadi kaka boleh dong peluk kamu makin erat? “
Aku hanya tersenyum sambil tersipu malu. Dimas mencolek-colek pipiku dan terus menggodaku. Membuat wajahku semakin memerah karena malu.
  “ Sayang, hari ini kita main ke Puncak mau? “
  “ Ke Puncak? Kayanya seru. Tapi ayah kan pulang hari ini “
  “ Ayah kamu pulang jam berapa? “
  “ nanti malem sih sekitar jam tujuh “
  “ Ya udah, sebelum maghrib nanti kita pulang kok. Kita berangkat sekarang aja yuk? “
  “ Berangkat sekarang? Kaka bawa baju ganti emang? “
  “ kaka udah rencanain ini dari kemaren. Jadi kaka udah persiapan sebenernya, kaka baru bilang aja sama kamu hari ini jeyek “
  “ Ya udah, kalau gitu aku mandi dulu ya “
Ia menahan pergelangan tanganku. Menunjukkan wajah memohon seperti anak kucing, kalian pasti akan tertawa jika melihatnya.
  “ Apalagi sih kak? “
  “ Ikut mandi yaaa.. “
  “ Hhiiihh mesum, mandi masing-masing ah. Kamar mandi di rumah ada tiga kan. “
Aku menjulurkan lidah mengejeknya. Dimas tertawa, tawanya menggema seisi rumah.
  “ sayang.. “
  “ Iya? “ jawabku.
  “ Aku cinta kamu “
Sebuah kecupan di bibirku terasa begitu cepat. Dimas memelukku lagi dengan erat sambil mengelus puncak kepalaku.
            Cinta itu memang benar bisa datang kapan saja dan kepada siapa saja. Hanya tinggal waktu yang menentukan. Aku mendapatkan cintaku di waktu dan keadaan yang tak terduga, dan kini aku bahagia karenanya. Cinta itu tak akan pernah pandang bulu. Miskin, kaya, tampan, jelek, wanita, pria, semua orang bisa dihinggapi sang cinta kapan saja. Jika kalian yang sedang di hinggapi cinta saat ini, jagalah terus sang cinta agar bisa terus bertengger di dahan-dahan asmara kalian. Jangan pernah mengusirnya dengan sebuah penghianatan.
Maka untuk kalian wahai insan yang belum didatangi sang cinta. Persiapkan diri kalian untuk menyambutnya. Karena bisa saja setelah kalian membaca kisahku ini, sang cinta akan datang dan hinggap dalam hati kalian bersama seseorang yang sedang kalian cintai.

Siapkah kalian jatuh kedalam jurang cinta wahai insan yang sedang menunggu cinta?

END


MAAF BILA ADA KESAMAAN NAMA, TEMPAT, ATAUPUN KEJADIAN YANG DIALAMI PARA PEMBACA. CERITA INI HANYALAH KARANGAN FIKTIF BELAKA. MAAF APABILA MENEMUKAN KESALAHAN DALAM PENULISAN.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CINTA SEGI EMPAT ( CHAPTER 15 )

I JUST LOVE YOU ( TWO SHOOT )

KARAM (Kama & Rama) #Bagian1