PARADISE LOVE (Chapter 11)
Arno sudah
membereskan semua peralatan di studio foto. Al dan Marcus sudah turun ke bawah
untuk kembali ke meja masing-masing dan melakukan editing foto. Ia melap peluhnya
yang mengalir di dahi sembari menghembuskan nafas tanda lelah. Arno keluar dari
studio foto dan turun ke lantai satu untuk kembali bersama yang lainnya.
Keadaan kantor sudah mulai sepi,
beberapa pegawai mungkin sedang bertugas diluar. Arno melirik ke arah ruangan
milik Hye Sung. Mengecek apakah suaminya telah kembali. Namun hatinya mencelus
ketika ia mendapati bahwa kantor itu masih kosong. Lalu matanya teralihkan
ketika ia melihat ruang makeup dan ganti baju para model. Lampu masih menyala
di dalam sana dan pintunya tak tertutup dengan rapat. Ia mempercepat langkahnya
untuk menutup dan mematikan lampu. Ia memutar gagang pintunya dan masuk
kedalam.
Ketika ia membalikkan tubuhnya matanya
menemukan sosok Yun Ho yang kini sedang mengganti baju. Setengah badannya
telanjang, tubuhnya yang putih mulus terpampang dengan jelas. Otot-otot
tubuhnya memang tak sebesar yang dimiliki Ghifari namun tetap saja memikat.
Arno menjerit dan cepat-cepat menutup matanya.
Yun Ho yang saat itu juga tak
menyadarinya segera menarik kepalanya untuk mengenakan bajunya.
“ Eiihh kau mengagetkanku saja. Kenapa kau
berteriak euh? “
“ Maafkan aku tuan Yun Ho. Aku kira tak ada
orang disini, tadinya aku ingin mematikan lampu dan menutup pintunya dengan
rapat. Sekali lagi maafkan aku. “
Arno
memutar kembali knop pintunya untuk segera keluar dari dalam kamar ganti.
“ Tunggu, aku ingin bicara denganmu “
Langkahnya
terhenti di ambang pintu, Yun Ho menarik tasnya lalu menyelempangkannya. Ia
memegang tangan Arno.
“ Ada apa? “
“ aku belum mengurusi jadwal pemotretan di
minggu berikutnya bersamamu. Bisakah kita melakukannya sekarang? “
“ ah tentu saja, ayo ikut ke mejaku “
“ Tunggu “
Lagi-lagi
Yun Ho menahan Arno dengan menggenggam tangannya. Kali ini lebih erat.
“ Bisakah kita melakukannya di luar? Maksudku
di kafe yang ada di depan sana. Perutku lapar, aku tidak bisa berkonsentrasi
jika perutku kosong “
“ Tapi.. “
“ Ayolah, akan ku traktir kau. Aku mohon. “
“ baiklah kalau begitu “
.
.
Mereka berdua berjalan beriringan.
Sedari tadi Yun Ho tidak melepaskan tangannya dari rambut. Ia terus merapikan
rambutnya yang hitam itu dan bertanya kepada Arno apakah rambutnya sudah rapi
atau belum setiap sepuluh langkah. Arno selalu menjawabnya dengan senyuman,
sesekali tertawa kecil karena tingkah Yun Ho yang lucu.
Mereka masuk kedalam sebuah kafe
dengan gaya klasik. Penghangat ruangan itu membuat tubuh Arno yang kedinginan
mulai hangat kembali. Ia menanggalkan mantelnya dan menggantungkannya di kursi
yang ia duduki. Yun Ho melepaskan belitan syalnya di leher, memperlihatkan
leher mulusnya yang jenjang.
“ Apa rambutku sudah rapi? “ sekali lagi ia
bertanya.
Arno
tertawa, “ Sudah kukatan bahwa rambutmu sudah rapi. Ayolah Yun Ho, kau tidak
usah menanyakan itu berulang kali. Kau sudah rapi dan tampan “
Yun Ho
memandangnya dengan mata berbinar.
“ benarkah aku tampan di matamu? “
Arno
mengangguk, “ Ya kau tampan. Seperti personel boyband asal korea “
“ Aku memang orang Korea Arno “
“ Ya aku tahu itu “
“ Jadi kau mau makan apa? Aku mau memesan
rainbow cake dan mochacino. “
Yun Ho
menyodorkan menu kepadanya. Arno melihat-lihat gambar-gambar kue beserta
harganya. Ia memilih Green Tea cake dengan satu cangkir coklat hangat.
“ Perpaduan aneh “ kata Yun Ho ketika Arno
memilih itu.
Pelayan
kafe kembali ke bagian dapur untuk menyampaikan pesanan mereka kepada sang
chef.
Di luar sana salju turun semakin
banyak, jalanan sudah tertutup rapat oleh tumpukan selimut salju itu. Para
petugas kebersihan mulai membersihkan salju dari jalanan dengan sekop-sekop
mereka. Arno dan Yun Ho kembali memulai percakapan mereka. Hingga pesanan
mereka datang. Coklat yang masih mengepulkan asap itu menggoda lidah arno. Ia
menyesap harumnya coklat dari cangkir. Yun Ho sudah memulai menyendoki rainbow
cake nya.
“ Kau suka rainbow cake? “ tanya Arno sambil
menyendok greentea cake nya.
“ Emm.. Aku suka sekali rainbow cake “ jawab
Yun Ho tidak jelas karena mulutnya penuh kue.
“ Kenapa? “
“ Aku suka warnanya, dan rasanya enak.
Apalagi topingnya. Aku sangat suka sekali. Banyak warna membuat mulutku selalu
ingin memakannya “
“ Kau suka warna pelangi? “
Yun Ho
mengangguk antusias seperti anak kecil. Di dalam benaknya Arno berbicara
sendiri. Ia mengira-ngira bahwa Yun Ho seorang homoseksual sama seperti
dirinya.
“ Ya, aku gay “ celetuk Yun Ho lalu meminum
mochacino nya.
“ Kau pasti berpikir seperti itu kan dalam
otakmu. Apa kau risih duduk berdua dengan seorang pria gay sepertiku? “
Arno
menggelengkan kepalanya.
“ Kau sudah pernah berpacaran? “ tanya Arno
memberanikan diri.
“ Ah aku benci jika seseorang menanyakan hal
ini kepadaku “
“ Maafkan aku kalau begitu “ Arno memandang
wajah Yun Ho sekali lagi. Dirinya sedikit terpana dengan pria berdarah asia
itu.
“ Tidak apa-apa. Baiklah aku akan
menceritakannya kepadamu. Aku baru saja putus dengan kekasihku lima bulan yang
lalu. Dia pria berusia dua tahun lebih muda dariku. Wajahnya tampan dan manis,
berkewarganegaraan Belgia. Namanya Smith. Kami putus karena, yaa kau tahu lah..
“
“ Apa? Kenapa? “
“ Dia pergi bersama lelaki lain. Dia
memutuskan hubungan kita karena aku belum pernah menyentuhnya sama sekali “
“ Maksudmu bagaimana? “ Kali ini Arno memang
tidak tahu.
“ Melakukan itu... Berhubungan di kamar, masa
aku harus menjelaskannya lebih terperinci kepadamu “
“ Ah aku mengerti “
Arno
merunduk menyembunyikan wajah malunya.
“ Bagaimana denganmu? Apa kau seorang gay
juga sama sepertiku? “
Arno
menjawabnya dengan anggukkan. Yun Ho seketika tersenyum bahagia, ia mengepalkan
tangannya dibawah meja. Tanda senang dan menang.
“ Kau sudah punya pacar? “
Arno tidak
menjawabnya, matanya lebih dulu menemukan sosok Ghifari bersama Hye Sung di
sudut ruangan. Parahnya lagi ketika ia melirikkan mata ke arah mereka, Hye Sung
sedang mengelap mulut Ghifari dengan tangannya. Ghifari tak melakukan hal
apapun apalagi mencegahnya. Ia hanya terdiam menatap Hye Sung.
“ Arno, kau kenapa? Apa kau sudah punya pacar? “
Arno tak
menjawabnya lagi, ia tak bisa menahan emosinya. Matanya mulai terasa basah lalu
setitik air mata turun.
“ kenapa kau menangis? Arno apa kau baik-baik
saja? Apa kau punya masalah dengan kekasihmu? Ah maafkan aku sudah mengingatkannya
kalau begitu. Aku mohon maafkan aku. “
“ Tidak, bukan itu Yun Ho.Bisakah kita pergi
dari sini sekarang? “
“ Pergi? Apa kau yakin? Kue mu belum kau
habiskan “
“ Aku sudah kenyang, aku mohon kita harus
pergi sekarang. Kita oobrolkan jadwalmu di taman saja “
“ Baiklah kalau begitu, ayo.. “
Yun Ho
menggandeng tangan Arno. Arno membiarkannya saja, ia tak menghiraukannya.
Pikirannya masih terpaku dengan kejadian yang ia lihat tadi.
Komentar
Posting Komentar