CINTA SEGI EMPAT ( CHAPTER 14 )


Ghifari kembali bersifaat dingin padaku. Aku heran, apa yang membuat dirinya kembali dingin seperti itu padaku. Lihatlah sekarang, dia sedang tidur di sofa membelakangiku. Aku ingin dia perhatian lagi padaku.
                Aku merasakan tenggorokanku sangat kering. Ku coba meraih gelas minum di meja nakas di sebelah kanan ranjangku ini. Susah payah aku mengambilnya, ku geserkan sedikit gelas itu untuk lebih mendekat ke arahku. Namun bukannya mendekat, gelas itu malah terjatuh kelantai. Otomatis dengan jatuhnya gelas itu, suara bising menggema di ruanganku.
                Ghifari terbangun dengan wajah terkejutnya. Ia segera berlari ke arahku.
  “ lo gak kenapa-kenapa kan? “ ia mengelus surai hitamku itu dengan lembut.
  “ maaf kalo aku ganggu kaka, aku tadi Cuma mau ambil minum “ aku merasa bersalah, aku tak berani memandang wajahnya. Pasti saat ini dia akan marah padaku.
  “ kenapa lo gak bilang sama gue? “ Ghifari mengambil kembali gelas baru dan menuangkan air mineral itu pada gelas kosong barunya.
Ia sodorkan gelas itu padaku dan ia menyimpan satu sedotan di gelasnya.
  “ minum, gue mau bersihin ini dulu “ katanya sambil membungkuk dan mengambil pecahan kaca yang berserakan di bawah.
SUDUT PANDANG PENULIS
                Ada rasa bersalah yang menyelimuti hati Ghifari saat ini. Ia terlalu mengacuhkan Arno tadi. Jujur, Ghifari memang merasa kesal dengan sikap Arno tadi siang yang begitu menyambut Agam dengan hangat.
                Ada rasa geram yang bergejolak di hatinya saat melihat kebahagiaan terpancar jelas di wajah Arno saat bertemu dengan Agam. Apakah ini yang namanya rasa cemburu? Ya mungkin.
Ghifari sudah mencintai Arno saat ini, namun ia tau ada dua pesaing yang berat menantinya di depan. Ghifari sudah tau kalau Wingky yang notabene nya adalah pamannya sendiri mencintai orang yang sama dengannya. Ghifari juga tau bahwa Agam mencintai Arno, itu semua terlihat jelas di mata Ghifari.
  “ Akh.. “ ghifari segera mengangkat ibu jarinya yang sekarang sudah berdarah karena tusukan pecahan gelas.
  “ kak? Kenapa? Ya ampun.. kaka berdarah “ Arno mencoba bangkit dari posisi berbaringnya sekarang, namun Ghifari menahannya.
  “ jangan, lo harus tetep baringan di kasur. Gue gak apa-apa ko. Nih liat, Cuma luka sedikit “ Ghifari menunjukan jempolnya yang masih berdarah.
                Dengan tanpa jijinya, Arno menarik tangan Ghifari dan mengemut ibu jari Ghifari yang berdarah. Ghifari mengernyitkan dahinya dan meneguk ludahnya. Arno terus mengemut jempol Ghifari hingga darah yang mengalir itupun menghilang, hanya tinggal bekas sayatannya saja yang terlihat.
  “ lo minum darah gue? Apa lo gak jiji? “ Ghifari duduk di kursi di samping Arno.
  “ itu yang biasa Arno lakuin kalo jari Arno berdarah. Supaya pendarahannya berhenti “ ucap Arno dengan santainya.
  “ tapi no.. “
  “ udah gak apa-apa, eemm.. kaka cuci gih. Takutnya kaka jiji karna jempolnya tadi arno emut “
Ghifari terkekeh pelan, ia menyimpan seluruh pecahan gelas itu di tong sampah.
  “ ngapain gue jiji biasa aja ah, oh iya lo udah makan? “
  “ belum kak, Arno males makan “ Arno memasang wajah aneh.
  “ tapi kan bentar lagi lo harus minum obat “ Ghifari kembali duduk di kursi.
  “ tapi kak.. “
  “ jangan bantah, makan dulu ya. Gue beli bubur dulu buat lo. Tunggu disini “
*****
                Wingky berlari dengan cepat menuju ruang rawat Arno dengan membawa dua buah keresek di tangan kekarnya. Senyum indah dengan lesung pipi tu tak luput dari wajahnya. Ia telah lama menunggu momen ini. Rasa rindu pada Arno begitu menyeruak di dalam hatinya.
                Pintu kamar di buka dengan pelan olehnya, terlihatlah Arno yang sedang di suapi oleh Ghifari keponakannya. Senyum itu memudar saat melihat Arno begitu senang dengan tingkah Ghifari.
  “ abang, udah pulang. Ko diem disitu si bang? “ Arno menyapa Wingky saat ekor matanya melihat sosok pria bertubuh tinggi itu.
  “ om bawa apa itu? “ Ghifari ikut bertanya.
  “ oohh eehh... ini tadinya makanan buat Arno. Tapi ternyata Arnonya lagi makan ya? Ya udah makanan ini di simpen aja buat besok “ Wingky menyimpan bungkusan itu lalu merebahkan dirinya di kursi samping Arno.
  “ gimana keadaan kamu hari ini no? “ Wingky mengusap lembut rambut Arno.
  “ baik bang, abang sendiri gimana kerjanya? “
  “ baik juga dong, abang punya ruangan sendiri sekarang. Kapan-kapan kamu main ke kantor abang ya “ Wingky mengusap lembut tangan Arno yang lebih kecil darinya itu.
                Wajah Ghifari memerah, ia sudah kesal dengan perilaku pamannya kepada orang yang di cintainya. Tangannya mengepal-ngpal. Dia merasa tak tahan dengan semua yang ia lihat. Ghifari memutuskan untuk pergi dari hadapan mereka. Namu tangan mungil Arno menahannya.
  “ kaka mau kemana? Bukannya kaka lagi nyuapin aku? “ tanya Arno dengan polos.
  “ gue harus pulang, gue lupa kalau baju ganti gue udah abis. Jadi gue mau ambil beberapa baju lagi. “ jawabnya tanpa melihat wajah Arno.
  “ Biar Om aja yang ambil baju kamu Ghif, kamu jaga Arno aja “ Wingky memberikan senyum ikhlas pada keponakannya itu. Meskiupun di hatinya ada sedikit luka, tapi ia terus memberikan senyumnya.
                Ghifari yang mendengar itu segera menengok ke sumber suara. Ia tidak percaya dengan apa yang di katakan Om nya tadi. Hatinya bersorak gembira.
  “ Kak Ghifari disini aja temenin Arno. Arno masih lapar.. “ dengan anehnya Arno berperilaku sangat manja pada Ghifari. Baru kali ini Ghifari melihat Arno semanja itu padanya. Lihatlah sekarang, Arno bergelayutan di tangan Ghifari.
                Ghifari kembali duduk dan menyuapi Arno. Arno membuka mulutnya dengan senang hati. Wingky kembali mengambil kunci mobilnya dan pergi meninggalkan mereka berdua.
SUDUT PANDANG WINGKY
                Aku tau, Arno memang anak yang sangat manis. Tidak aneh jika banyak pria dan wanita yang mengagumi bahkan mencintainya. Akupun tau, keponakan kesayanganku mencintainya juga. Bisa kulihat dari pandangannya dan tingkah lakunya ketika dia bersama dengan Arno.
                Rasanya aku harus mengurungkan niatku untuk menyatakan cinta pada Arno. Akan ku lepaskan Arno dan akan ku biarkan Ghifari memilikinya. Toh ada pepatah bahwa Cinta tidak harus memiliki kan?
Asalkan Arno bahagia, akupun pasti akan bahagia.
                Tak terasa air mata mengalir di pipiku. Haahhh.. aku memang cengeng! Kenapa aku bisa serapuh ini. Wingky, you must be strong! Jangan rapuh seperti ini.
  “ aarrgghh Wingky! Ngapain lo nangis hah? “ aku bermonolog ria sambil melihat diriku sendiri di kaca sepion ku. Ku lajukan kembali mobil ford hitamku ini menuju rumah kakakku.
.
.
                Saat aku memasuki rumah, ku lihat bi Imah sedang menyediakan minuman untuk dua orang perempuan. Ku lihat dari jauh, satu perempuan paruh baya dengan kerudung kusutnya dan di sebelahnya ada wanita berkulit putih dengan rambut hitam legam nan panjang sedang bercengkrama dengan bi imah.
                Wanita muda itu terlihat sangat cantik, apalagi dengan lesung pipinya sepertiku. Kira-kira siapa mereka, dan apa yang sedang mereka lakukan disini?
  “ Assalamualaikum.. “ ku ucapkan salam, kedua tamu itu menoleh kepadaku dan berdiri.
  “ waalaikumsalam.., eh den Wingky ko cepat sekali pulangnya “ sapa bi Imah.
Ku hampiri kedua tamu yang sepertinya baru datang itu. Ku lihat mata wanita paruh baya itu sembab seperti habis menangis. Wanita cantik di sampingnya juga sama, bekas air mata masih tercetak jelas di sudut mata indahnya itu.
  “ maaf, mereka siapa ya bi? “ tanyaku pada bi Imah.
  “ oh iya den, ini Ibu Halimah dan ini mba Lia. Mereka berdua ibu dan kaka den Arno “
Oh ternyata mereka kerabatnya Arno. Pantas saja wajahnya sedikit mirip dengan Arno. Apalagi wanita yang bernama Lia itu, mata indahnya begitu mirip dengan mata Arno.
  “ oh ya ampun.., selamat datang ibu. Saya Wingky adiknya mba Arni dan mas Joko “ ku kenalkan diriku pada mereka.
  “ Nak Wingky, apa benar Arno sekarang ada di rumah sakit? “ tanya ibu Arno dengan nada yang sendu.
  “ iya bu, sekarang Arno di rumah sakit. Tapi tenang saja, keadaannya sudah baik sekarang “ ku jawab dengan tersenyum. Ibu itu bernafas lega.
  “ bisa tolong antarkan kami mas? Saya sangat khawatir dengan adik saya satu-satunya “ Lia merengek sambil menghapus air matanya.
  “ tentu saja, sekarang akan saya antar. Bi, tolong bawakan beberapa baju Ghifari ya. Nanti antar ke depan “ aku segera mengajak kaka dan Ibu Arno menuju mobilku.
*****
                Kami telah sampai di rumah sakit, raut kecemasan terlihat jelas di wajah ibu Arno. Aku bisa merasakan apa yang ia rasakan sekarang. Bayangkan saja, sudah beberapa bulan tidak bertemu dan sekalinya bertemu keadaan sang anak sedang buruk.
                Aku langsung mengantarkan ibu dan kaka Arno ke ruang rawat. Saat ku buka pintu, Arno sedang asyik bercengkrama dengan Ghifari. Ku lihat ekspresi Arno begitu terkejut saat melihat ibu dan kakanya. Air mata mulai mengalir, ibu Halimah segera berlari dan memeluk anak bungsunya yang tampan. Ya, anak bungsunya yang telah menarik hatiku untuk mencintainya.
  “ ya ampun nak.., kenapa bisa jadi begini? Siapa yang melakukan hal seperti ini padamu? “ pekik bu halimah pada Arno. Aku duduk di sofa sambil menyalakan televisi untuk melepas penat.
  “ sudah lah, ibu tak perlu tau. Ceritanya panjang bu, yang penting sekarang Arno sudah baik-baik saja “ aku melirik ke arah Arno, terlihat air mata tersimpan di sudut matanya. Ingin sekali aku mengusap air mata itu.
  “ baik bagaimana? Liat dek, kepala kamu di balut pake perban. Masih sakit? “ tanya gadis cantik yang matanya mirip dengan Arno. Aku tersenyum melihat kepolosan wanita itu.
  “ ya ampun mbak, serius deh Arno baik-baik aja. Udah gak usah hawatir sama Arno. Ibu sama mba dari jam berapa berangkat dari rumah? Ko gak bilang sama Arno mau kesini? “
  “ mau bilang sama kamu gimana. Mba harus hubungi kemana? “
  “ sekaang Arno punya handphone, jadi nanti mba bisa telfon Arno. Nomor handphone mba berapa? “ tanya Arno sambil mengeluarkan handphonenya.
Ku dengarkan baik-baik saat Lia menyebutkan nomor handphone nya, dan ku ketik nomor handphone itu di buku telfon handphone ku lalu aku simpan.
  “ Kamu beli sendiri hp nya nak? Bagus sekali “ kata ibunya polos, aku hanya tersenyum simpul.
Arno melirik ke arahku, ia tersenyum manis.
  “ bang Wingky yang belikan Arno handphone bu “ jawabnya singkat.
Ibu Halimah melirik ke arahku lalu dia berjalan mendekatiku. Ia memegang tanganku dengan lembut sambil tersenyum.
  “ terimakasih nak, kamu baik sekali pada Arno “
Ku berikan senyumku pada ibu Halimah.
  “ ah ibu, saya sudah menyayangi Arno bu. Saya sudah anggap Arno sebagai adik saya sendiri “ jawabku mantap.
  “ sudah tampan, mapan, mas juga baik. Terimakasih mas atas kebaikan mas pada adik saya. “ kali ini Lia yang angkat bicara. Aku tersanjung di puji seperti itu olehnya.
  “ ah Lia, jangan terlalu memuji “ jawabku singkat.
Ghifari agak sedikit berdehem melihat perbincangan kami. Mungkin saat ini ia merasa seperti kambing conge karena dari tadi tak ada satupun yang menegurnya.
                Mungkin Arno mengetahui apa yang diinginkan Ghifari, ia memanggil ibunya lalu memperkenalkan Ghifari. Sepertinya ibu halimah ini telah mengenal baik keluarga kakaku ini. Terlihat dari caranya yang mengingat masa kecil Ghifari dulu.
                Tiba-tiba, mataku tertuju pada Lia yang kini sedang memandangku malu. Mata kami saling beradu pandang. Lia tersenyum manis padaku lalu ia menyembunyikan wajah merah meronanya. Ku berikan senyum simple lagi untuknya.
.
.
                Tengah malam! Keadaan rumah sakit semakin sepi. Aku sedang mendengarkan musik di luar ruangan. Ku biarkan Arno melepas rindu dengan ibu dan kakanya. Tiba-tiba seseorang duduk di sebelahku. Saat ku buka mataku ternyata itu keponakanku satu-satunya. Ghifari memandangiku seperti pandangan seorang polisi yang hendak mengintrogasiku.
  “ kenapa kamu keluar Ghif? Ada apa? “ tanyaku sambil ku lepaskan earphone dari telingaku.
  “ aku mau nanya sesuatu sama om. Om jawab jujur ya “ Ghifari membenarkan posisi duduknya sehingga sekarang dia menghadap ke arahku.
  “ Om suka sama Arno? “
Mendengar pertanyaan itu aku tersenyum.  Aku bingung mau menjawab apa.
  “ om Cuma anggap Ghifari kaya kamu ko. Tenang aja, om gak akan rebut Arno dari kamu “ hatiku terasa tersayat saat mengatakan itu pada keponakanku.
  “ maksud om? “ ghifari memasang wajah kagetnya. Dirinya gelagapan saat ini.
  “ hey! Jangan gitu. Om tau kamu gay, dan om tau sekarang kamu suka sama Arno kan Ghif? “ ku rangkul dia dan kuberikan kembali senyuman ramahku.
  “ jadi om tau ya? Om jangan bilang ibu sama ayah ya “ raut wajah cemas tercetak jelas di wajahnya.
Aku tertawa, suara tawaku menggema di lorong rumah sakit yang sepi ini. Ghifari menonjok bahuku sambil tertawa juga.
  “ jadi, menurut om gimana? “
  “ ya kamu lanjutin aja Ghif! Kamu kejar Arno sampe dapet. “ aku tersenyum pahit padanya.
Hatiku merintih saat ini, aahhh.. kuatkan aku tuhan. Aku harus ikhlas..
  “ jadi om gak marah kalo aku gay dan pacaran sama cowo? “
  “ buat apa om marah? Itu hak kamu buat suka sama siapa aja. Lagian kamu gak salah ko, kejar ghif nanti keburu di rebut orang lain “ aku terkekeh.
  “ ok, Ghifari bakalan dapetin Arno. Om awas ya jangan rebut Arno dari Ghifari “ DEG! Hatiku semakin teriris.
Ku acak-acak rambut keponakanku ini sambil tertawa.
  “ iya iya.., udah masuk gih! Temenin Arno sana “ titahku padanya.
  “ thanks ya om! “ ghjifari memelukku erat, ku balas pelukannya dengan tepukan kecil di punggungnya.

SUDUT PANDANG GHIFARI
                Aku bernafas lega saat om Wingky mengatakan kalau dia tidak menyukai Arno. Itu Artinya sainganku berkurang satu. Hanya tinggal Agam yang harus aku singkirkan. Arno hanya untukku, dia miliku. Tak ada satu orang pun yang bisa memilikinya selain aku GHIFARI.
                Aku tak menyangka saat tadi om ku mengatakan tidak mencintai Arno. Aku kira dia mencintai Arno, karna setiap aku melihat ia bertatapan bersama Arno ada sesuatu yang berbeda. Cara pandangan om Wingky pada Arno itu seperti ada sesuatu.
  “ nak Ghifari, lihatlah ibu membawakan risol utuk nak Ghifari. Ibu buat sendiri, nak Ghifari suka kan? “ suara lembut ibu halimah menyadarkanku dari lamunan.
  “ ya ampun bu, terimakasih banyak. Waahh... pasti enak ini. Dulu waktu saya masih kecil dan berkunjung ke rumah ibu saya sering di suguhkan ini kan? Hahahaha... jadi teringat masa kecil bu “ ku buat suasana di ruangan ini mencair.
  “ kak ghifari, jangan abisin risolnya ya! Arno mau, Arno kangen risol bikinan ibu. “ Arno menyentuh tanganku. Ah.. halus sekali tangannya.
  “ haiz.. dek, itu kan jatahnya Ghifari. Kamu gak boleh ngusik punya orang lain “ kak lia mencubit pipi Arno dengan gemas.
  “ ya ampun no, lagian gue juga gak bisa makan risol sekeranjang ini semua lagi. “ ku keluarkan satu risol dan ku suapkan pada Arno dengan pelan.
Arno mengunyah dengan senang risol itu. Pipinya menggelembung saat mengunyah risol itu. Lucu sekali.
                Om Wingky masuk ke dalam ruangan dengan wajah yang sayu. Headphone masih betah bertengger di telinganya. Ia tak memandang sedikitpun ke arah kami. Aku heran dengannya, kenapa sikapnya menjadi dingin seperti ini.
  “ nak Wingky mau juga risol? Ibu buat ini loh dari kampung “ ibu Halimah menawarkan risol yang ada di tanganku.
Bang Wingky hanya tersenyum dan menggeleng pelan. Ku lihat ekspresi wajah Arno yang sedikit keheranan melihat tingkah bang wingky. Mungkin ia merasakan apa yang aku rasakan.
.
.
SUDUT PANDANG ARNO
                Aku merasakan tetesan air menyentuh kulit tanganku. Aku yang sedang tertidurpun merasa terusik. Ku buka mata dengan perlahan, saat ku lihat melirik jam dinding ternyata masih tengah malam.
                Aku menemukan sosok pria sedang menunduk di samping kiriku. Tangannya menggenggam tanganku dengan erat. Bahunya terlihat bergerak naik turun. Ia sesenggukkan, sepertinya ia sedang menangis. Ku gerakan tanganku dengan pelan, wajah tampan itu melihat ke arahku. Ternyata itu bang Wingky. Matanya sembab, ada jalan air mata terlihat sangat jelas di wajahnya. Kenapa dia menangis?
  “ maaf..~~ “ ujarnya lirih.
  “ abang kenapa nangis? “ aku berusaha untuk bangkit, menyandarkan bahuku di tumpukan bantal yang empuk.
  “ ahh.. gak kenapa-kenapa, kamu tidur lagi mendingan. Liat tuh, ini udah malem. Abang juga udah ngantuk “ ia menyandarkan kepalanya di tanganku.
Ku usap wajah tampan itu dengan sehalus mungkin. Ku hapus jejak air mata di pipi kanannya, ku usap surai lembutnya.
  “ abang jangan ngelak. Cerita sama Arno, Arno tau abang lagi ada masalah kan? “ ku pegang tangannya.
  “ enggak no, abang gak kenapa-kenapa ko. Cuma.. abang pengen nangis aja gak tau kenapa. Abang cengeng ya “ bang Wingky terkekeh, namun tawa itu bukan tawa bang Wingky seperti biasanya. Bukan tawa bang Wingky yang lepas.
  “ ya udah kalo abang gak mau cerita sama Arno. Kita tidur ya, abang pegang tangan Arno selama abang tidur “
  “ okay! Abang akan disini selama kamu tidur “ mata itu terpejam. Wajahnya terlihat begitu polos jika seperti ini. Aku melihat kedamaian yang indah. Akupun kembali memejamkan mataku dan kembali ke dalam alam mimpi.

CONTINUE TO THE NEXT CHAPTER

MAAF BILA ADA KESAMAAN NAMA, CERITA, ATAUPUN KEJADIAN YANG DI ALAMI PARA PEMBACA. CERITA INI HANYALAH KARANGAN FIKTIF BELAKA.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CINTA SEGI EMPAT ( CHAPTER 15 )

I JUST LOVE YOU ( TWO SHOOT )

KARAM (Kama & Rama) #Bagian1