HUJAN DI UJUNG SENJA 2
Chapter 2 (Festival Seni)
Malam sudah berlalu,
embun-embun yang bertugas menyegarkan rerumputan liar di jalanan kini sudah
harus pergi kembali. Diantarkan oleh sengatan cahaya matahari yang menguapkan
mereka. Sunyinya malam kini sudah kembali tergantikan oleh keramaian pagi di
kota.
Sayup-sayup Chandra mendengar derap langkah
kaki para tetangganya di luar. Berbicara keras, berpamitan dengan penghuni
rumah. Suara bayi yang masih berusia sekitar sembilan bulan terdengar sedang
memanggil papanya dengan aksen yang masih berantakan.
Aroma kopi mengudara, membuat indra penciuman
Chandra bekerja. Matanya terbuka, mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan.
Rumah sewaannya ini memang bisa dibilang berukuran kecil. Hanya ada ruang untuk
menerima tamu, ruang pribadi kecil dengan satu kamar, satu kamar mandi, dan
dapur yang hanya memuat untuk tempat kompor, kulkas, wastafel, serta meja makan
kecil bundar yang hanya cukup untuk tiga orang saja.
Ia
mendapati secangkir kopi hangat yang asapnya masih mengepul, sepiring wafel
dengan baluran karamel yang membuat liurnya menetes. Selain itu ada juga
secarik kertas di samping cangkir kopi. Kertas itu bertuliskan sebuah surat,
surat yang di tulis rapi seperti sentuhan wanita. Chandra mengambil dan
membacanya. Ditulis dengan bolpen biru.
Selamat pagi..
Maaf aku meminjam bolpoin
dan mengambil secarik kertas ini dari meja kerjamu tanpa berbicara terlebih
dahulu.
Aku harus pergi, ada
urusan yang harus aku selesaikan. Terimakasih atas tumpangan tidurnya.
Terimakasih juga atas perlindunganmu terhadapku. Aku tak tahu siapa namamu,
tapi yang aku yakini adalah bahwa kau adalah
pahlawanku.
Sebagai ucapan
terimakasih, aku sudah menyiapkan kopi dan wafel untuk sarapanmu hari ini.
Semoga kau menikmatinya.
Have a nice day my
heroes...
Roan
Ia simpan kembali surat biru itu. Menyeruput kopi dengan hati-hati dan
mulai menyantap sarapannya pagi ini.
.
.
.
Hari ini berjalan dengan
lancar, proyek tugas kelompoknya berhasil dengan sangat baik. Bahkan mendapat
nilai tambahan dari sang Profesor yang memberikan tugas. Chandra memang dari
awal sudah yakin bahwa tugasnya ini akan berhasil seratus persen karena ia
mengerjakannya dengan teman akrabnya Yulia.
Yulia adalah teman seperjuangannya di kampus, ia orang Bandung. Maka dari
itu Chandra dekat dengannya karena mereka “bersaudara”.
Yulia adalah seorang wanita yang brilian, dia selalu memiliki ide yang
kreatif. Apapun persoalan yang orang lain anggap susah ia akan terus
mengutak-atiknya hingga berhasil. Kecerdasannya ini juga mengundang banyak
profesor di kampus menyukainya. Ia wanita yang mudah bergaul dengan orang-orang
baru. Ia tidak seperti kebanyakan wanita lainnya yang biasanya memiliki mulut
ember, Yulia bisa menjaga rahasia dengan rapat. Itulah alasannya mengapa
Chandra berani memberi tahu Yulia bahwa dia seorang gay.
Yulia memiliki kecantikan khas Indonesia. Kulitnya sawo matang dengan
rambut yang lurus. Matanya hitam kecoklatan, memiliki bibir yang sedikit tebal
namun pas untuk wajahnya. Hidungnya kecil tapi mancung, dan bodynya membuat
pria-pria bule selalu lama menatapnya.
“ Akhirnya berhasil juga ya Chand, gue seneng banget tadi
liat Prof.George sampe tepuk tangan se-heboh itu. “
“Ia Yul, aduh thanks banget ya. Gak tau deh kalau gue gak
sekelompok sama elu. “
“ Jangan muji gue kaya gitu ah “
Sebuah cubitan ia berikan di lengan Chandra.
“ eh hari ini lo kaya yang
bahagia, kenapa? “
Chandra menghentikan langkahnya yang
membuat Yulia juga sama-sama berhenti.
“ kemaren Kent ngehubungi gue “
“ Ah?? Serius? Temen lama lo yang bule itu? Yang lo suka cari-cari?
Yang lo sukain? “
Tanya Yulia dengan penuh antusias. Chandra mengangguk sambil tersenyum dan
berjalan kembali.
“ Gimana ceritanya? Aahhh.. gue kepo nih Chand “
Yulia mengimbangi langkah sahabatnya itu.
“ Ya kemaren gue pergi ke caffe biasa. Tadinya gue mau
cari inspirasi disana buat nerusin novel gue yang kagak jadi-jadi itu. Gak
taunya pas gue buka laptop dan online di yahoo messanger dia nge-message gue “
“ terus.. teruss? “
“ Kita video call “
Yulia menepukkan tangannya sekali sambil tertawa menggoda chandra. Ia
layangkan pukulannya di pundak Chandra sambil tertawa malu.
“ gila so sweet banget lo Chand, si Kent gimana wajahnya
sekarang? Cakep? “
“ Ya gitu lah, kaya bule kebanyakan kaya gimana. Cuman
yang ini fasih banget bahasa Indonesianya “
Mereka sudah keluar dari wilayah kampus, kini mereka berjalan di trotoar
yang dipenuhi oleh banyak orang yang berlalu lalang.
“ dia tinggal dimana sekarang? “
“ disini, dikota yang sama kaya kita. Di kuliah di kampus
yang beda tapi. Gue kemaren udah ke apartemennya “
“ hayoohhh.. lo ngapain aja sama dia “
Yulia memicingkan matanya, tersenyum jahil.
“ Dia gak ada di rumah, kata tetangganya sih lagi pergi “
“ hahaha.. rejeki lo seret tuh kayanya. Chandra..
Chandra.. kasian amat sih elu “
Lagi-lagi ia menepuk punggung Chandra.
Saat ini mereka sedang
berada di kawasan tempat para mahasiswa hang out. Sudah tidak asing jika
melihat beberapa mahasiswa berkelompok membicarakan hobi atau hal apapun di
sudut-sudut jalan atau di caffe. Namun kali ini agak sedikit berbeda. Jalan ini
tidak hanya ramai oleh para mahasiswa yang sedang memburas, jalanan ini juga
dipenuhi oleh orang-orang yang sedang mempertontonkan karya seni dari
masing-masing galeri mereka. Para seniman memang sedang bekerja sama membuat
sebuah festifal seni disini. Banyak yang menjual karya seni yang mereka buat
atau hanya memampangnya saja untuk di apresiasi oleh banyak orang.
Alhasil bukan hanya anak
muda saja yang saat ini berada disini. Para orang tua dan bahkan anak-anak juga
membaur menjadi satu untuk melihat hasil karya tangan-tangan seniman yang lihai
menciptakan sesuatu yang indah.
Yulia menyeret Chandra untuk melihat ukiran-ukiran patung yang terbuat dari
batu marmer. Yulia memang sangat menyukai seni. Ketika belajar di sekolah dasar
dulu, ia pernah menjuarai lomba lukis hingga tingkat provinsi. Namun sayang, ia
sudah jarang menyalurkan hobby nya itu karena waktu yang sangat terbatas.
“ kalau aja papa ada di sini, pasti papa gak mau pergi “
Celetuk Yulia.
“ papa elu emang suka yang beginian ya? “
“ bukan suka lagi, bokap gue itu kuat jalan-jalan
seharian di museum seni selama satu jam. Bokap gue cinta seni. Lo sendiri
gimana? “
“ kalau gue sih mendingan nulis di kamar ketimbang nonton
yang beginian. Suka porno tau gak. Liat tuh “
Chandra menunjuk patung seorang wanita yang sedang berdiri dan di tangannya
bertengger burung merpati, patung wania itu diukir tanpa mengenakan baju,
kecuali sehelai kain yang menutupi bagian bawahnya. Memperlihatkan buah dadanya
yang ranum bagai jeruk bali. Wanita itu memakai mahkota dari jalinan daun
dafnah, seperti dewa-dewi yunani. Sepertinya itu patung Dewi Aphrodite, dewi
cinta dan seks. Ibu dari para cupid sang pemanah cinta.
“ kaya yang gak porno aja pemikiran lo Chand. Gue tau
tiap hari di otak lu Cuma ada bayangan orang-orang telanjang. Jangan so alim “
“ hahahaha.. sialan lo “
Tiba-tiba seseorang berteriak, sosok pria dengan rambut karamel berlari
keluar. Menggenggam sebuah kunci, sepertinya itu kunci motor. Pria itu memakai
kaus dengan lengan panjang, celana jeans yang sengaja dirobek pada bagian
lututnya. Sepatu boot model baru dengan kain beludru berwarna cokelat tua.
“ aku akan kembali paman “
Pria itu mengangkat wajahnya. Menampakkan parasnya yang tampan, maksudnya..
sangat tampan.
Chandra menelan ludahnya, terperangah melihat pria yang kini ada di
hadapannya. Ini Kent, sahabatnya, pujaan hatinya, separuh jiwanya yang telah
lama menghilang.
“ Kent? “
Pria itu melirik, menatap Chandra beberapa saat. Mencoba mengingat
wajahnya.
“ Chandra? Oh my god! I miss you “
Kent memeluk erat Chandra lama. Chandra yang terkejut beberapa detik kini
membalas pelukan itu. Yulia hanya bengong melihat kedua pria yang kini berada
di hadapannya.
“ I miss you too ”
Kent menangkupkan wajah Chandra dengan kedua tangannya. Lalu ia menciumi
bau badan Chandra seperti anjing.
“ Apa yang sedang kau lakukan? “
“ hanya mencoba mencium bau badanmu untuk memastikan kau
benar-benar Chandra. Bau anggur, berarti ini benar-benar sahabat lamaku. Sedang
apa kau disini? “
“ hanya berjalan-jalan bersama teman kuliahku.
Perkenalkan, dia Yulia “
Yulia tersenyum, ia menyodorkan tangannya yang langsung diterima oleh Kent.
“ Yulia “
Katanya sambil tersenyum manis.
“ Namaku Kent, senang berkenalan denganmu. Ku kira kau
kekasih Chandra. “
“ ah bukan, kami hanya bersahabat “
“ baiklah, maaf aku harus mengambil beberapa lukisan di
galeri. Chandra, bisa kah kau menungguku disini. Aku tidak akan lama, aku masih
ingin berbicara denganmu “
Chandra tersenyum.
“ tentu aku akan menunggumu “
“ baiklah kalau begitu, tunggu aku “
Kent mengecup pipi Chandra tanpa malu. Itu membuat Yulia cekikikan karena
melihat wajah Chandra yang shock setengah mati.
*****
Jalanan sudah mulai
lenggang. Beberapa seniman sudah kembali mengangkut karya seni mereka untuk
dikembalikan ke galeri. Begitu juga dengan galeri tempat Kent bekerja. Semua
patung dan lukisan sudah dimasukan ke dalam mobil box untuk di kembalikan. Kent
bekerja di sebuah museum seni sebagai tour guide disana. Ia tertarik dengan
seni akhir-akhir ini, maka dari itu ia bekerja sebagai pemandu di salah satu
museum seni terbesar di kota. Setiap dia memiliki waktu luang, ia akan pergi ke
museum untuk menjadi pemandu bagi para turis yang datang. Ia akan menjelaskan
asal-usul dan cerita di balik pembuatan karya seni yang ada.
Mungkin untuk sebagian orang pekerjaan ini memang sedikit membosankan. Tapi
bagi Kent, ini sangat menyenangkan.
“ Kenapa kau bekerja Kent? Apa ayah dan ibumu tidak
memberikanmu uang? “
Kent menyeruput kopinya yang masih mengepulkan asap. Saat ini mereka berdua
sedang duduk saling berhadapan di sebuah caffe tak jauh dari tempat tadi. Sebelumnya
Yulia izin untuk pulang lebih dulu. Ada beberapa urusan yang harus ia kerjakan
katanya.
“ Kopi ini panas sekali, aku susah meminumnya. “
“ mau ku tiupkan? “
Tawar Chandra.
“ ah so sweet sekali, tapi tak usah. Aku tak mau kopi ku
terkena nafas bau dari mulutmu “
“ Sialan! “
Kent tertawa, ah sungguh manis sekali. Chandra tak tahan ingin mendekapnya
dan mencium bibir merahnya itu.
“ maaf, eemm.. tadi kau tanya apa? “
“ kenapa kau bekerja Kent? Apa orang tuamu sudah tak
perduli lagi denganmu? “
“ tidak, mereka masih memberikanku uang dan masih
membiayaiku. Aku hanya ingin saja bekerja disana. Meluangkan waktu kosongku. Oh
ya bagaimana kuliahmu Chandra? “
“ begitulah, nilai-nilaiku cukup baik.
Profesor-profesorku juga cukup puas dengan hasil belajarku. Tak ada yang
spesial. Bagaimana denganmu? “
“ sama sepertimu “
Untuk beberapa saat mereka berhenti. Saling memandang satu sama lain, lalu
untuk beberapa saat memalingkan pandangan karena canggung. Alunan sebuah biola
sore ini membuat pertemuan kedua sahabat ini semakin spesial. Sampai-sampai
Chandra terbawa suasana. Tanpa ia sadari, tangannya telah menggenggam lembut
tangan Kent.
“ sudah lama kita tidak berhadapan langsung seperti ini “
“ Ya, aku selalu merindukan saat-saat seperti ini
Chandra. Aku tidak bisa menemukan teman sepertimu setelah aku pergi dari
Indonesia. Aku sangat merindukanmu Chandra “
“ Aku juga sangat merindukanmu. Mungkin melebihimu “
“ tidak, aku yang lebih rindu daripada kau “
Mereka tertawa, beberapa orang memperhatikan mereka. Namun mereka kembali
lagi dengan urusan masing-masing beberapa saat kemudian.
“ oh ya, apa malam ini kau punya jadwal? “
Tanya Kent dengan hati-hati.
“ tidak, aku tidak pergi kemana-mana malam ini “
“ kalau begitu datanglah ke apartemenku. Aku ingin
menghabiskan malam ini bersama sahabat lamaku. Mengenang masa lalu yang indah.
Mau kan Chandra? “
“ ya tentu saja. Dengan senang hati “
Chandra tersenyum sumringah. Hatinya meledak gembira, rasanya seperti
mendapatkan oasis di tengah gurun yang panas.
“ baiklah kalau begitu, aku akan pulang. Sampai nanti
malam bung “
Kent menepuk punggung Chandra. Ia melambaikan tangannya dan pergi,
menghilang di balik pintu.
Komentar
Posting Komentar