Winter Sadness (Chapter 10)

Aku kembali pulang diantarkan Evan. Kejadian tadi saat makan siang cukup mengejutkanku. Aku yakin Carina pasti menyimpan rasa benci kepadaku. Bisa dilihat dari sorot matanya yang tajam padaku tadi. Selama dalam perjalanan Evan terus menghiburku, ia bilang aku tidak usah memikirkan perilaku Carina tadi. Ia mencoba mengalihkan pemikiranku dengan menyanyikan lagu romantis. Namun tetap saja aku masih belum bisa melupakannya.
Mobil Evan sudah memasuki area rumahku. Selama perjalanan aku tidak banyak berbicara. Bahkan ketika aku sudah sampai. Aku keluar dari mobilnya.
  " Kau mau masuk? Akan aku siapkan teh untukmu "
  " Ahh.. tidak usah, sepertinya aku harus membantu Harold. Lain kali saja. "
  " Ya sudah kalau begitu. Aku masuk ke rumah. Sampai jumpa "
Saat aku berbalik aku mendengar pintu mobil dibuka. Lalu tubuhku mendapatkan pelukan hangat dari Evan. Ia memelukku dari belakang sambil mencium kepalaku.
  " aku pasti akan merindukanmu "
Aku membalikan tubuhku menhadapnya. Aku memberikan senyuman manis untuknya.
  " besok kau masih bisa bertemu denganku. Atau sesampainya di rumah kau bis menelfonku dengan ponselmu "
  " ya sudah, sana. Kau masuk saja ke rumahmu. Tapi sebentar "
Ia mencium diriku dengan cepat. Lalu tertawa dan berlari menuju mobilnya. Aku melambaikan tangan padanya. Mobilnya melaju dengan kencang meninggalkan rumahku.
Rumahku terlihat sepi, aku tak tahu Stefan dimana. Sepanjang aku pergi tadi ia tak memberikan pesan apapun. Mungkin ia sedang pergi keluar dengan Darren. Aku membuka pintu dengan mudah. Aku kira pintu dikunci, berarti Stefan ada di rumah. Ruang tamu terlihat gelap, begitu juga dengan yang lainnya. Hanya kamar Stefan saja yang menyala dengan terang. Kebiasaannya memang tak pernah menghilang. Kunyalakan semua lampu dan aku pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Baru seteguk aku meminum air mineral, telingaku mendengar suara bising. Memang suaranya tidak keras, tapi terdengar janggal di telinga. Suara itu dari kamar kaka ku. Karena hati penasaran aku pergi mengecek ke kamarnya.
Mataku terbelalak tatkala aku melihat sesuatu dinkamar kakaku. Aku melihatnya sedang telanjang bulat bersama Darren. Gelas di tanganku terhempas begitu saja. Aku segera menutup mataku.
  " aahhh.. maafkan aku Stefan. Aku mengganggu kalian. "
Darren sedikit menjerit ketika mengetahui aku sedang diambang pintu menghadap ke arahnya.
  " Adrian.. kenapa kau tidak ketuk pintu dulu? "
Suara langkah kaki mendekat dan pintupun di tutup. Aku membuka mata dan segera pergi ke kamarku.

*****
     Angin malam berhembus masuk ke dalam kamarku lewat jendela yang terbuka. Aku masih terkejut dengan kejadian tadi. Ini sudah 30 menit setelah kejadian tadi. Aku menutup pintu rapat-rapat agar telingaku tidak mendengar apapun. Yang aku takutkan adalah Stefan masuk ke kamarku dan ia marah. Aku takut sifatnya yang dingin kembali setelah aku memergokinya tadi.
Pintuku dibuka dengan kasar. Aku terperanjat kaget. Di ambang pintu aku melihat Stefan berdiri sambil melipat kedua tangannya di dada. Ia memakai celana training panjang dengan baju tanpa lengan berwarna merah meroon.
  " boleh aku masuk "
  " ya masuk saja "
Aku memposisikan diri untuk tidur dan menyandarkan punggungku di ranjang. Stefan masuk dan duduk di sampingku. Ia memasukkan kedua kakinya di balik selimutku. Jarinya yang panjang ia mainkan sambil kepalanya tertunduk.
  " kau sudah makan " tanyaku.
  " ya, aku memasak omelet tadi "
  " pasti gosong " tebakku yang disusul dengan tawa Stefan.
  " maafkan tingkahku. Aku tidak bisa menahannya "
  " kau sedang membahas apa? "
Tanyaku pura-puta tidak tahu.
  " tak usah berpura-pura Adrian. Jelas-jelas kaubtadi memergoki aku "
Aku diam, kali ini aku yang merunduk sambil memainkan jari.
  " aku dan Darren berpacaran "
Aku menoleh ke arahnya. Aku mendapatinya tengah memandangku dengan tatapan takut.
  " oh ya? Selamay kalau begitu. Aku juga baru saja berpacaran dengan Evan "
  " Apa? "
Ia memegang kedu pundakku dengan keras. Aku meringis.
  " ceritakan pada kakamu. Kapan kau berpacaran dengannya "
  " setelah kejadian di taman tadi pagi. Ia marah padaku. Ia cemburu melihatmu dengan kau. Lalu dia mengatakan cintanya padaku dan kami berciuman "
  " Yaaakkk!!! Kenapa kau membiarkan orang lain menciumu. Kau tidak.. "
  " hiisshh Evan hanya menciumku. Sedangkan kau? Apa yang kau lakukan dengan Darren euh? "
  " sudah, jangan bahas itu "
Wajahnya memerah.
  " jadi sekarang adikku sudah dimiliki orang lain euh? "
Aku terdiam, pikiranku melayang membayangkan Evan dengan wajah tampannya itu.
  " tapi tak perduli siapapun pacarmu, kau tetap adikku dan kau akan menjadi milikku. Meskipun tidak seutuhnya "
Ia merangkul tubuhku, tubuhnya yang besar terasa hangat. Tetapi beberapa menit kemudian aku menjauh ketika terluntas dipikiranku tentang kejadian tadi.
  " kenapa kau menjauh? Apa kau takut dengan kakakmu euh? Tenang saja, aku tidak akan melakukan itu pada adikku sendiri "
Stefan tertawa.
  " kemarilah.. kakamu ingin memelukmu Adrian "
Akhirnya aku membiarkan dia memelukku. Dekapannya begitu terasa hangat.
  " jangan pernah melakukan hal yang kulakukan tadi dengan Evan ya. Awas saja jika aku mendapatimu sedang melakukan itu dengannya "
  " kau cerewet. Sudah sebaiknya kita tidur. "
  " jadi kau membiarkanku tertidur di kamarmu malam ini? "
Aku tak menjawab, namun kueratkan pelukanku padanya.
  " Selamat tidur Adrian "
  " Selamat tidur Stefan "
.
.
Keesokan harinya aku bangun terlebih dulu seperti biasanya. Kakaku masih nyenyak di dalam mimpinya. Pukul sembilan nanti aku dan Stefan harus sudah berangkat ke kampus. Aku ada test hari ini. Aku memanaskan air, dan juga menyiapkan bahan makanan dari dalam lemari es. Pagi ini aku akan membuatkan soup ayam kesukaan Stefan.
Ada wortel, kol, kentang, dan juga ada ayam. Jika tidak ada ayam pasti namanya bukan soup ayam kan? Aku merasakan seseorang mengusap kepalaku, Stefan tersenyum. Rambutnya masih berantakan, ada kotoran mata di sudut matanya. Aku mengusap itu dari matanya, ia terpejam.
  " apa yang kau lakukan? "
  " sebaiknya kau bersihkan dulu wajahmu "
Tanpa banyak berbicara dia membasuh wajahnya di wastafel.
  " mau membuat apa untuk sarapan kali ini? "
  " soup ayam "
  " waaahhhhh.... dengan seketika perutku lapar. Butuh bantuan koki Adrian? "
  " bisa potong wortel itu? "
Ia mengacungkan jempol lalu mengambil pisau dan mulai memotong wortelnya satu per satu. Soup ayam itu lebih cepat selesai karena aku dibantu Stefan. Asap mengepul di atas mangkuk besar berisikan soup.
  " uuuaaahhh... sepertinya enak "
  " ya semoga saja, tapi aku belum bisa memasak soup seenak buatan ibu "
  " setidaknya kau membuat makanan ini seperti soup. Ayo kita makan, sesudah makan kita siap-siap dan pergi kuliah denganku "

Aku mengacungkan jempol.

Maaf apabila ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian yang dialami para pembaca. Cerita ini hanyalah karangan fiktif belaka. Mohon maaf apabila menemukan kesalahan dalam penulisan (TYPO)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CINTA SEGI EMPAT ( CHAPTER 15 )

I JUST LOVE YOU ( TWO SHOOT )

KARAM (Kama & Rama) #Bagian1