HURT ( ONE SHOOT )
Aku melihat gerak-geriknya saat bermain basket di
tribun. Tubuh tingginya itu sangat cepat jika sedang ada dalam arena basket. Muhamad
Zulfikar, atau yang sering aku panggil bang Zul itu kini sedang main dalam
pertandingan basket antar universitas.
Namaku
Andrew, aku adalah orang yang bisa dikatakan sangat dekat dengan sosok bang Zul
itu. Umurku baru enam belas tahun. Aku masih kelas dua SMA. Bang Zul itu
sebenarnya dulu adalah kaka kelasku. Kami kenal saat ia masih kelas tiga dan
aku kelas satu. Orangnya sangat baik, dan tentunya tampan. Kebaikan dan
ketampanannya itulah yang membuatku kini menjadi jatuh cinta padanya.
Aku
gay! Ya aku adalah pria bisexsual yang menyukai pria dan wanita. Kini hatiku
sedang tertarik dengan sosok abang ‘ bohonganku ‘ itu.
PRIITT!!!
Aku
berteriak kegirangan ketika peluit akhir pertandingan dibunyikan. Team bang Zul
menang dengan selisih score yang sangat jauh. Terlihat dari tengah lapang
basket bang Zul melompat kegirangan lalu melambaikan tangannya padaku.
.
.
.
Ia berjalan
disampingku dengan terus mengoceh masalah pertandingan yang baru saja ia
menangkan. Aku hanya tersenyum memperhatikan bibir tipisnya berkomat-kamit
kegirangan.
“ dre! Ko malah bengong
sih? Kamu gak dengerin abang ya? “ ia memberhentikan langkahku.
“ aahh?? Enggak ko. Aku
perhatiin abang dari tadi “
“ eehh.. kita mampir
makan dulu yu! Abang laper nih “ ia memutarkan telapak tangannya di perut.
“ eemmm gimana ya? “
“ udah tenang, abang
yang bayar “
Setibanya di sebuah kafe, aku dan bang Zul segera
memesan makanan. Aku senang hari ini bisa menemaninya bertanding final. Rona
ceria begitu terlihat jelas diwajah bang Zul sore hari ini. Diluar hujan deras,
tadi kami sempat berdecak kesal karena dianatara kami berdua tidak ada yang
membawa jas hujan ataupun payung. Namun kekesalan kami hilang seketika saat
hidangan yang kami pesan datang.
“ Selamat makan!! “
teriaknya bertingkah seperti anak kecil.
Aku segera menyeruput spagheti yang kupesan.
Karena sedikit kelaparan aku memakan spagheti itu dengan cepat hingga membuat
sekitar mulutku belepotan dengan saus bolognise.
“ aaiisshh.. kamu tuh
makan gak pernah bener “ kata bang Zul padaku sambil menghapus bumbu yang ada disudut bibirku.
Wajahku memanas seketika, aku mengalihkan
pandangan untuk menyembunyikan rona wajahku yang memerah ini.
“ kenapa dek? Ciieeee
wajahnya ko jadi merah begitu? “ ia sedikit tertawa melihat diriku yang menjadi
salah tingkah.
“ kamu kalo lagi kaya
gini ko keliatan cantik ya? “ celetuknya
“ Aku ini cowo bang “
kupasang wajah jengkel
Bang Zul mengacak-acak rambutku, lalu ia
mengambil handphoneku dan ia mengarahkan kamera depannya.
“ ayo foto bareng abang
dulu, nanti fotonya kirim via bbm ya dek “
Satu.., dua.., tiga.., foto terambil dengan baik
di camera handphoneku.
“ bagus nih! “ gumamnya.
Lalu ia mengotak-atik handphoneku. Hingga
tiba-tiba keningnya mengkerut. Lalu bang Zul mengembangkan senyumnya yang manis
itu.
“ siapa ini dek? Cantik
“ katanya sambil menunjukkan foto yang bertuliskan nama Raisa Puti Maharani.
Kak Raisa, dia guru vocalku. Wajahnya cantik dengan rambut panjang hitam yang
selalu tergerai. Hidung kecil mancung dengan bibir manisnya yang pink. Wanita
yang sempurna menurutku.
“ itu guru vocalku bang, namanya Raisa.
Kenapa? “ kataku sambil menyeruput ice coffee.
“ Boleh abang minta pin nya? “
“ ya boleh, asal jangan di apa-apain. Dia
terlalu cantik untuk abang jailin “ aku mencubit tangannya. Ia tertawa.
*****
Seminggu
setelah kejadian itu, aku tidak bertemu dengan bang Zul. Jujur, hati ini tak
bisa dipungkiri bahwa aku merindukannya. Ketika aku mencoba untuk mengirimkan
bbm kepadanya yang ada hanyalah rasa kecewaku. Bbm yang kukirimkan padanya
hanya ia baca dan tak ia balas.
Aku
coba menghubunginya lewat smspun tak ada balasan. Jika kutelfon, selalu saja
sibuk. Hingga minggu sore dia mengirimkan sebuah pesan singkat padaku. Dalam
pesan singkat itu ia mengajakku untuk bertemu disebuah tempat yang memang
sering kukunjungi jika sedang berdua bersamanya.
Aku
merasa sangat kegirangan, aku segera mempersiapkan diriku untuk tampil dua
kalilipat lebih tampan dari biasanya. Sebelum berangkat menuju tempat tujuan
aku melihat profil bang Zul dengan hati senang. Di profilnya tercantum sebuah
status yang membuatku merasa terbang melayang.
‘ tak bisa dipungkiri bahwa aku benar-benar mencintaimu.
Tunggu aku sayang.. ‘
Kira-kira begitulah kutipan statusnya. Apakah itu
status yang ia tujukan padaku? Aahh.. membayangkannya saja aku sudah terbang
melayang apalagi benar-benar terjadi.
.
.
.
Aku
menunggu disebuah taman yang menjadi tempat favoriteku bersama bang Zul. Malam
ini langit terlihat bersahabat, tak ada awan hitam yang menggumpal sedikitpun.
Seseorang mendekatiku dengan perlahan. Bang Zul tiba dengan setelan baju yang
sangat rapi. Yang paling mengejutkan untukku adalah, tangan kanannya membawa
serangkai bunga mawar merah yang masih segar.
“ abang? Idih, ngapain
bawa bunga mawar segala “ kataku dengan sedikit malu.
Bang Zul duduk disampingku, matanya lekat
memandangi wajahku hingga membuatku menjadi sedikit kikuk!
“ abang mau ngomong
sesuatu sama kamu dek “
Hatiku semakin berdegup dengan kencang. Keringat
dingin mulai mengucur ke pelipisku.
“ abang jatuh cinta
sama guru vocal kamu dek. Abang cinta sama Raisa dan malem ini juga abang mau
nyatain cinta sama dia. Kamu ikut ya dek temenin kaka “
Mataku terbelalak, hatiku merasakan sakit yang
amat sangat. Mataku memanas hingga hampir mengeluarkan air mata. Aku tak bisa
menahan airmata ini. Aku bangkit dan lari darinya. Bang Zul beberapa kali
terdengar memanggil namaku, namun aku tak bisa berbicara lagi saat ini
dengannya.
*****
Sudah
satu bulan aku dan bang Zul tidak bertatap wajah, bahkan jika dia menelfonku
aku selalu merejectnya dengan cepat. Aku tak mau larut dalam kesedihan.
Meskipun aku mencintai bang Zul dengan amat sangat tapi aku harus melupakannya.
Selama
beberapa minggu ini, aku telah bergabung dengan team basket sekolahku. Ya ini
adalah salah satu caraku untuk melupakan bang Zul dalam benakku.
Aku
mengusap keringat yang mengucur dari pelipisku. Aku baru saja selesai latihan
sore ini untuk pertandingan minggu depan. Handphoneku bergetar, kulihat ada
satu pesan dari bang Zul. Aku tak membukanya, segera kuhapus pesan itu dan
pergi dari tempat latihan.
Sebelum
kerumah, aku menyempatkan diri untuk mampir di cafe biasaku menongkrong. Saat
memasuki cafe itu, hal yang aku hindari selama satu bulan ini tiba-tiba hadir
dihadapanku.
Bang Zul duduk dimeja yang tak jauh dari mejaku
dengan kak Raisa guru vocalku. Bang Zul melihatku dengan tatapan bahagia. Ia
mendekatiku meninggalkan Raisa dibangkunya.
SUDUT PANDANG
PENULIS
Setelah
satu minggu berpisah, akhirnya hari ini mata mereka saling berpandangan
kembali. Namun kali ini dengan tatapan yang berbeda derastis. Andrew
menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan segala kesedihan yang ada dalam
hatinya. Bang Zul, orang yang dicintai Andrew hanya bisa mengira-ngira mengapa
adik kesayangannya ini menjadi berubah.
“ kamu
kenapa dek? Semenjak malam itu ko kamu gak pernah bisa abang hubungin dan
temuin? “ tanyanya sambil memegang kedua pundak Andrew.
Andrew diam, akhirnya dengan perlahan air matanya
mengalir. Bang Zul yang menyadari akan hal itu mengangkat dagu Andrew lalu
menghapus airmatanya.
“ ko nangis sih dek? Jangan
nangis dong “ Bang Zul membawa tubuh Andrew dalam pelukannya.
Tetapi dengan kasar Andrew mendorong tubuh bang
Zul untuk menjauh darinya.
“ Kenapa abang
ngelakuin ini sih? Asal abang tau, sekarang ini aku lagi mencoba buat ngejauhin
abang dan lupain abang “ akhirnya Andrew berbicara. Isak tangisnya semakin
terdengar. Para pengunjung cafe melihat ke arah mereka berdua begitu juga
dengan Raisa.
“ tapi dek, kenapa
gitu? Abang salah apa sama kamu? “ Bang Zul memegang kembali pundak Andrew.
“ Asal abang tau, aku
ini GAY dan aku jatuh cinta sama abang sejak dulu. Tapi aku tahu sekarang kalo
abang itu cowo normal dan udah pacaran sama guru vocal ku kak Raisa “ Andrew
menunjuk Raisa yang kini sedang tercengang dengan kata-kata muridnya itu.
“ Aku mau lupain abang
karena hatiku sakit bang! Aku cinta abang, tapi abang sekarang udah punya kak
Raisa. Jadi cukup lah bang, aku gak mau ketemu abang lagi mulai sekarang “
Andrew pergi dari cafe. Meninggalkan bang Zul yang sedang berdiri menatapnya
dengan tatapan getir dan shock.
.
.
.
Mata
itu masih mengalirkan air ke pipi. Andrew mengusap airmatanya dengan kasar. Ia
mengumpat kesal sambil menjenggut kasar rumput yang sedang ia duduki. Rumput
taman yang biasa ia pijak dengan bang Zul.
“ kenapa harus kaya
gini sih! Sialan.. “ rutuknya kasar sambil melempar batu dengan kasar ke dasar
kolam.
Andrew memeluk lututnya dan membenamkan wajahnya.
Beberapa saat kemudian, ia merasakan kehangatan dari tubuh seseorang. Tubuh yang
memeluknya dengan erat. Aroma mint itu sangat familiar sekali dihidung bangir
Andrew. Ia bisa tahu siapa yang memeluknya saat ini.
“ Abang minta maaf ya
dek, abang gak tau kalau kamu suka sama abang. Abang mohon jangan nangis lagi “
telapak tangan besar yang biasanya menggenggam bola itu kini tengah mengusap
surai hitam Andrew dengan lembut.
“ Kenapa kamu gak
bilang kalau kamu cinta sama abang euh? Kenapa kamu baru bilang sekarang? “
bang Zul semakin memeluknya dengan erat.
“ aku cinta sama bang
Zul, tapi ya udahlah lupain aja. Toh sekarang bang Zul udah sama kak Raisa kan?
“
“ sssttt.. jangan
ngomong apa-apa. Udah kamu diem aja. Maafin abang ya dek. Sebenrnya abang juga
gak mau kaya gini. Jika abang bisa, abang mau kok jadi pacar kamu. Tapi
keadaannya beda. Abang udah punya Raisa dan abang gak mungkin ninggalin Raisa
gitu aja. Masih banyak cowo lain yang bisa kamu pacarin. Masih banyak cowo yang
jauh lebih keren dari abang. “
Air mata Andrew mengalir kembali, namun
tangisannya terhenti saat bibir tipis milik bang Zul mencium hangat bibir
miliknya. Utuk beberapa menit Andrew merasakan kehangatan dari bibir bang Zul.
“ jangan nangis lagi
dan jangan pergi lagi, tetep jadi adek abang yang selalu ada disamping abang
ya. Karena bang Zul sayang sama Andrew “
Bang Zul memeluk Andre erat dan mencium
keningnya.
Komentar
Posting Komentar