Hujan di Ujung Senja Part 7 (Dilema)

Roan sedang tertidur di atas sebuah karpet empuk berwarna merah menyala. Tiba-tiba ia merasakan sebuah tangan halus menelusuri tubuhnya. Roan sedikit bergidik, lalu dengan perlahan-ahan ia membuka matanya untuk melihat siapa yang melakukan itu kepadanya. Mata Roan menangkap sosok Chanda. Sedang merangkak menelusuri tubuhnya. Chandra hanya mengenakan celana super pendek hingga pahanya yang berotot bisa terlihat dengan jelas. Hawa dingin menggelitik kulit Roan, saat melihat kebawah, ia baru menyadari bahwa kini tubuhnya sedang telanjang.
  “ Malam ini kau milikku “ bisik Chandra di telinganya dengan lembut.
            Roan bergidik namun ia tetap diam di tempatnya. Merasa terus ingin melakukan hal ini sampai akhirnya. Chandra naik ke tubuhnya. Mendekatkan wajahnya, ketika sampai di bagian leher tiba-tiba Chandra menggigitnya dan Roan pun menjerit dengan keras.
.
.
            Roan terbangun dengan keringat penuh membanjiri wajahnya. Nafasnya naik turun dengan cepat. Ia mengusap peluh di keningnya sambil menghembuskan nafas pelan-pelan. Mencoba mengatur kembali ritme nafasnya.
  “ Haah.. kenapa aku mimpi seperti itu “
Ucapnya lirih. Roan bangkit dan mengambil segelas air minum. Ia meneguknya hingga habis dua gelas. Jam menunjukan pukul tujuh tiga puluh. Itu tandanya tiga puluh menit lagi ia harus segera berangkat menuju Maison Bertaux untuk kembali menjadi pelayan.
*****
            Di sisi lain, tubuh jangkung Chandra mulai menggeliat. Matanya mengkerut karena sinar matahari meneranginya. Sambil memicingkan mata ia perlahan-lahan terbangun dari tidurnya. Namun gerakannya terhenti ketika ia merasakan tangannya tertahan oleh sesuatu. Ia melihat kepala Kent tengah menindih lengannya. Ia baru tersadar bahwa semalaman mereka berdua menonton film di kamar Chandra. Karena kelelahan, keduanya mulai tertidur berdua. Chandra menahan gerakannya dengan posisi menyamping. Matanya dengan lekat menelusuri setiap inchi wajah Kent. Bibirnya basah karena saliva. Kent mendengkur halus, dadanya naik turun berirama dengan ritme yang pelan. Bulu-bulu mata yang lentik itu menyatu karena matanya masih menutup.
            Dengan perlahan-lahan, Chandra menyingkirkan kepla Kent dari lengannya. Ia mengangkatkepala Kent dengan hati-hati. Namun bukannya terlepas darinya, Kent malah membalikkan tubuhnya ke arah Chandra dan memeluknya seperti guling. Mau tak mau Chandra kembali terdiam karena tidak ingin mengganggu pangeran tidurnya beristirahat.
            Tiga puluh menit kemudian, Kent mulai terbangun dari tidurnya. Kedua matanya terbuka dengan perlahan, dengan senyuman manisnya ia menyapa sahabatnya Chandra dengan mengucapkan selamat pagi. Chandra membalas sapaan sahabatnya dengan senyuman tampan yang ia miliki.
  “ Tidur nyenyak? “ tanya Chandra.
Kent mengangguk lucu dan menguap dengan lebar. Chandra menangkupkan tangannya di mulut Kent untuk menutupnya.
  “ Akan kubuatkan sandwich untukmu “
Chandra bangkit dari kasurnya, meninggalkan Kent yang sedang terduduk dengan kantuknya.
            Membuat sandwich adalah keahliannya. Hanya makanan itulah yang bisa dibuat oleh kedua tangannya. Dulu Chandra pernah bercita-cita menjadi seorang chef di restoran ternama. Ia menginginkannya karena sang ibu dan sang nenek juga seorang juru masak yang handal. Meskipun mereka tidak bekerja di restoran, tetapi lengan mereka sangat lihai jika meracik sebuah masakan.
            Kent keluar dengan wajah yang masih mengantuk. Ia duduk di meja makan sambil memainkan apel yang tersedia disana. Ia memperhatikan sahabatnya Chandra yang tengah melapisi roti dengan berbagai bahan.
  “ Aku baru menyadari bahwa kau semakin tinggi Chandra “
  “ Benarkah? “
  “ hhmm.. dulu tubuhmu sangat pendek kan. Kenapa bisa menjadi seperti ini? “
  “ Mungkin karena setelah kau pergi aku mulai rutin berenang dan menjadi atlit renang “
  “ benarkah? Kau menjadi atlit renang setelah aku pindah? “
Chandra mengangguk.
  “ Itu hebat “
Chandra berbalik dengan membawa dua piring kecil. Diatasnya tersaji masing-masing satu sandwich dengan isi lengkap yang membuatnya terlihat menggunung. Chandra juga mengeluarkan dua gelas susu di dalam kulkasnya.
  “ Maaf, aku tidak sempat untuk menghangatkannya “
  “ Tak apa “
Pada awalnya mereka makan dalam hening. Kent terlalu lahap dengan sandwichnya. Matanya fokus dengan roti isi buatan Chandra. Chandra yang terduduk di sebrangnya hanya memandangi Kent dengan lekat. Ia selalu tersenyum jika melihat pipi Kent yang menggembung ketika memakan sandwich buatannya.
  “ Hari ini kau mau pergi kemana? “ Kent berbicara meski mulutnya penuh dengan potongan sandwich.
  “ Hei, habiskan dulu sandwichnya. Nanti kau tersedak “
Kent mengunyahnya dengan pelan. Setelah halus ia menelannya. Jakunnya naik turun ketika ia menelan.
  “ hari ini kau mau pergi kemana? “ ulang Kent.
  “ Siang nanti aku akan pergi ke kampus. Bagaimana denganmu? “
  “ Sore nanti aku akan pergi ke galeri untuk membantu Nico membereskan lukisannya. Maukah kau pergi bersamaku? Akan aku perkenalkan kau kepada Nico “
Raut wajah Kent berubah ketika menyebutkan nama Nico. Wajahnya memerah seketika. Namun Chandra tak menyadari hal itu. Ia terlalu terpesona dengan paras wajah Kent.
  “ Nico? Siapa dia? “
  “ Dia pemilik galeri dimana tempatku bekerja. Dia juga seorang pelukis dan pemahat patung. Dia seumuran denganku. Orangnya baik sekali, nanti saja ku kenalkan kau kepadanya “
Kent kembali mengunyah sandwichnya. Chandra menyelesaikannya lebih cepat dari kent.
*****
Maison Bertaux seperti sebuah mesin pabrik yang tak pernah berhenti. Setiap harinya banyak sekali orang berdatangan hanya untuk mencicipi kue-kue lezat.
Roan sedang sibuk hari ini. Ia membawa beberapa potong kue di kedua tangannya. Mengantar satu persatu kue itu ke meja para pelanggan yang perutnya sudah mulai keroncongan.
            Roan terlalu sibuk sampai tak menyadari bahwa di sudut toko Aman sedang duduk memperhatikannya. Aman mengenakan setelan serba hitam. Ia menutup setengah wajahnya dengan topi. Menyembunyikan mata dan hidungnya yang khas pria midle east. Aman mengangkat tangannya, melambai ke arah Roan yang baru saja menghela nafas karena lelah. Roan melihatnya, dengan senyum yang terasa seperti dipaksakan ia berjalan mendekat.
  “ Ada yang bisa saya bantu? Anda mau pesan apa tuan “
Aman membuka topinya, tersenyum menyeringai ke arah Roan yang terkjejut.
  “ Aku ingin memesan dirimu dan membawanya pulang untuk kembali ku jajakan kepada orang-orang yang menginginkanmu sayang “ katanya dengan lembut.
  “ Aman? Apa yang sedang kau lakukan disini? “
  “ Aku hanya ingin melihat tabungan berjalanku saja. Duduklah, aku ingin berbicara denganmu. “
  “ Tapi aku sedang bekerja “
Aman melambaikan kembali, kali ini kepada sang chef yang sedang berjalan keluar dari dapurnya.
  “ Chef! Bisakah aku meminjam pelayanmu sebentar hanya untuk sekedar berbincang? “
Chef itu mengangguk sambil mengacungkan jempolnya.
  “ see? Duduklah sayang “ Aman berlaga manis.
Roan duduk dengan enggan.
  “ Jadi apa jawabanmu sayang? Apa kau mau kembali lagi bekerja denganku? “
  “ Jawabannya tetap sama Aman, aku tidak ingin kembali bekerja sebagai pelacur. Sudah cukup tubuhku dinodai oleh lelaki hidung belangmu itu. Aku sudah lelah “
  “ Ayolah Roan, Aku akan menaikan tarif hargamu. Banyak sekali pelangganku yang rindu dengan tubuhmu yang manis itu. Bergabunglah bersamaku lagi “
  “ Tidak, maaf Aman. Sepertinya aku harus kembali bekerja “
Roan bangkit dari duduknya. Begitu juga dengan Aman.
  “ Ingat kata-kataku ini pelacur! Kau pasti akan menyesal karena telah menolak untuk bekerja lagi bersamaku. Dasar pelacur murahan! “

Teriak Aman dengan keras, semua orang yang mendengarnya langsung melirik ke arah Roan yang terus berjalan menuju dapur. Menghiraukan tatapan orang-orang.

MAAF APABILA ADA KESAMAAN NAMA, TOKOH, TEMPAT, ATAUPUN KEJADIAN YANG DIALAMI PARA PEMBACA. CERITA INI HANYALAH KARANGAN FIKTIF BELAKA. MAAF APABILA ADA KESALAHAN DALAM PENULISAN.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CINTA SEGI EMPAT ( CHAPTER 15 )

I JUST LOVE YOU ( TWO SHOOT )

KARAM (Kama & Rama) #Bagian1