PARADISE LOVE (CHAPTER 8)
Hawa dingin
semakin menyeruak menusuk kulitku, aku mengeratkan pelukanku. Tubuh Ghifari
terasa begitu hangat. Aku merasakan ia menggerakkan tubuhnya, lalu sebuah
tangan merangkul pinggangku. Hembusan nafas Ghifari yang hangat terasa di atas
kepalaku. Kecupan manis mendarat di keningku.
“ Selamat pagi sayang “
Aku tak
menjawabnya, aku malah mengeratkan pelukanku. Ghifari membawa tubuhku semakin
dekat dengan tubuhnya. Kulit kami bersentuhan, aku merasakan otot-otot tubuh di
balik kaus tipisnya menyembul.
“ Ayo buka mata kamu No, ini udah pagi loh
kita kan harus berangkat kerja.”
Aku membuka
mataku, menurut pada suamiku. Aku menatap wajahnya. Matanya masih menyipit, ia
tersenyum manis. Kecupan di bibrku terasa sangat manis.
“ Kita mandi, habis itu kita berangkat kerja
ya? “
“ tapi aku masih ngantuk “
“ Jangan males-malesan ah. Istrinya Ghifari
harus semangat dong “
Ia mencubit
hidungku dengan gemas. Senyum tipis muncul di wajahnya yang tampan.
“ diliat-liat brewoknya kaka makin lama makin
banyak “
“ oh ya? Kamu gak suka ya. Ya udah nanti kka
cukuran deh “
“ eh gak usah, Arno suka “
Aku kembali
mengeratkan pelukanku.
“ hih kamu bukannya bangun malah makin erat
pelukannya. Mandi yuk sayang yuk.. nanti kesiangan loh kita “
“ aahh males “
Aku diam,
Ghifari menghembuskan nafasnya keras. Lalu dengan sekali tarikan, tubuhku kini
berada di atas tubuh Ghifari. Tangannya yang besar tersimpan di kedua buah
bokongku. Dengan sekali hentakan ia menggendongku bangun dari kasur.
“ Yaak! Kenapa sih? Turunin Arno “
“ enggak, kalau kaka turunin kamu nanti kamu
malah balik lagi tidur. Ayo kita mandi “
“ iih tapi Arno masih ngantuk “
Ghifari
diam diambang pintu.
“ Liat kaka “
Wajahku
yang tadi tersembunyi di dadanya kini kuangkat. Aku melihat wajah Ghifari yang
sedang menatapku dengan serius.
“ Mandi ok? “
Ia
mengangkat kedua alisnya. Sebuah kecupan kembali mendarat di bibirku dengan
cepat. Ghifari kembali berjalan sambil menggendongku menuju kamar mandi.
.
.
Pukul delapan pagi, Aku dan Ghifari
masih di rumah. Saat ini Ghifari sedang mengemas dokumen yang harus kami bawa
ke tasku dan tasnya. Sedangkan aku saat in sedang memasak panckae untuk sarapan
kami berdua di dalam mobil nanti.
“ Sayang.. artikel rubrik fashion kita kamu
taro dimana? “
Teriaknya
dari ruang kerja kami.
“ Ada di laci Arno, ambil aja “
Aku kembali
fokus dengan pancake ku. Ketika sudah matang aku mematikan kompor dan segera
mengemas pancake nya ke dalam wadah plastik yang selalu kami bawa. Selain itu
aku menyeduh kopi dan susu yang ku tuangkan kedalam gelas plastik yang ditutup
rapat.
Setelah menyiapkan sarapan aku menuju
ruang tengah, memakai sepatu dan mantel tebal beserta syal warna merah. Ghifari
keluar dari kamar dengan membawa dua tas hitam di tangannya. Ia duduk di sofa,
aku segera membawakan sepatu untuknya. Kupasangkan kedua sepatu itu di kakinya
ketika ia mencicipi kopi.
“ udah selesaikan? “
Tanyaku.
“ ehem.. ayok kita berangkat. Nanti
kesiangan. Kunci mobilnya dimana sayang? “
Aku
melemparkan kunci mobilnya yang tadi kusimpan di saku celana abu-abu yang
kupakai.
“ Let’s go baby “
Ia
merangkul pundakku.
****
Selagi Ghifari menyetir mobil, aku
menyuapinya pancake yang kubuat tadi. Dengan lahap ia memakan pancake itu
sambil fokus mengemudikan mobil.
Salju sudah
mulai turun hari ini, jalanan sudah mulai diselimuti hamparan selimut salju
meskipun tidak tebal. Orang-orang yang ada diluar semuanya mengenakan mantel.
Hari ini cuaca memang sangat dingin. Di dalam mobilpun masih terasa dingin,
padahal kami tidak menyalakan ac dan jendela mobil kami tutup dengan rapat. Dua
puluh lima menit kemudian kami tiba di kantor, setelah memarkirkan mobil kami
berdua berlarian kecil memasuki kantor. Keadaan kantor sudah ramai, teman-teman
kerja kami sudah standby di mejanya masing-masing. Begitu juga denga Jeanie
yang langsung melambaikan tangnnya saat melihatku.
“ Hai! Akhirnya kalian pulang “ Sapa Marcus,
pegawai paling tua di kantorku. Usianya tiga puluh lima tahun, memiliki dua
orang anak. Satu perempuan dan stu lagi laki-laki. Istrinya, Evelyn sering
membawakan makanan untuk kami cicipi bersama di kantor.
“ Hoi Marcus! Apakabar? “
Tanya
Ghifari sambil menyimpan tasnya di meja kerja.
“ kabarku baik, bagaimana dengan kalian
berdua “
“ Kami baik-baik saja, dan akan selalu baik
jika aku berada disampingnya.”
Ghifari
merangkulku dan mengecup keningku. Semua teman-teman yang menyaksikan tingkah
Ghifari tertawa sambil bertemuk tangan. Wajahku terasa sangat panas, aku malu.
Ghifari memang sudah biasa berlaku mesra kepadaku di hadapan semua orang.
“ Lihatlah, pangeran yang kau cintai wajahnya
memerah “ celetuk Willem.
“ Ah Arno, kau ini kenapa harus malu? Ghifari
suamimu sekarang “
Teriak
Jeanie dari mejanya. Semua kembali bersorak dan tertawa. Tetapi tiba-tiba saja
semuanya hening ketika seorang wanita
memasuki kantor.
Wanita itu mengenakan mantel berwarna
peach. Rambutnya di cat dengan warna coklat gelap. Bibirnya yang seksi dilapisi
dengan lipstick merah. Matanya sipit layaknya orang-orang asia. Kulitnya putih
dan mulus tanpa ada bekas luka ataupun jerawat. Lekukan tubuhnya sangat indah,
sosok wanita yang sangat sempurna. Sekilas aku melihat wajah rekan kerjaku Al.
Mulutnya menganga lebar melihat gadis oriental itu.
“ Goedenmorgen
“
Katanya
dingin sambil berjalan tanpa memperdulikan kami semua.
“ sepuluh menit lagi aku tunggu kalian di
ruang meeting. Siapkan berkas yang akan kalian laporkan kepadaku “
Suaranya
halus namun tegas. Suara langkah sepatu heels nya seperti menghipnotis kami
semua. Jeanie menghampiriku dan berbisik di telingaku.
“ Itu Kim Hye Sung. Bos baru kita “
Aku
menganggukkan kepala.
Komentar
Posting Komentar