PARADISE LOVE (CHAPTER 7)
Gelapnya
langit menandakan bahwa aku harus segera pulang. Pekerjaanku dengan Jeanie
sudah rampung. Jeanie meregangkan otot-ototnya yang kaku, ia menguap. Mulutnya
menganga dengan lebar.
“ Tutup mulutmu Jeanie, jorok sekali “
“ Maaf, “ katanya sambil disambung dengan
tawa kecilnya.
Ia mulai membereskan semua barangnya kedalam
tas.
“ Kau mau pulang denganku atau menunggu
Ghifari? “
“ Aku akan menunggunya, kau pulang duluan
saja “
“ ya sudah, ini kunci kantor. Jangan lupa
menguncinya ketika kau pulang ya? Aku tidak mau besok si wanita korea itu
memarahiku karena ada barang yang hilang. “
“ Oke! Welterusten Jeanie! Dag.. “
“ Dag mijn goede man “ (bye my good man)
Ia
melambaikan tangannya lalu menghilang. Aku menghembuskan nafas dan segera
mengambil ponsel di dalam saku celanaku. Menelfon Ghifari yang kini mungkin
sedang menikmati film.
.
.
.
Sudah dua puluh kali aku menelfon Ghifari,
tapi tak kunjung ia angkat. Aku kesal, aku benci jika Ghifari sudah mulai
seperti ini. Apa dia lupa istrinya masih di luar? Hisshh.. dasar pria
menyebalkan.
Masalahnya
aku tidak membawa Ov Chipkaart ku, kartu itu ada di dalam tas yang dibawa
pulang Ghifari. Malam semakin dingin dan aku semakin merapatkan mantel tipis
itu di tubuhku.
Kantor sudah aku kunci, dan sekarang
aku sedang duduk di kursi tepi jalan, melihat orang-orang yang berlalu lalang
sambil sesekali mengecek ponselku. Batrainya hanya tinggal empat persen, sial!
Bagaimana aku bisa pulang jika seperti
ini.
Lima menit
kemudian, aku melihat seseorang memarkirkan mobil di depan kantorku. Itu tidak
mugkin Ghifari karena itu bukan mobil kami. Beberapa saat kemudian seseorang
keluar dari mobil itu. Mengenakan baju panjang berwarna biru tua dengan mantel
merah. Lelaki itu memiliki kaki yang panjang, hidungnya mancung dengan mata
yang sipit. Rambutnya hitam legam dan dipotong dengan rapi.
Siapa dia? Apa yang ia mau? Apa
jangan-jangan ia mau mencuri? Oohh tidak, aku harus menghentikannya.
Aku
berjalan mengendap-endap agar dia tidak menyadari langkahku. Semakin dekat..,
semakin dekat.. dan aku memukulinya dari belakang. Aku memukul punggungnya dan
lelaki itu berbalik. Tangannya yang besar dan dingin menghentikan pukulanku.
“ Yaak!!! Pria bodoh. Kenapa kau memukulku? “
“ Kau mau mencuri di kantorku kan? Lepaskan
aku, tolong.. tolong.. “
Ia
tiba-tiba membekapku, tangannya terasa halus di bibir.
“ Diamlah, aku bukan seorang pencuri “
Ia
melepaskanku lalu merogoh sakunya. Mengeluarkan kartu nama, Choi Yun Ho.
“ Namaku Choi Yun Ho, aku model baru untuk
majalah yang diterbitkan oleh kantormu. Jadi aku bukan pencuri “
Aku segera
membungkukkan kepala, dan meminta maaf kepadanya.
“ Sudah, kau tak perlu meminta maaf. Salahku
juga yang tidak menelfon dulu untuk datang kesini. Jadi, kantormu sudah tutup?
“
“ Kantor ini memang tutup hari ini, jadi kau
mau apa? “
“ Tidak, aku hanya ingin mengunjungi tempatku
bekerja. Jika kantor ini tutup, lalu kenapa kau ada disini? “
“ aku baru saja menyelesaikan pekerjaanku dan
sekarang sedang menunggu jemputan untuk pulang. Aku tidak membawa Ov Chipkaart
ku “
Pria
bernama Choi Yun Ho itu menganggukkna kepalanya.
“ bagaimana jika aku mengantarmu saja? “
“ ah terimakasih tuan Choi, tidak usah
repot-repot “
“ tak apa, ini sudah malam. Kau mau dirampok
penjahat di malam hari? “
Aku diam,
menimbang tawarannya.
“ Sudah jangan banyak berpikir. Aku antarkan
kau pulang “
“ Baiklah “
*****
Senangnya bisa kembali melihat
rumahku, lampu jalanan sudah menyala terang. Begitu juga dengan lampu beranda
rumahku. Ghifari sedang apa ya sampai bisa-bisanya ia tak menjawab telfonku.
“ Jadi ini rumahmu? “ tanya Yun Ho di dalam
mobilnya.
“ iya ini rumahku, mau masuk dulu? Akan
kubuatkan teh untukmu “
“ tidak usah, aku langsung pulang saja. Sampai
jumpa besok hari Ar.. eehh siapa tadi namamu? “
“ Arno “
“ Ah iya Arno, sampai jumpa besok. “
Ia menutup
jendela mobilnya, lalu mobilnya kembali berjalan meninggalkanku.
Aku memasuki rumah dengan menghentakan
kakiku. Keadaan rumah sudah rapi, hal pertama yang ku lakukan adalah mencari
Ghifari. Dimana dia sekarang. Aku pergi ke kamar, namun aku tidak menemukannya.
Begitu juga di dapur dan di kamar mandi. Kemana dia? Bisa-bisanya meningglakan
rumah tanpa mengunci pintu.
Lalu samar-samar aku mendengar
dengkuran, saat ku teliti ternyata itu dengkuran Ghifari. Ia tertidur di sofa
ruang keluarga, ia masih memakai baju yang tadi. Aku membangunkannya dengan
memukul kakinya.
“
eeuunngghh.. “ Ia melengguh.
“ bangun! “
Ia membuka
matanya perlahan-lahan. Lalu ia bangkit dengan raut muka terkejutnya.
“ Ya ampun, jam berapa ini? Dan kenapa kamu
ada di rumah syang? “
“ Ini jam delapan, tau gak? Aku tuh nungguin
kaka lama banget di kantor sendirian. Kaka kenapa sih gak angkat telfon Arno? “
“ Maaf sayang, kak Ghifari tadi ketiduran.
Mungkin capek abis beresin rumah. Terus kamu gimana bisa pulang? “
“ Untung tadi ada orang baik yang anterin aku
pulang “
“ siapa? Kamu kenal orangnya? “
“ baru kenal sih, tapi seenggaknya dia baik
dan mau ngaterin aku tumpangan buat pulang “
“ kamu tuh gimana sih? Gimana kalau orang itu
jahat? Lain kali jangan sembarangan ah “
Aku
menghembuskan nafas panjang dan menatapnya dengan tatapan marahku. Ghifari
mengalah lalu memelukku.
“ Ya udah ok, ok, kaka minta maaf ya sayang.
Lain kali kejadian ni gak akan terulang. Kamu pasti capek kan? Kita mandi abis
itu kita pergi keluar cari makan ya sayang? “
Ia mengecup
keningku, bibirku kembali tersenyum. Aku menganggukkan kepala dan ia menciumku
lagi. Kali ini bibirku sasarannya.
Komentar
Posting Komentar